NovelToon NovelToon
I Am Morgan Seraphine

I Am Morgan Seraphine

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Sugar daddy / Ayah Darurat
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Maeee

Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bathtub

"Daddy!" Cherry menuruni anak tangga sambil memanggil sang ayah. Matanya menyusuri seluruh ruangan tapi Morgan tak terlihat di mana pun. Ia tersenyum penuh makna, yakin kalau saat ini Morgan sedang di kamarnya.

"Aduh!" Karena tak berhati-hati kaki kirinya terkilir yang membuat tubuhnya langsung jatuh dari anak tangga ke dua dari yang paling bawah. Tubuh Cherry ambruk dan tengkurap di lantai.

"Ya ampun, betapa sialnya aku...," rintih Cherry sambil berusaha bangkit. Ia duduk untuk memeriksa kakinya, tidak berdarah ataupun memar, hanya merah tapi menyakitkan. Pun ia berusaha untuk berdiri dengan sisa tenaga yang ada, berjalan tertatih-tatih ke arah kamar Morgan.

"Morgan!" panggil Cherry, tapi untuk kesekian kalinya pria itu tak kunjung menjawab. Cherry melihat pintu kamar mandi terbuka, dugaannya tidak salah lagi pria itu pasti sedang mandi.

Cherry perlahan membuka seluruh pakaiannya, tak terkecuali bra maupun celana dalamnya, sehingga dirinya sekarang berjalan ke arah kamar mandi dengan tubuh polos tanpa sehelai benangpun.

"Morgan!" Cherry berkacak pinggang di samping Morgan yang sedang rebahan di bathtub sambil memejamkan mata.

Morgan buru-buru membuka matanya dan pandangnya tertuju ke arah langit-langit. Jangan bilang kalau Cherry datang tak berbusana lagi untuk mandi bersamanya?

Morgan menoleh ke sampingnya dan langsung kembali menutup mata. Sialnya..., karena yang ia takutkan tetap terjadi.

Cherry masuk ke dalam bathtub, duduk bersebrangan dengan Morgan, dua tangannya di simpan di samping bathub.

"Kenapa kamu memakai celana dalam? Mandi kan harus telanjang?!" tanya Cherry masih sambil memerhatikan tubuh Morgan yang kekar.

Hot seperti sugar daddy yang sering berlalu lalang di sosial medianya. Beruntung sekali karena dirinya punya satu di rumah. Tak akan ia biarkan Morgan menjadi milik orang lain.

"Karena aku tahu kamu akan datang ke sini." Perlahan Morgan membuka mata, mencoba untuk hanya menatap manik mata gadis itu, dan tidak menatap ke arah lainnya.

Morgan meletakkan siku tangan kanannya di atas marmer bathub, jari telunjuknya mengusap bawah hidung, serta mengulum bibirnya berulang kali kala melihat Cherry di depannya.

"Memangnya kenapa kalau aku datang ke sini? Sejak aku kecil kita kan sudah terbiasa mandi bersama," tanya Cherry sedikit ketus. Bibir bawahnya sedikit maju bersamaan dengan dua alisnya yang mengerut, menunjukkan rasa kesalnya karena Morgan bertingkah seakan tak mau mandi bersamanya.

Morgan mendengus pelan. "Cherry, aku sudah sering peringatkan padamu, kamu sudah dewasa, jadi kita gak bisa mandi bareng lagi seperti waktu kamu masih kecil. Paham, kan?" Sebelah alis Morgan terangkat, menatap dalam manik mata Cherry.

"Huft!" Cherry membuang muka dari pria itu.

Morgan tersenyum datar. Mungkin ini salahnya juga karena terlalu memanjakan gadis itu, tapi dirinya mengira kalau Cherry sudah dewasa maka dia akan mandiri, dan tidak akan lagi serba dilakukan bersama dirinya. Namun, yang terjadi justru di luar dugaannya.

Dari dulu hingga saat ini, jika ada kesempatan maka Cherry selalu merengek mandi bersama ataupun sekedar tidur bareng.

Mungkin juga bukan Cherry yang bermasalah, tapi dirinya sendiri. Ia sadar kok bukan ayah yang baik untuk Cherry. Jika dirinya seorang ayah yang baik mungkin tidak akan pernah terangsang karena melihat tubuh anaknya sendiri.

Dan semua perasaan yang ada dalam benaknya saat ini terjadi karena dalam pikirannya tertanam pemikiran bahwa Cherry bukanlah darah dagingnya sendiri. Baik dirinya maupun Cherry hanyalah dua orang asing yang tinggal di satu atap.

