Niken menyaksikan perselingkuhan suaminya dengan perempuan yang lebih dewasa, istri orang, dan tetangga dari suaminya. Bukan Niken saja yang melihat adegan panas Reyfan, sang suami bersama Zahra, selingkuhannya. Melainkan ada seseorang lagi yang melihat adegan panas mereka. Hans, suami dari Zahra ternyata menyaksikan semua itu di belakang Niken yang sedang memergoki Reyfan bercinta dengan Zahra di Bengkel milik suaminya.
Hans menangkap tubuh Niken yang lemas karena melihat pergulatan panas Reyfan dan Zahra.
"Jangan menangis, manusia laknat seperti mereka jangan ditangisi!"
"Om Hans?"
"Kita balas perbuatan mereka!"
"Caranya?"
"Kita selingkuh!"
Niken setuju dengan Hans, mereka membuat suatu perjanjian perselingkuhan. Bagaimana kisah Niken dan Hans? Apa mereka terjebak perasaan saat membalas perlakuan pasangan mereka? Apalagi Hans yang sudah lama jatuh hati pada Niken, sejak Hans melihat Niken pertama kalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Pagi harinya, Niken tercenung sendiri menatap keadaan sepi di dapur. Ia mengketuk-ketukan lirih gelas yang sedang ia pegang di meja makan. Pikirannya berkecamuk tidak keruan, apalagi semalam ia susah tidur hanya satu nama, yaitu Reyfan. Semalam Reyfan mengusai pikirannya begitu kuat, hingga membuatnya tidak bisa tidur dan sampai menangis karena mengingat semua yang pernah ia lakukan dengan Reyfan.
Wajar bukan sih, meskipun dikhianati tetap saja kenangan baik dan indah itu muncul diingatan Niken? Ditambah pagi-pagi saat mengaktifkan ponselnya, Niken melihat kiriman pesan dari Rayfan, ia mengirimkan beberap foto yang masih Reyfan simpan. Foto dari mereka pacaran sampai mereka menikah dan bahagia, semua Reyfan kirimkan. Tangis Niken makin pecah, namun ia sadar saat ia mengingat betapa kejamnya Reyfan menduakan dirinya dengan Zahra.
Masih ada sisa air mata di pelupuk mata Niken yang menggenang, ia menyekanya, mencoba tersenyum meski saat ini hatinya belum membaik.
“Apa salah jika aku rindu akan hal yang dulu? Apa salah aku merasakan semua ini, hingga aku tidak bisa tidur semalaman dan sangat ingin bertemu Reyfan? Gak, ini sesuatu yang salah Niken! Jangan mencoba berbelok arah jika tujuanmu belok arah ke tempat yang pernah membuatmu kecewa dan sakit hati!” rutuk Niken dalam hatinya.
Ponsel Niken berdering, Niken melihat nama Reyfan muncul di layar ponselnya, menghubunginya dengan video call. Niken bimbang ingin menerimanya atau tidak. Akan tetapi jainya malah menggeser icon hijau ke atas, dan muncul wajah Reyfan di layar ponselnya.
“Ada apa, Rey?”
“Syukurlah kalau diterima. Kamu sedang apa?”
“Mau bikin sarapan, ada apa sepagi ini Video Call?”
“Masih dalam bahasan yang sama seperti semalam, aku kangen.”
Niken hanya mengulas senyum di depan Reyfan, lalu ia mengalihkan pandangannya karena tidak mau terlalu lama menatap wajah Reyfan.
“Nik, aku pengin ketemu kamu,” ucap Reyfan.
“Gak usah ketemu Rey, nanti timbulnya fitnah. Kalau mau bicara bisa sekarang saja,” ucap Niken, dan masih sama tidak menatap Niken.
“Mau bicara tapi orangnya gak mau lihat aku,” ucap Reyfan.
Niken membuang napasnya kasar, “harus gitu aku tatap kamu begini?” tanya Niken dengan menatap layar ponselnya.
“Ya harus begitu,” jawabnya. “Kamu sembab matanya?”
“Ya, agak sembab sedikit ternyata,” ucap Niken.
“Habis nangis?”
Niken menggeleng, padahal dia memang menangis semalam karena ingat dengan kisah cintanya dengan Reyfan, juga tadi pun menangis saat melihat kiriman foto dari Reyfan.
“Kalau gak nangis kenapa?”
“Semalam lembur tulisan, sampai jam tiga pagi, wajar mata begini,” jawab Niken.
“Oh pantas saja nomormu gak aktif, karena kamu sedang fokus nulis?”
“Ya benar begitu,” jawab Niken.
Jelas Reyfan tahu kebiasaan Niken jika sedang menulis dan tidak mau diganggu. Ponselnya dimatikan, dan dia fokus menulis, sampai jam berapa pun.
Niken baru sadar ternyata Reyfan berada di tempat yang asing bagi Niken. Bukan di rumahnya sendiri, atau di rumah yang ada di bengkel.
“Kamu enggak di rumah Rey? Kok cat temboknya beda?” tanya Niken.
