NovelToon NovelToon
Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:884
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.

Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.

Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 - Karena Ratu

Sejak kecil Syailendra selalu 'disembunyikan' dari semua orang. Ia tak pernah diajak ke acara pertemuan keluarganya dengan klien, tak pernah diajak foto keluarga, tak pernah pula dipamerkan pada dunia bahwa ayah dan ibunya memiliki putra sepertinya.

Syailendra tidak tahu apa alasan kenapa ia begitu dibedakan. Sewaktu kecil, Syailendra sering menyalahkan dirinya sendiri karena sang ayah bilang ia sangat nakal. Oleh karena itu Syailendra selalu berusaha menuruti mau ayah dan ibunya serta membuat mereka senang. Namun tak juga perhatian itu ia dapatkan.

Gunawan Prasetya. Siapa yang tidak kenal nama itu? Dia adalah pengusaha terkenal di kota Bandung yang bergerak di bidang resort dan perhotelan. Sempat pula mencalonkan diri menjadi anggota dewan walau kalah dari hasil suara. Ayah Syailendra orang besar. Namanya tercantum dalam wikipedia Indonesia. Namun setiap kali melihat bibliografi sang ayah, hati Syailendra sesak sendiri. Tak ada namanya di sana. Hanya ada nama sang adik yang menjadi anak satu-satunya dari sang ayah dan ibu.

Syailendra adalah pangeran yang terkurung dalam menara. Ia kaya raya, tapi tidak bisa menikmati harta kekayaannya sendiri. Pergi ke sekolah sehari-hari dengan bis agar terlihat seperti orang susah. Semua itu atas perintah sang ayah yang tidak mau orang lain mengetahui identitas aslinya. Mungkin itulah alasan kenapa Syailendra tidak pernah pergi naik motor selama ini ke sekolah. Bukan karena ia miskin seperti yang Heri katakan, namun ada alasan di balik itu semua.

"Kapan aku bisa naik motor ke sekolah, Pa? Adik aja dibeliin motor. Masa aku enggak?"

"Nanti beli sendiri kalau kamu sudah kerja. Setidaknya jika orang-orang bertanya kamu dapat uang dari mana, kamu bisa menjawab dari hasil jerih payahmu sendiri. Pokoknya berhenti nyusahin Papa sama Mama!"

Kata-kata itu masih melekat di benak Syailendra hingga detik ini. Rasanya hidup Syailendra tidak ada artinya. Ia saja tidak tahu untuk apa ia hidup di dunia ini kalau kelahirannya tidak diinginkan oleh kedua orang tua. Di saat mereka jalan-jalan keluarga keliling Indonesia--bahkan pernah jalan-jalan ke Eropa, ia tidak pernah diajak. Alasannya—

"Kalau kamu pergi, siapa yang jaga rumah? Sudah, kamu di sini aja. Nanti Papa bawakan oleh-oleh."

Itulah alasan kenapa Syailendra yang kaya raya itu begitu awam menginjakkan kaki di Ibukota. Karena Syailendra memang tidak diizinkan pergi ke mana-mana. Geraknya ditahan, ia dikurung saking takutnya sang ayah ada orang yang tahu latar belakang keluarganya.

Syailendra harus selalu sehat, tidak boleh sakit atau pun terluka tubuhnya. Itu semua bukan karena sang ayah menyayanginya, melainkan karena takut jika ia masuk rumah sakit, sang ayah akan dipanggil oleh dokter untuk melunasi tagihan rumah sakit.

Ya, semalang itu hidup Syailendra sebelum bertemu Ratu. Jadi sekarang paham kenapa Syailendra begitu mencintai Ratu, 'kan? Bahkan digantung tanpa kepastian pun ia tidak keberatan karena hanya Ratu yang ia punya di dunia ini....

"Syai, ayo masuk."

