Naila baru saja turun dari bus dari luar pulau. Ia nekat meninggalkan keluarga karena demi menggapai cita-cita yang terhalang biaya. Naila lulus jalur undangan di sebuah kampus negeri yang berada di ibu kota. Namun, orang tuanya tidak memiliki biaya hingga melarangnya untuk melanjutkan pendidikannya hingga memaksanya menikah dengan putra dari tuan tanah di kampung tempat ia berasal.
Dengan modal nekat, ia memaksakan diri kabur dari perjodohan yang tak diinginkan demi mengejar mimpi. Namun, akhirnya ia sadar, biaya perguruan tinggi tidak bisa dibayar hanya dengan modal tekad.
Suatu saat Naila mencari pekerjaan, bertemu dengan balita yang keluar dari pekarangan tanpa penjagaan. Kejadian tak terduga membuat ia bekerja sebagai pengasuh bagi dokter tampan yang ditinggal mati oleh istri yang dicintainya.
#cintaromantis #anakrahasia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Drama Kelas Atas
Meisya melangkah keluar rumah dengan tumit tinggi yang menghentak pelan, seperti menahan emosi agar tak meledak di depan keluarganya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, dan napasnya berat tertahan di tenggorokan. Matahari siang yang terik tak cukup menghangatkan dada yang mendidih oleh amarah.
Ia melihat ke arah mobil yang ia tumpangi saat berangkat ke rumah ini. Akhirnya ia hanya mendengkus. "Aku curiga Bang Marvel juga menyukai si kampungan miskin itu," desisnya.
Ia menatap halaman yang cukup luas, membuatnya sedikit menciut untuk berjalan sendiri. Sejenak, ia menoleh ke arah belakang, berharap ibu dan kedua saudaranya menahan langkahnya untuk pergi. Ternyata, tidak. Bayangan mereka pun tak terlihat.
"Ah, sial. Anak kampung itu benar-benar merebut perhatian keluargaku."
Akhirnya, Meisya berjalan cepat menyusuri halaman rumah Martin. Tumit sepatunya menjejak keras di lantai batu koral, menyatu dengan degup jantungnya yang naik turun tak menentu. Udara siang ini sungguh terasa panas membakar teng kuknya.
Napasnya memburu saat melewati taman samping dan mencapai pintu gerbang utama. Ia membuka gerbang besi tinggi itu dengan kasar hingga engselnya berdecit.
“Merendahkan wanita pilihanku...,” gumamnya lirih, lalu mencibir. “Wanita pilihan, huh. Mama malah belain dia juga? Semua telah direbutnya! Ini tak bisa kubiarkan!"
Meisya terus ngedumel meluapkan rasa kesalnya berjalan hingga pintu gerbang utama. Ia membuka gerbang besi tinggi itu dengan kasar hingga engselnya berdecit.
"Hah! Mana sih orang-orang bodoh itu? Harus kah aku melakukan semuanya sendiri?"
Meisya tak memedulikan pintu gerbang yang masih terbuka. Berdiri di pinggir jalan hendak memesan taksi online.
Tiiiin
Meisya dikejutkan oleh suara klakson mobil yang membuat matanya langsung terbuka lebar saat pengemudinya menurunkan kaca jendela.
"Viiiniii?" pekiknya seakan melupakan kekesalan sejenak.
"Meisya? Kapan balik? Bukannya beberapa waktu kemarin bilang lu masih menjadi general practitioner di salah satu rumah sakit di sana?"
"Iye, gue mau nyelidikin kakak gue," ucap Meisya kembali mengingat rasa kesalnya.
"Yang mana? Martin apa Marvel?" tanya Vini tertarik.
"Itu, yang duda." Meisya melipat kedua tangannya menghela napas yang tadi terasa sesak.
"Kenapa dia?" tanya Vini semakin bersemangat. "Apa dia lagi buka lowongan istri kedua?"
Meisya menatap Vini dengan wajah herannya. "Apa lu nggak denger kabar tentang dia?"
"Kabar apa? Gue udah jarang ketemu kakak lu itu. Gara-gara teringat kelakuannya yang menyebalkan dulu," terang Vini pasrah.
"By the way, lu masih suka sama Kak Martin gak? Katanya dulu gak masalah meski udah punya dua anak?"
"Hmmm, entah lah. Gue kayak gak memiliki kesempatan lagi semenjak pengasuh ponakan lu tinggal di sana," ucap Vini seakan pasrah tapi tak rela.
"Tau nggak si lu, gadis kampungan itu sempet tinggal di rumah gue. Tapi, gue dan mama berhasil mengusirnya dari rumah kami. Papa tuh, kayak sayang banget sama dia. Sampai-sampai, saat keluar pun dikasih duit sama papa."
Mata Meisya terbuka sangat lebar mendengar cerita Vini. "Terus ... Terus?" ucapnya bersemangat.
"Ya nggak rela mak gue. Diambil lagi dong." Vini tertawa puas.
"Eh, taunya setelah diusir, dia dipungut Mas Martin," ucapnya lesu. "Kalau gue biarin tinggal di rumah jadi pembantu, mungkin ceritanya akan lain lagi."
Meisya menoleh cepat, menatap Vini dengan pandangan menyala. "Pungut? Seriusan Kak Martin yang ambil dia?"
Vini mengangguk malas. "Ya iya lah. Siapa lagi? Pas banget anak-anaknya butuh pengasuh. Trus cewek itu ya... tiba-tiba nempel terus ngikutin kakak lu."