“Ehm ... i—ini aku lagi di ....”
“Rey, Sayang ... ayo sarapan, ini aku sudah selesai masak!”
Teriakan suara perempuan membuat Niken mengangkat alisnya, benar Reyfan tidak di rumah, dia pasti sedang di rumah Zahra. Itu tadi pasti suara Zahra yang memanggilnya, mau siapa lagi kalau bukan Zahra? Benar dugaan Niken, meski Reyfan bilang kangen, dan bilang ingin ketemu, pasti dia sedang bersama dengan perempuan itu sekarang. Tidak meleset firasat Niken.
“Tuh dipanggil istri suruh sarapan! Sudah kalian nikah saja sih, jangan kebanyakan zinah, nanti usahamu makin gak jelas, Rey? Apalagi selalu begituan di bengkel. Kamu itu laki-laki tegas dong? Berani berbuat harus bertanggung jawab!” tutur Niken.
“Aku ingin kembali denganmu, Nik!” ucap Reyfan.
“Gak bisa!” jawab Niken tegas.
Padahal tadi Niken merasakan rindu yang teramat dalam pada Reyfan, bahkan dia sampai ingat saat bersama melakukan hal yang mengasyikan di ranjang mereak. Sempat ada pikiran ingin bertemu Reyfan dan ingin memeluk Reyfan. Seketika semua itu hilang dari ingatan Niken, dan dia langsung menganggap Reyfan adalah laki-laki yang plin-plan dan tidak bertanggung jawab.
“Aku yakin kamu masih mencintaiku, Nik!”
“Aku sudah mencintai laki-laki lain, Rey,” ucap Niken.
“Apa itu Hans?”
“Ya, aku akan menikah dengannya!” jawab Niken.
Padahal Niken sama sekali belum memikirkan itu. Jika Hans bicara serius soal dirinya yang ingin menikahinya saja Niken masih enggan membahasnya. Itu semua karena Niken sedikit trauma, takut dikhianati laki-laki lagi, dan Niken masih belum bisa melupakan Reyfan. Akan tetapi Niken terus berusaha membuang semua kenangan dengan Reyfan, dan melupakan semuanya. Tidak mudah bagi Niken melupakan semuanya, apalagi dengan Reyfan dulu penuh perjuangan dari nol untuk membangun rumah tangganya.
“Apa tidak ada laki-laki lain selain dia? Kenapa harus mantan suami Zahra?”
“Karena mungkin sudah digariskan seperti itu,” jawab Niken.
“Aku akan menemuimu di cafe nanti!”
“Aku mau pergi ke kantor Hans, hari ini aku kerja di sana. Hans butuh bantuanku,” ucap Niken.
Memang begitu adannya, Niken diminta Hans kerja di kantornya, menjadi sekretarisnya.
“Kenapa kamu mau?” tanya Reyfan.
“Hans mengelola perusahaan baru, baru merintis lebih tepatnya. Karena perusahaan utama ia berikan pada Dewa, dia ingin membangun bersamaku, apa salah aku membantu calon suamiku? Aku bukan tipe perempuan yang menikmati hasil saja, tapi aku lebih suka merintis dari nol bersama calon suamiku. Mudah-mudahan saja tidak akan terjadi lagi, ditinggalkan saat sudah sukses, dan dibuang tanpa dikasih apa-apa, padahal aku tidak melakukan kesalahan apa pun! Sudah sana tuh perempuanmu sudah teriak-teriak!”
Niken memutus sambungan video callnya sepihak, karena ia kembali mendengar Zahra teriak memanggil Reyfan untuk sarapan. Reyfan memang setiap hari selalu bersama Zahra. Entah mereka tidur di rumah Zahra atau di rumah Reyfan. Padahal mereka sudah dikecam para tetangga untuk tidak zinah seperti itu, akan tetapi mereka sama sekali tidak memikirkan itu. Reyfan yang masih bimbang, kalau Zahra, dia yang sangat menggebu ingin segera menikah dengan Reyfan.
**
Hans menjemput Niken ke rumahnya. Niken sudah siap untuk ikut ke kantor baru Hans. Hans langsung menyambut Niken dengan pelukan yang hangat dan kecupan di keningnya. Seperti itu jika mereka bertemu, apalagi sebentar lagi Hans akan bilang pada ketiga anaknya dan juga orang tuanya untuk segera menikahi Niken.
“Sudah siap?” tanya Hans.
“Om belum sarapan, kan?”
“Ya belum,”
“Ayo aku sudah masak.” Niken mengajak Hans ke dalam untuk sarapan bersama.
Baru kali ini Hans diajak sarapan bersama, Niken juga tidak ragu dan takut mengajak Hans masuk ke dalam rumahnya, padahal biasanya Niken hanya mengajaknya duduk di ruang tamu, atau di teras, kalau Hasn datang ke rumahnya, kali ini Niken mengajaknya ke dalam untuk sarapan bersama.
Setuju bgt klo niken gk maafin lelaki model begitu