Suara Ratu serta tepukan di bahunya membuat Syailendra sadar dari lamunan. Sekali lagi ia tatap objek di depannya. Hotel megah bernama Grand Krista ini ternyata cukup mewah jika dilihat secara langsung. Syailendra mendadak mati kutu. Bagaimana jika ayahnya datang berkunjung ke hotel ini sehingga kehadirannya di sini diketahui? Bisa habis dirinya diamuk.

"I—iya." Syailendra menjawab dengan gugup.

Dan setelahnya mereka berempat masuk ke dalam hotel untuk melakukan check-in. Sembari menunggu di lobi, Syailendra pandangi seluruh sudut lantai satu hotel ini. Mewah, ini benar-benar mewah. Syailendra tidak menyangka ayahnya memiliki aset semegah ini, dan dengan tega membuatnya menjadi anak tak terurus macam orang susah.

"Mewah banget, 'kan, hotelnya? Gue yakin lo pasti senang banget diajak ke tempat megah gini, Ndra. Baru pertama kali kan lo ngerasain fasilitas kayak gini? Biasanya mana pernah," ledek Heri remeh.

Mau menyangkal, yang diucapkan Heri tak sepenuhnya salah. Faktanya, sekaya apa pun keluarganya, ia tetaplah anak yang tak dianggap. Tak bisa merasakan seluruh fasilitas itu.

"Udah, jangan mulai deh." Sasa menegur.

Tampak Ratu dan Bu Susan memanggil mereka dari arah meja resepsionis. Mereka pun menuju ke kamar yang telah disediakan untuk beristirahat. Heri sekamar dengan Syailendra, sementara Sasa sekamar dengan Ratu. Kamar mereka ada di lantai 5.

"Key cardnya jangan sampai hilang ya. Jaga kesopanan kalian," tegur Bu Susan sebelum akhirnya mereka berpisah untuk menuju kamar masing-masing.

"Aku ke kamar dulu, ya. Badan aku pegel. Mau istirahat dulu. Ntar malam kita kumpul lagi buat latihan," pamit Ratu.

Dan setelahnya terlihat Ratu menggandeng Sasa menuju kamar mereka yang berada di lorong sebelah kiri. Sementara kamar Syailendra dan Heri berada di sisi sebelah kanannya.

"Lo masih terpukau kayaknya ngelihat kemewahan tempat ini. Udah, santai aja. Gue pun juga kok. Ntar kita renang deh ya. Gue kepengen renang. Mau ajak Sasa nggak mungkin. Bisa-bisa digeplak gue sama Bu Susan. Hahaha." Heri tertawa sambil membuka pintu kamar.

Syailendra menggeleng samar, mencoba fokus pada apa yang ada di depannya saat ini. Untuk sekarang, mumpung tidak ada Gunawan di sini, Syailendra akan memanfaatkan semuanya sebaik mungkin. Meski sejujurnya ia takut jika tiba-tiba sang ayah datang berkunjung ke hotel ini dan mendapati dirinya melaksanakan olimpiade.

Malam tadi semuanya beristirahat untuk memulihkan tenaga. Mereka bertemu sebentar untuk makan malam, lalu kembali ke kamar masing-masing karena ingin tidur cepat.

Pagi harinya Syailendra sudah bangun. Sementara Heri masih molor di ranjang sebelahnya. Tanpa membangunkan anak itu, Syailendra membuka jendela, menampilkan pemandangan gedung pencakar langit yang saling berjejer menembus awan. Syailendra tersenyum cerah. Masih seperti mimpi rasanya menikmati fasilitas dari ayahnya secara tidak langsung. Kalau Syailendra yang minta sendiri mana boleh?

Tak sabar ingin jalan-jalan ke sekeliling hotel, Syailendra pun buru-buru membasuh muka dan menggosok gigi. Setelahnya ia keluar dari kamar dengan niatan mencari sarapan pagi.

