NovelToon NovelToon
Aku Akan Mencintaimu Suamiku

Aku Akan Mencintaimu Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Paksa / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Aku belum bisa mencintai sosok pria yang telah menikahiku. Kenapa? Karena, aku tak mengenalnya. Aku tidak tahu dia siapa. Dan lebih, aku tak menyukainya.

Pria itu lebih tua dariku lima tahun. Yah, terlihat begitu dewasa. Aku, Aira Humaira, harus menikah karena usiaku sudah 23 tahun.

Lantas, kenapa aku belum siap menikah padahal usiaku sudah matang untuk melaju jenjang pernikahan? Yuk, ikutin kisahku bersama suamiku, Zayyan Kalandra

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Tidak Mengerti

Acara ngunduh mantu dimulai pukul sembilan pagi. Aira mengenakan busana pengantin sederhana nan anggun, sesuai permintaan Zayyan yang menginginkan segalanya bersahaja, mencerminkan kampung halamannya.

Rombongan Aira tercengang saat melewati jalanan kecil berbatu di antara hamparan sawah, jauh dari hiruk-pikuk kota. Perjalanan hampir satu jam itu membawa Aira ke dunia yang terasa asing baginya.

Sesampainya di sana, mereka disambut among tamu berpakaian adat sederhana, tanpa kemewahan. Tak ada musik keras atau dekorasi mencolok. Aira menatap sekeliling, hingga pandangannya jatuh pada rumah joglo besar dengan dinding bata rendah bercat krem.

"Ini… rumahnya Kak Zen?" Aira membatin.

Di antara langkah yang agak ragu, tiba-tiba tangan Zayyan menggenggam telapaknya. “Hati-hati ya, Aira,” bisiknya lembut.

“Um...” Aira mengangguk kecil.

Mereka memasuki pelataran rumah, disambut hangat oleh keluarga. Di dalam, Aira terkesan dengan tata ruang yang luas dan aroma kayu tua bercampur wangi melati.

Meja panjang dengan kain batik menyajikan hidangan khas desa: jadah, krasikan, pisang rebus, kue rangin, rengginang, emping, dan teh hangat.

Aira dan Zayyan lalu mendekati dua kursi utama tempat sepasang suami istri paruh baya duduk. Aira menggenggam tangan Zayyan erat, berusaha menguatkan diri.

"Assalamu’alaikum, Ibu," sapa Aira sambil menunduk sopan, menyodorkan tangannya untuk mencium punggung tangan wanita itu.

"Wa’alaikumsalam," jawab Ibu Sukamti tanpa senyum. Tatapannya dingin, hanya menatap Aira sepersekian detik sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain.

Hati Aira langsung mencelos.

“Assalamu’alaikum, Bapak,” Aira mencoba mengalihkan kegugupannya, menyalami pria berkacamata di samping Ibu Sukamti.

“Wa’alaikum salam wa rahmatullah,” jawab Bapak Dikromo sambil tersenyum ramah. Suaranya tenang, hangat, dan penuh penerimaan.

Zayyan menepuk pelan tangan Aira dan mengangguk kecil. Seolah berkata, nggak apa-apa, aku di sini.

Mereka kemudian duduk di kursi dua seat yang sangat sederhana, hanya dibalut kain putih dan renda-renda tipis. Di belakang mereka, dekorasi seadanya menghiasi dinding: anyaman janur, potongan bunga plastik, dan susunan huruf yang terbuat dari kertas karton:

...“Tasyakuran Ngunduh Mantu Zayyan Kalandra ♡ Aira Humaira”...

Tulisan itu tampak sedikit miring, warnanya cerah, cukup mencolok bagi tamu-tamu yang ingin berfoto bersama.

Mata Aira sesekali melirik ke arah Ibu Sukamti yang tetap dingin. Dan beruntungnya, acara ngunduh mantu itu berlangsung singkat. Hanya diisi tausyiah, doa bersama, lalu sesi foto keluarga.

Usai foto, tamu-tamu mulai pulang. Aira menarik napas lega. Saat melihat Papa dan Mama bersiap pulang, Aira berdiri dan menggamit lengan suaminya.

“Ayo, Kak,” ajaknya pulang.

Zayyan dibuat heran, “Ayo ke mana?”

