NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 12 Langkah Pertama Menuju Cahaya

Setelah malam penangkapan Rangga, suasana di kampus perlahan berubah. Kabar tentang kejadian itu menyebar cepat, meski pihak kampus berusaha merahasiakannya. Isu-isu bermunculan, dari yang masuk akal sampai yang mengada-ada. Namun satu hal yang pasti: nama Saras mulai sering dibicarakan.

Galuh dan Saras duduk berdua di balkon kos mereka keesokan paginya. Matahari pagi menyapa dengan hangat, seolah mencoba menenangkan luka-luka batin yang belum sembuh. Saras menyandarkan kepala ke pundak Galuh, pelan, seolah takut akan rapuh jika berdiri sendiri.

"Lo yakin mau ke kampus hari ini?" tanya Galuh sambil menyeruput kopi hitamnya.

Saras mengangguk. “Gue nggak mau terus sembunyi. Kalau gue terus ngurung diri, mereka yang menang.”

Galuh memandang wajah Saras dengan kagum. Gadis itu telah berubah. Bukan berarti trauma yang ia alami menghilang begitu saja, tapi keberanian Saras untuk berdiri setelah jatuh adalah hal yang luar biasa.

“Gue bakal nemenin lo,” ujar Galuh.

Senyum kecil terbit di bibir Saras. “Gue tahu.”

---

Di kampus, suasana menjadi canggung saat Saras melangkah masuk bersama Galuh. Beberapa mahasiswa memandangi mereka, beberapa bisik-bisik, ada juga yang mencoba mengalihkan pandangan begitu bertemu mata dengan Saras.

Namun Saras tidak menunjukkan reaksi. Langkahnya mantap, wajahnya tenang.

Sampai akhirnya mereka bertemu Nita mahasiswa tingkat akhir jurusan desain yang cukup populer di kampus. Nita menatap Saras lama, lalu mendekat.

“Saras…”

Saras menoleh. Galuh langsung menegakkan tubuh, bersiap jika Nita berkata hal tak menyenangkan.

Tapi sebaliknya, Nita menarik napas dalam dan berkata, “Gue denger apa yang lo alami. Gue nggak tahu harus bilang apa, tapi… lo luar biasa berani. Lo nggak sendiri.”

Saras terdiam beberapa detik. Air mata menetes pelan, tapi senyuman terbit di wajahnya. “Makasih, Nit…”

Nita memeluk Saras pelan. Dan seketika, suasana berubah. Mahasiswa lain yang tadinya menghindar perlahan mulai mendekat, memberi senyum, bahkan ada yang menyemangati Saras dalam diam.

Langkah kecil Saras tadi pagi kini menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar.

---

Di malam hari, Galuh dan Saras duduk di ruang tengah. Iqbal datang membawa berita terbaru.

“Berita baik,” katanya membuka pembicaraan, “Rangga ditahan resmi. Dan berkat rekaman dari alat sadap itu, plus bukti ancaman digital, dia bakal disidang. Adrian juga lagi dalam penyelidikan.”

Saras mengangguk. “Gue nggak nyangka semuanya bisa sejauh ini…”

“Karena lo berani mulai langkah pertama,” ujar Galuh sambil menatapnya lekat. “Dan itu inspirasi buat banyak orang.”

Iqbal tersenyum, lalu menambahkan, “Oh ya, ada surat buat lo dari kampus. Dikirim lewat email juga sih, tapi gue cetakin biar dramatis.”

Galuh mengambil amplop dan menyerahkannya pada Saras. Dengan tangan gemetar, Saras membuka dan membaca isinya. Matanya membulat.

“Apa?” tanya Galuh penasaran.

Saras tertawa kecil. “Kampus nawarin gue jadi pembicara di seminar mahasiswa baru soal kesadaran mental health dan keberanian speak up.”

Galuh langsung bangkit dan mengangkat kedua tangannya seperti pemenang pertandingan. “Itu dia! Lihat? Lo sekarang jadi panutan!”

Saras hanya tertawa, matanya berbinar. “Lucu ya, dulu gue takut ngomong, takut dihakimi. Sekarang disuruh jadi pembicara.”

“Lo layak dapat semua itu,” ucap Galuh serius. “Dan gue bangga sama lo.”

---

Beberapa hari kemudian, seminar itu berlangsung. Aula penuh sesak. Para mahasiswa baru duduk rapi, banyak yang penasaran dengan sosok Saras yang kini viral karena keberaniannya.

Saras naik ke podium. Galuh duduk di barisan paling depan, memberi senyum dan anggukan dukungan.

Saras mengambil napas panjang, lalu memulai, “Dulu… gue kira hidup itu tentang menyimpan luka sendirian. Tapi ternyata, keberanian untuk bersuara justru menyelamatkan gue. Dan hari ini, gue mau bilang ke kalian semua… kalau kalian merasa sendirian, kalian nggak sendiri. Selalu ada orang yang peduli. Jangan takut untuk bicara.”

Tepuk tangan membahana. Bahkan beberapa mahasiswa terlihat menahan tangis.

Galuh menatap Saras penuh bangga. Ia tahu, gadis di depan sana bukan lagi Saras yang ia temui pertama kali dingin, tertutup, dan menyendiri. Tapi Saras yang sekarang adalah seseorang yang kuat, terang, dan mulai menyalakan cahaya bagi orang lain.

---

Malamnya, setelah acara selesai, mereka berdua berjalan pulang ke kos. Udara malam sejuk, jalanan kampus lengang.

“Galuh,” ujar Saras tiba-tiba.

“Hm?”

“Gue sadar sesuatu.”

“Apa tuh?”

“Gue nggak bakal bisa sampai di titik ini kalau bukan karena lo.”

Galuh tertawa pelan. “Dan gue nggak bakal belajar banyak tentang kekuatan orang lain kalau bukan karena lo juga.”

Saras berhenti. Menatap Galuh dalam diam. Kemudian, dengan perlahan, ia meraih tangan Galuh dan menggenggamnya.

“Gue nggak tahu masa depan kita kayak apa, tapi… saat ini, gue bersyukur banget lo ada di sini.”

Galuh membalas genggaman itu. “Gue juga.”

Dan malam itu berakhir dengan ketenangan. Tak ada teriakan. Tak ada rahasia. Hanya dua hati yang saling menguatkan, di bawah langit yang mulai penuh bintang.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!