NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 30 Memasuki Gerbang Perubahan

Kehidupan di kosan Saras dan Galuh kembali terasa hening, namun kali ini ada ketegangan yang baru. Setelah kejadian dengan Rangga, Saras semakin tertutup, meskipun ia berusaha untuk tetap kuat. Galuh bisa merasakannya. Ada sesuatu yang bergulir dalam hati Saras, sebuah perasaan yang sulit diungkapkan, bahkan dengan kata-kata. Namun, Galuh tahu bahwa yang paling penting adalah berada di sisinya, tidak peduli apapun yang terjadi.

Hari-hari berjalan lambat, penuh dengan kesibukan kuliah dan rutinitas yang tidak banyak berubah. Namun, ada satu hal yang pasti: Rangga tidak menyerah begitu saja. Ia kembali muncul dalam kehidupan Saras, semakin membuat suasana menjadi tidak nyaman. Galuh merasa marah dan frustasi, tetapi ia tahu bahwa kekuatan Saras untuk menghadapi semuanya lebih besar dari yang ia bayangkan.

Suatu sore, Galuh memutuskan untuk berbicara langsung dengan Saras. Ia tahu ini adalah saat yang tepat untuk membuka percakapan yang selama ini terpendam.

“Sar,” Galuh mulai dengan suara yang lembut, duduk di sebelahnya di meja makan. “Kamu tidak perlu memendam semuanya sendirian. Aku tahu kamu berusaha keras, tapi kamu juga berhak untuk merasa cemas atau takut. Kita semua punya ketakutannya masing-masing.”

Saras hanya mengangguk pelan, namun pandangannya tetap kosong, seperti ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk berbicara. “Aku tahu, Galuh. Tapi... terkadang aku merasa lebih baik jika tidak berbicara. Aku takut, kalau aku terlalu banyak bicara, aku akan terlalu lemah.”

Galuh menggenggam tangan Saras dengan lembut. “Kamu bukan orang yang lemah, Sar. Justru karena kamu mampu bertahan, kamu sudah sangat kuat. Jangan merasa malu untuk merasa takut, itu manusiawi.”

Saras terdiam. Ia menatap tangan Galuh yang menggenggamnya dengan penuh perhatian. Dalam hati, Saras merasa hangat. Ada kenyamanan yang datang dari kedekatan itu. Ia tahu bahwa Galuh benar-benar peduli, dan itu membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

Namun, ketakutan yang menghinggapinya tetap ada. Meskipun ia berusaha untuk menenangkan dirinya, bayang-bayang masa lalu, terutama Rangga, tetap menghantui setiap langkahnya.

“Kamu tahu, Sar,” Galuh melanjutkan, “Kadang, kita nggak bisa mengontrol apa yang terjadi di luar. Tapi kita bisa memilih bagaimana cara kita meresponsnya. Kamu tidak perlu takut untuk melangkah maju.”

Saras menunduk, berusaha untuk memahami kata-kata Galuh. “Tapi... bagaimana jika aku jatuh lagi? Bagaimana jika aku tidak bisa bangkit kali ini?”

Galuh menarik napas panjang dan menariknya sedikit lebih dekat. “Aku akan ada di sini, Sar. Setiap kali kamu terjatuh, aku akan ada untuk membantu kamu bangkit. Jangan pernah merasa sendirian.”

Mereka duduk bersama dalam keheningan, hanya ada suara detakan jam yang teratur di ruangan itu. Saras merasa sedikit lebih ringan, meskipun ia tahu bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang dan penuh dengan rintangan. Namun, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—mungkin bukan sepenuhnya, tapi sedikit demi sedikit. Ia merasa bahwa ia memiliki seseorang yang bisa ia andalkan. Itu adalah langkah pertama.