Meisya menggertakkan giginya, jemarinya mencengkram tali tas mungil yang diselempangkan di bahu. "Kurang ajar. Tapi untung aja bukan di rumah lu. Kalau di rumah lu, mungkin bapak elu yang diembat. Siap-siap menjanda tuh mak lu."
"Bener juga ya. Ternyata, cewek itu gak sebodoh tampangnya. Polos-polos gimana gitu, tapi langkahnya mencoba menggaet orang kaya—semacam muncul di waktu yang tepat."
"Manipulatif," desis Meisya. "Gue nggak bakal tinggal diam. Kalau keluarga gue gak sadar juga, gue yang akan bantu nyadarin. Lu kudu bantu gue, Vin!"
Vini menyeringai, membetulkan kaca mata hitam di kepalanya. "Dengan senang hati. Ini urusan harga diri juga. Lagian, udah lama gue gak main 'drama kelas atas' beginian."
Mereka berdua saling berpandangan, lalu tertawa kecil penuh arti.
"Permainan baru saja dimulai."
...****************...
Malam itu, suasana rumah tenang. Angin malam menyusup lembut lewat kisi jendela, dan lampu ruang keluarga menyala temaram. Martin duduk bersandar di sofa, secangkir teh di tangannya, sesekali melirik ke arah Naila yang duduk bersila di karpet, merapikan mainan Reivan yang berserakan.
“Dulu,” suara Martin terdengar pelan, “Meisya itu paling sering nangis diusilin Marvel. Tapi anehnya, tetap aja mereka main bareng lagi keesokan paginya.”
Naila tersenyum, tak menoleh, tapi ia mendengarkan.
“Marvel pernah sekali masukkan boneka Meisya ke kulkas. Katanya biar jadi ‘frozen princess’. Hasilnya? Meisya ngamuk, Mama panik, dan aku kena marah karena gak ngawasin mereka.”
Naila terkekeh pelan. “Lucu juga.”
Martin menatap Naila sejenak, lalu lanjut, “Meisya memang cerewet, tapi... dia juga gampang merasa ditinggal. Mungkin karena waktu kecil sering merasa kalah saing sama Marvel.”
Naila akhirnya menoleh. Tatapan mereka bertemu sesaat, hatinya berdesir lalu Naila menunduk lagi.
“Jadi jangan diambil hati, ya,” ujar Martin lembut. “Dia memang keras, tapi... sebenarnya rapuh.”
Naila mengangguk pelan. “Aku ngerti, Mas.”
Martin menyeruput tehnya sebelum berganti topik. “Kamu sendiri... punya saudara?”
“Aku anak kedua,” jawab Naila. “Abangku kerja di Kalimantan, udah lama enggak pulang. Kadang-kadang aja kasih kabar ke ayah, soalnya aku kan nggak punya handphone."
Martin mengangguk, mendengarkan.
“Adikku yang ketiga masih SD. Dan yang paling kecil... baru lima tahun. Dia paling manja. Kalau enggak ada aku, katanya susah makan.”
Martin tertawa pelan. “Pantas kamu bisa dekat sama Rindu dan Reivan.”
Naila mengangguk kecil. “Mereka mengingatkanku sama adik-adikku.”
Martin kembali menatap Naila, lebih lama dari sebelumnya. “Kayaknya kamu udah biasa mengasuh, ya?”
Naila tak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum kecil, lalu membetulkan letak bantal di sebelahnya.
Sementara itu, pada sebuah kafe, suasana mulai sepi. Lampu-lampu gantung temaram menggantung di langit-langit, melemparkan bayangan halus di wajah dua wanita yang sedang menyusun skenario masa depan seseorang.
Vini tengah memainkan sedotan minumnya, ketika Meisya tiba-tiba bersandar ke meja, menatap temannya dengan tatapan penuh maksud.
"Lu bersedia gak, jadi bini lainnya kakak gue?" tanya Meisya tanpa basa-basi.
Vini terdiam. Wajahnya sejenak kehilangan senyum sinis biasanya. “Maksud lo…?”
"Kita wujudkan itu, Vin. Setelah ini, mau gak mau—Kak Martin gak bisa menolak menikahi lu lagi."
...****************...
Izin promo ya kakak semua, siapa tau ada yang mau mampir membaca karya temen Author
a
Mommy Lidya adalah seorang janda dengan satu anak perempuan yang sudah berajak dewasa. Dia terpaksa menyewa seorang pria yang tak lain adalah mantan karyawannya bernama Juan. Mommy Lidya memiliki alasan kuat kenapa dia harus menyewa Juan untuk masuk ke dalam ranah pribadinya. Padahal sebelumnya Mommy Lidya adalah seorang wanita yang paling tidak suka kehidupan pribadinya diketahui oleh orang lain. Saking tertutupnya sampai-sampai Azma sang anak pun tidak begitu dekat dengan sang Mommy.
Hubungan Azma dan Mommy Lidya semakin tegang karena Azma tau Mommy-nya membayar seorang pria muda yang tak lain dia adalah rekan kerjanya, terlebih Juan pernah menyatakan cinta dengan Azma. Azma menuduh Juan hanya memanfaatkan sang ibu, di mana Azma tau betul Juan adalah seorang tulang punggung keluarga.
Ketegangan pun semakin terjadi antara Azma dan Momy Lydia begitupun dengan Juan. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Mommy Lidya sampai membayar Juan untuk masuk ke dalam ranah pribadinya?