"Janji ini yang terakhir?" Morgan mengulurkan jari kelingkingnya tapi Cherry hanya menatapnya.

"Tidak mau," tolaknya tegas, menyilangkan tangan di dada, dan tak mau bersitatap bersama Morgan.

"Memang apa salahnya kita mandi bersama? Kamu kan ayahku. Semua anak pasti senang bisa mandi bareng bersama orang tuanya," jelas Cherry masih dengan ekspresi cemberut nya.

Morgan kembali menyandarkan tubuhnya. "Di saat seperti ini saja kamu menganggap ku ayahmu," gumamnya membuat Cherry langsung tersenyum lebar hingga menampakkan deretan gigi.

"Ack!" ringis Cherry, memegang ujung dagunya yang tiba-tiba terasa perih seakan tertarik saat dirinya senyum.

"Ada apa?" Morgan spontan condong melihat kondisi wajah Cherry yang tampak kesakitan.

"Tadi aku jatuh di tangga. Daguku terbentur ke lantai dan kakiku juga sakit," aku Cherry seraya memajukan dagunya supaya Morgan bisa melihat lukanya.

Morgan semakin mendekat, memegang ujung dagu Cherry yang memerah, dan ada sedikit kulit yang terkelupas juga. Ia meniupnya. "Setelah mandi nanti kita obati."

"Sekarang mana lihat kakimu yang sakit?"

Cherry langsung mengangkat kakinya, membuat air berjatuhan dari kaki tersebut, kini telapak kakinya menyentuh dada bidang Morgan. Untuk sesaat pria itu terkesiap dengan tindakan tak terduga Cherry. Cherry yang melakukannya tersenyum lebar penuh kepuasan.

Morgan mengambil kaki Cherry dari dadanya.

"Huft," rintih Cherry merasa sakit ketika kakinya di sentuh.

"Suaramu, Cherry!" peringat Morgan. Lebih baik menjerit keras daripada mendengar Cherry mendesah.

"Kamu memegangnya tidak hati-hati. Kakiku masih sakit," gerutu Cherry tak menerima ditegur. Dirinya juga tidak mengeluarkan suara secara disengaja, itu spontan keluar karena Morgan menyentuh kakinya tidak hati-hati.

"Sorry!" Pun Morgan memegang betisnya daripada telapak kaki gadis itu. "Apa bagian ini yang sakit?" Ia menunjuk bagian dua mata kakinya dan Cherry mengangguk membenarkan.

Dengan jari-jarinya yang tak lembut Morgan mencoba untuk memijat kaki Cherry yang terkilir, jari-jarinya berusaha untuk lembut menyusuri betis hingga pergelangan kaki gadis itu.

Cherry menggigit bibir bawahnya kuat, menahan rintihan kesakitan. Takut jika tiba-tiba mengeluarkan suara desahan lagi ia pun membekap mulutnya, matanya terus tertutup dan terbuka karena rasa sakit yang justru rasanya semakin menjadi-jadi.

Tatapan Morgan terpaku pada kaki Cherry yang memerah. Kulitnya lembut nan halus di bawah sentuhannya.

Terkadang pikirannya membayangkan suatu hari nanti kaki ini akan disentuh oleh pria lain yang akan menjadi kekasih Cherry di masa depan, tapi entah kenapa hatinya selalu sulit untuk menerima hal itu, rasanya ia tidak rela kalau suatu hari nanti Cherry yang dirawatnya sejak kecil ketika dia dewasa justru disentuh pria lain.

Perlahan, pandangan Morgan teralihkan pada wajah Cherry yang terlihat jelas sedang menahan rasa sakit.

"Apa sangat sakit? Mungkin sebaiknya kita pergi ke rumah sakit saja," tanya Morgan untuk sesaat berhenti memijat kaki Cherry.

"Rasa sakitnya berkurang semenjak kamu memijatnya. Tolong lanjutkan saja," pinta Cherry. Karena kakinya yang terangkat sebelah rasanya air dingin di dalam bathtub masuk ke dalam bagian sensitifnya.

Morgan menghela napas. Ia tahu pijatannya belum tentu efektif, mengingat dirinya tidak punya riwayat tukang pijat, tapi setidaknya ia sudah berusaha. Kembali, ia melanjutkan pijatannya dengan lembut, berharap bisa meredakan rasa sakit kakinya Cherry.