Aira jadi bingung. Mama menariknya sedikit ke samping dan membisik pelan namun jelas. “Aira sayang... kamu harus tinggal di sini malam ini. Kamu nggak bisa ikut Papa Mama pulang.”

“Eh?!” Aira langsung menegang. Wajahnya memucat seketika. “T-tapi kenapa, Mama?”

“Itu sudah bagian dari adat, Ai. Setelah ngunduh mantu, kamu harus tinggal di rumah suami. Nanti biar Zayyan yang ngantar kamu balik ke kota.”

“Sekarang?” bisik Aira.

“Iya, Sayang. Anggap ini awal kamu berumah tangga. Mama tahu kamu bisa. Lagipula kamu nggak sendirian, kamu sama suami kamu.”

Untuk pertama kalinya, Aira benar-benar merasa telah meninggalkan rumah. Kini, ia harus belajar tinggal di tempat baru, dengan orang-orang yang belum ia kenal, dan suami yang belum sepenuhnya ia pahami. Yang paling menakutkan lagi, ibu mertua yang belum sekalipun tersenyum padanya.

Aira berdiri di ambang pintu, menatap mobil Mama dan Papa yang menghilang di tikungan. Ibu Sukamti sudah tak terlihat. Tak ada senyum atau ucapan perpisahan. Aira hanya bisa menggigit bibir. Semuanya terasa asing.

Zayyan mengajak Aira menuju kamarnya, “Yuk, masuk. Kamu pasti capek.”

Saat pintu dibuka, Aira tercengang. Kamar itu terlalu sederhana dan sunyi. Dinding krem pudar, lantai keramik yang dingin, kasur langsung di lantai, meja lesehan kecil, dan lemari kayu tua yang mulai lapuk.

Aira berdiri mematung.

“Maksudnya... apa ini?” bisiknya pelan.

Zayyan menoleh, “Hm?”

Aira menatap cincin di jarinya. Cincin itu berkilau di bawah cahaya lampu gantung yang temaram.

“Aku... aku semakin nggak mengerti,” ujarnya, suaranya mulai bergetar. “Kenapa, Kak Zen? Kenapa kehidupanmu... seperti ini?”

Zayyan diam.

“Kamu memberiku mahar yang sangat besar. Cincin ini,” Aira mengangkat tangannya, “aku tahu harganya... puluhan juta. Tapi kenapa semua ini terasa... berbeda?”

Matanya mulai memanas, namun ia tahan.

“Apa semua itu... hanya topeng? Atau... kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”

“Kak Zen," ulangnya. "Sebenarnya… apa yang udah kamu sembunyiin dariku?” tanya Aira penuh tuntutan.

Zayyan mengernyit. “Maksudmu apa, Aira?"

Aira menarik napas dalam-dalam, mencoba merangkai kata. “Kak Zen… kenapa kehidupanmu terlihat sangat sederhana? Aku nggak mau terdengar matre atau gimana ya, astaghfirullah… aku cuma—aku cuma bingung.”

Matanya menatap sekeliling kamar itu sekali lagi. “Maksudku, kamu punya mahar sebesar itu, mobil, cincin mahal ini…” ia menunjuk jari manisnya, “…dan selama ini kamu terlihat… mapan. Tapi kamu tinggal di desa terpencil seperti ini. Rumahmu… ya, kamu lihat sendiri. Jauh banget dari yang aku bayangkan.”

Zayyan memandangi Aira yang tampak begitu gelisah dan bingung.

“Dan acara hari ini,” lanjut Aira, lebih cepat, “semuanya begitu sederhana, seadanya. Lalu... Mama dan Papa kamu-- aku, aku nggak bermaksud menyinggung, sungguh, tapi mereka terlihat sangat tua dan... seperti bukan orang yang biasa hidup berkecukupan. Aku bingung, Kak… semua ini di luar nalar dan ekspektasiku.”

Zayyan menghela napas pelan, “Terus kalau semuanya nggak sesuai ekspektasimu, apa artinya aku gagal jadi suami?”

“Aku nggak bilang gitu…”

“Kamu kecewa?” Zayyan menatap.

Aira tercekat. “Bukan... bukan kecewa. Aku hanya... kaget. Dan—dan aku merasa seperti aku nggak kenal siapa kamu sebenarnya.”