Syailendra bersenandung riang. Sejenak ia melupakan permasalahannya dengan sang ayah. Ia telusuri lantai ini sampai ke balkon, lalu turun ke bawah menggunakan lift. Saat ingin keluar dari lobi hotel itu. Syailendra merasakan hawa yang sangat panas karena sudah banyak kendaraan yang berlalu lalang di depan hotel. Dan keadaan di luar tampak macet. Seperti kebanyakan berita tentang Ibukota yang ia dengar selama ini. Penuh polusi....

Melangkah ke luar hotel, Syailendra melihat banyaknya pedagang makanan di pagi ini, mulai dari nasi goreng, ketoprak dan lain sebagainya. Tiba-tiba Syailendra merasa sesak dan pusing karena berada di tempat seramai ini. Maklum, sedari kecil ia diajarkan untuk menyendiri. Jadi begitu bertemu dengan orang banyak, kepala Syailendra langsung sakit. Rasanya tak kuat berada di luar ruangan seperti sekarang ini, tetapi demi keinginan terdalamnya, dia harus menghapus ketakutan itu semua.

Saat ingin berjalan lagi ternyata ada yang memegang pundak Syailendra dari arah belakang. Menoleh kaget, dapat Syailendra lihat Ratu sedang menatapnya heran.

"Kenapa kamu terkejut seperti itu Syailendra?"

Aku gugup dekat kamu. Jantung aku nggak aman. "Nggak kenapa-kenapa. Aku kaget aja. Mana tau itu penculik yang mau nyulik aku kan? Ini kan kota gede," balas Syailendra asal.

Ratu yang mendengar itu sedikit tertawa dibuatnya. "Ada-ada aja kamu. Mana mungkin kayak gitu."

Syailendra menahan malu karena sudah mengatakan hal begitu kepada Ratu. Dia juga baru menyadari kenapa Ratu sendirian di luar ini. "Kenapa kamu sendiri aja? Emang Sasa mana?"

"Sasa masih molor. Jadi aku tinggal aja. Terus kenapa kamu juga sendirian?"

"Sama. Dia masih tidur. Lama-lama mereka mirip ya? Pantas pacaran."

Keduanya tertawa. Mereka baru menyadari Sasa dan Heri itu selain malas, ternyata juga tukang molor.

"Terus emang kamu mau ke mana ini? Nggak sarapan di restoran?" heran Ratu.

"Iya. Nanti aku ke sana. Aku penasaran sama kota ini. Mau jogging bentar. Hehehe."

Ratu tersenyum geli. "Aku temenin ya? Takut kamu diculik."

Syailendra mengangguk senang. Langsung digenggamnya tangan Ratu dan membawa gadis itu melangkah bersamanya.

Mereka berjalan kaki. Tidak terlalu jauh, hanya di sekeliling hotel ini. Minimal untuk melihat suasana Jakarta di pagi hari. Cuaca yang panas membuat Syailendra tidak nyaman. Ah, Jakarta sangat beda dengan Bandung. Syailendra kurang nyaman berada di kota ini. Benar-benar berisik dan padat sekali penduduknya.

"Aku mau itu!" tunjuk Ratu pada tukang kerak telor yang ada di taman dekat hotel.

Maka Syailendra menuruti mau perempuan itu. Mereka pun membeli kerak telor bersama untuk sarapan. Tentu saja kali ini Syailendra yang mentraktir dari uang saku yang diberikan sekolah padanya selama 4 hari di sini.

Setelah keluar 30 menit, mereka balik ke hotel supaya tidak membuat teman dan juga Bu Susan khawatir dengan tidak adanya mereka. Syailendra merasa bahagia karena ditemani oleh Ratu menjelajah Jakarta meski hanya sebentar. Walaupun di sini berisi, tetapi dengan adanya Ratu, Syailendra merasa semua hal mengganggu itu tidak berarti lagi. Ia mulai menikmati jalanan Jakarta ini.

Itu semua karena ada Ratu di dalamnya...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!