"Lain kali tolong hati-hati! Bukan sekali dua kali kamu jatuh di tangga karena kecerobohan mu," tegur Morgan dengan lembut dan perhatian.

"Haruskah kita memasang lift di rumah supaya kamu tidak sering jatuh di tangga?" tawar Morgan.

"Tapi terkunci di dalam lift lebih menakutkan daripada terjatuh di tangga. Kalau kamu gak mau melihat aku sering jatuh, kamu bisa menggendongku setiap kali aku mau turun."

Cherry bertepuk tangan sekali tapi sangat antusias. "Kenapa kita tidak sekamar saja, iya, kan? Itu lebih mudah." Cherry tersenyum lebar. Akhirnya, ia punya alasan kuat untuk bisa sekamar bersama Morgan.

"Ide buruk. Tidur mu tidak ramah lingkungan, Cherry. Kamu bergerak seperti baling-baling helikopter. Mungkin aku akan selalu ditendang oleh mu," celoteh pria itu sambil terkekeh.

Tentu saja itu hanya alasan bodoh, alasan sebenarnya tidak mungkin ia beritahukan pada Cherry kenapa dirinya tidak mau sekamar dengannya.

Karena dia sudah menjelma menjadi gadis dewasa tentu itu juga menjadi salah satu alasannya, tapi alasan utamanya tidak ingin sekamar dengan Cherry itu karena jika sekamar mungkin dirinya tidak bisa lagi membawa wanita ke kamarnya.

Secara membawa wanita bayaran adalah rutinitasnya yang tak mungkin ia absen dalam seminggu sekali.

Adapun jika ia memilih kamar atas dan Cherry berada di kamar bawah, kemungkinan Cherry memergoki dirinya yang sedang bercinta akan lebih besar peluangnya.

Bibirnya Cherry di tarik ke sebelah kanan, ia menatap kesal pada pria di hadapannya saat ini. Pun ia menarik kakinya dari tangan Morgan.

"Sudah cukup, rasanya semua air masuk ke dalam sini." Dengan entengnya Cherry menunjuk bagian tengah tubuhnya.

Morgan tidak sadar mengikuti ke mana arah jari Cherry menunjuk, setelah melihatnya barulah ia sadar, dan segera berpaling. Lagi-lagi si pink itu berulah.

Morgan mengambil spons dan mulai menggosok seluruh bagian tubuhnya tanpa terkecuali. Cherry memerhatikan tanpa berkomentar sedikit pun, tapi saat melihat Morgan kesulitan untuk menggosok punggungnya, tangannya segera terulur ke arah pria itu.

Morgan menatap tangan Cherry, bingung dengan maksud Cherry yang tiba-tiba mengulurkan tangannya.

"Mau aku bantu?" tawar Cherry, suara lembutnya memecah keheningan di dalam kamar mandi ini.

"Oh?" Sepersekian detik Morgan menghabiskannya dengan hanya menatap Cherry. "Tentu, terima kasih." Ia menyerahkan spons nya pada Cherry kemudian menghadapkan punggungnya ke gadis itu.

Cherry menerima spons itu dan mulai menggosok punggung Morgan dengan lembut dan ditambahkan sedikit pijatan.

Morgan memejamkan matanya, menikmati sentuhan tangan Cherry yang menenangkan. Rasanya ia lebih rileks dari sebelumnya. Ia menikmati sensasi dari sentuhan tangan halus Cherry.

Kalau tidak malu dirinya ingin meminta supaya Cherry juga memijat kepalanya.

Cherry merubah posisi duduknya, dia menekuk lututnya agar lebih tinggi sehingga bisa meraih leher Morgan serta menggosok dadanya juga. Tubuhnya sedikit membungkuk untuk bisa menggosok dada Morgan.

Tanpa disadari dua bukit lembut nan kenyal di dadanya bersentuhan dengan punggung Morgan. Sentuhan itu berubah menjadi sebuah gesekan berulang saat Cherry semakin menggosok ke bawah dadanya.

Sebagai pria normal tentu saja saat ini tubuh Morgan langsung menegang. Sensasi panas menjalar ke seluruh tubuhnya, tak terkecuali dua daun telinganya.

Ia membuka matanya. Ingin menghentikannya tapi ia terlalu menikmati ini sehingga rasanya mulutnya terkunci. Detak jantung Morgan tak terkendali, begitu juga dengan hembusan napasnya yang semakin terdengar jelas.