“Dan kamu marah karena ternyata aku cuma anak desa yang hidup sederhana?” suara Zayyan mulai menegang, meski ia masih menahan nada bicara.

“Bukan marah! Kak Zen, dengar dulu!” Aira mulai gugup. “Aku hanya ingin tahu, kenapa kamu tidak pernah cerita soal semua ini sebelumnya? Kamu selalu terlihat... sempurna. Tapi ini... ini semua terasa janggal, dan aku tidak siap!”

Zayyan menatapnya dalam diam. Kemudian, perlahan, ia melangkah mendekat, meraih kedua tangan Aira, dan menariknya ke dalam pelukan. Aira terdiam dalam dekapannya.

“Aku mengerti, Aira. Wajar kamu kaget. Kita baru menikah. Kamu belum tahu siapa aku sepenuhnya. Tapi aku mohon, jangan nilai aku dari apa yang kamu lihat hari ini.”

“Aku lahir dari keluarga yang nggak punya banyak. Tapi aku kerja keras, Aira. Dan mahar itu… cincin itu… itu hasil jerih payahku bertahun-tahun. Aku ingin kamu merasa dihargai, dimuliakan. Tapi aku juga nggak bisa menyembunyikan siapa aku sebenarnya.”

Aira mulai menangis, "Kamu habiskan uang hanya demi menikahiku. Itu membuatku sakit kak. Sementara, keluargamu hidup jauh dari kata mapan"

“Tidak, Aira. Bukan tidak mapan. Uangku masih banyak. Eh, maksudku Aku nggak mau bikin rumah ini jadi rumah mewah dan aku nggak suka pesta megah. Dan aku selalu bertanggung jawab untuk penuhi kebutuhan keluargaku. Inilah kejujuranku dan aku punya niat yang tulus untuk menjagamu seumur hidupku.”

1
范妮
mungkin biar hemat kuota makanya isinya cuma wa hahaa
范妮
bahasa daerah apakah ini...??
SJR
mampir thor, sukses dalam berkarya 🤗🔥
Aksara_Dee
amorfati Amerta
Aksara_Dee: aku aja nyicil bab gak kelar-kelar ka.. isi kepala penuh kata-kata tapi lagi males ngetik 🫣
Miu Nih.: aahh soo deep 🥺
aku mikir sampe keras sampe2 gk bisa mampir kemana 😆😆 ,, smpe blm punya tabungan bab buat bessyyoookk...
total 2 replies
Aksara_Dee
owalahh kasian..
Miu Nih.: aahh rasanya begini ya kalo kebawa cerita sendiri,, bahaya kalo jadi gamon gini 😱😱

nasib up ku besok piyeeee----
Aksara_Dee: tidak bisa berkata-kata, karena mengenang cerita Marcel di novelku tahun brpa aku lupa. nasibnya sama dengan tukimo.
sampe skrg aku gak bisa move on dr tokoh yg aku ciptakan sendiri huft
total 3 replies
Aksara_Dee
yg penting cintanya mewah
Aksara_Dee: Lo e you too🩷🩷
Miu Nih.: love you full buat kamu akaks~ ❤❤
total 2 replies
Remot Tivi
🤭❤️‍🔥🤨👀😳💢🫢🫣🥺🤯😨
Remot Tivi
🥺🕊️❤️🙏🏼😳😂🙈🔥😢💭🕵️‍♂️
Remot Tivi
🥺💔😤👊😳🧍‍♂️🌀📱🔥🤐😡🙏🫣📷🙄🚪
Remot Tivi
🥹❤️‍🔥😳💔😅🥰🤭🫣👏
Remot Tivi
😲😟
Remot Tivi
😍💖😊🥰😅😳
Remot Tivi
😲🏠💫🥺😰💔🚬💨😭🥵😳
Remot Tivi
😱💔😡😭😞💪
Remot Tivi
😱😬😡😳👀💔
Remot Tivi
😯💔💫
Remot Tivi
😂😅😳😆
Rini Antika
beruntung bgt Aira dicintai secara ugal"an.. semangat terus Up nya cantikku, 🌹 mendarat biar tambah semangat
Miu Nih.: aaahh~ akhirnya aku dapat koment begini. rasanya sepecial banget ❤❤
total 1 replies
Remot Tivi
iklan lewat 🤗 semangat Thor
😢💔😔
Remot Tivi
😲💍🏠😓👰🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!