Sentuhan benda kenyal itu membangkitkan sesuatu yang terpendam dalam dirinya.

"Morgan, kenapa daun telinga mu merah?" tanya Cherry menyentuh dua daun telinga Morgan yang merah matang. Ia tidak menyadari ulahnya sendiri.

"Jangan disentuh. Biarkan saja!" Perlahan Morgan menarik tangan Cherry supaya tangan itu terlepas dari daun telinganya.

Setelah Cherry selesai menggosok punggungnya, pun Morgan kembali membalikkan badannya. Kini mereka saling berhadapan dengan jarak lebih dekat.

"Boleh aku bertanya?" tanya Morgan dengan suara deepnya yang khas.

Cherry terdiam seakan terhipnotis tatapan Morgan, meski begitu kepalanya mengangguk memberi izin untuk Morgan bertanya padanya.

"Kenapa dua bukit mu besar? Aku pikir di seusia mu itu akan memiliki ukuran kecil. Melihat dari tubuh mu juga seharusnya ini tak begitu besar. Apa kamu menyuntikkan sesuatu ke dalamnya?!" Dua tangan Morgan yang tadi menunjuk dua bukit Cherry kini di simpan di atas pahanya sendiri.

"Ini alami, Morgan." Dengan polosnya Cherry justru memegang keduanya dan dipamerkan pada pria di depannya.

"Guru ku pernah bilang anaknya terkena kanker payudara dan dokternya memberikan nasihat agar setiap mandi harus memijatnya untuk menghindari kanker tersebut dan guruku memberi peringatan juga pada murid-muridnya, termasuk aku."

"Selain itu juga aku sering memakai bra yang membuatnya lebih padat, aku menjaga pola makan ku, dan tidak lupa selalu memberinya pijatan dengan minyak zaitun, dan hasilnya seperti ini. Indah, bukan?"

"Aku melakukannya untuk mu."

"What?" pekik Morgan. Siapa yang tidak tercengang dengan ucapan terakhir Cherry? Tiba-tiba saja dia mengaku melakukan semua itu untuk dirinya.

Cherry mengangguk yakin. "Kamu kan pernah bilang kalau kamu suka dua bukit besar yang mulus, berisi, dan alami, makanya aku melakukan semua ini agar kamu menyukainya."

Tangan Cherry masuk ke dalam air. Mata Morgan perlahan terbuka lebar tatkala merasakan sentuhan lembut di tangannya.

Morgan melihat wajah Cherry dan mendapati bibir gadis itu tengah tersenyum lebar.

"Kalau kamu mau, kamu boleh kok menyentuhnya," ujar Cherry dengan suara yang tertahan.

Lagi lagi Morgan dibuat tertegun dan jantungnya kembali berdebar tak karuan. Ia menatap dua tangannya yang semakin digenggam erat Cherry. Dengan perasaan pasrah, tatapan ragunya mengikuti gerakan Cherry yang mengangkat dua tangannya perlahan-lahan keluar dari air.

"Kebetulan hari ini aku belum memijatnya, jadi kamu bisa sekalian membantu ku," lajut Cherry diakhiri dengan menggigit bibir bawahnya saat tangan kekar Morgan ia letakkan di atas dua bukit nya.

Morgan menelan ludahnya. Ia masih belum percaya dengan yang sedang terjadi. Dengan hati-hati ia meremasnya. Jari-jarinya menyentuh permukaan yang begitu lembut nan kenyal yang tadi dirasakan punggungnya.

Morgan menatap wajah Cherry, mendapati dia sedang memejamkan mata sambil menggigit kuat bibirnya.

"Hhh!" Tanpa sengaja suara itu lolos dari bibir ranum Cherry

1
Esti Purwanti Sajidin
makane si drak nakal bgt ya sama cery
Vanilabutter
agresif kali si cherry
Vanilabutter
ini kenapa dar der dor sekali baru chap awal /Facepalm/.... semangat thor
my_a89
Kein Problem Thor, santai aja..semangat Thor✊
Elmi Varida
lanjut thor
Elmi Varida
kasihan sih sebenernya cherry...
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲
Elmi Varida
ikut nyimak thor. lanjut ya..
Elmi Varida: Amen, sama2 Thor. sukses terus dan tetap semangat ya..
Fairy: Makasih udah baca cerita aku yang tak sempurna ini☺️ kakaknya semoga sehat selalu, dikasih rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam lindungan Tuhan☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!