Pagi berikutnya, seperti biasa, suasana kampus kembali sibuk. Galuh dan Saras berjalan bersama menuju kelas, meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hati Saras. Rangga tidak berhenti menghubunginya. Setiap pesan dan telepon dari pria itu membuat perasaan Saras campur aduk. Rasanya seperti ada kekuatan besar yang menariknya kembali ke masa lalu yang penuh dengan kenangan buruk. Tetapi kali ini, Saras bertekad untuk tidak terperangkap lagi.

Ketika mereka berjalan di koridor kampus, tiba-tiba Saras merasakan ponselnya bergetar. Ia melihat nama Rangga tertera di layar. Dengan napas yang tertahan, ia memutuskan untuk tidak menjawabnya. Galuh yang berada di sampingnya, melihat perubahan ekspresi di wajah Saras, langsung mengetahui apa yang terjadi.

“Jangan jawab,” kata Galuh, menatap Saras dengan penuh perhatian. “Kamu nggak perlu terjebak lagi dalam permainan dia.”

Saras mengangguk perlahan. Meskipun hatinya bergetar, ia tahu bahwa kali ini ia harus bisa tegar. Rangga sudah cukup memberi luka yang dalam, dan ia tidak ingin kembali terjebak dalam lingkaran itu.

Namun, perasaan tak nyaman itu masih terus menghantui. Setiap kali ia memikirkan Rangga, ada ketakutan yang muncul. Ketakutan akan masa lalu yang sulit dihilangkan. Ketakutan akan kemunculan kembali bayangan yang seharusnya sudah lama pergi.

Sore itu, Saras memutuskan untuk tidak pulang lebih awal. Ia ingin menghabiskan waktu di perpustakaan, mencoba mencari ketenangan dalam buku-buku yang biasa ia baca. Galuh menyarankan agar ia ikut, tetapi Saras ingin sedikit waktu untuk dirinya sendiri.

“Gak apa-apa, Galuh. Aku cuma butuh waktu untuk berpikir sebentar,” kata Saras dengan suara lembut, mencoba meyakinkan Galuh bahwa semuanya baik-baik saja.

Galuh melihatnya dengan penuh perhatian, namun ia tahu bahwa Saras sedang berusaha mengatasi dirinya sendiri. “Oke, tapi kalau kamu butuh apa-apa, aku di sini, Sar.”

Saras tersenyum kecil, sedikit merasa lebih baik. “Makasih, Galuh. Aku akan baik-baik saja.”

Setelah Galuh pergi, Saras duduk di meja di sudut perpustakaan yang sepi. Ia membuka sebuah buku, namun pikirannya terus melayang. Rangga, kenangan lama, semua itu berputar dalam kepalanya. Ia berusaha keras untuk melupakan, tetapi sulit. Setiap kali ia menutup mata, bayangan itu datang lagi. Rangga, wajahnya, senyumnya yang penuh ancaman. Dan hati Saras semakin berat.

Beberapa saat kemudian, Saras merasakan seseorang duduk di meja yang sama. Ia menoleh dan mendapati sosok yang tidak asing. Rangga. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang berbeda, bukan marah atau penuh amarah, tapi seperti seseorang yang berusaha memahami.

Saras terkejut dan hendak bangkit, namun Rangga lebih dulu berbicara. “Saras... aku cuma ingin bicara. Aku tahu aku sudah banyak salah, tapi tolong dengarkan aku.”

Saras menatapnya, mencoba mengendalikan diri. “Apa yang kamu inginkan, Rangga?”

“Aku ingin kamu tahu, bahwa aku menyesal. Aku nggak pernah bermaksud menyakitimu,” ujar Rangga dengan suara yang lebih tenang daripada biasanya.

Saras terdiam. Semua emosi dalam dirinya bergejolak, tetapi ia berusaha untuk tetap tegar. “Itu semua nggak ada artinya lagi, Rangga. Aku sudah memilih jalanku, dan itu bukan denganmu.”

Rangga menunduk, seolah menyadari bahwa perasaan Saras tidak akan berubah. “Aku cuma... berharap kamu bisa bahagia, Saras. Meskipun aku nggak bisa lagi menjadi bagian dari hidupmu.”

Saras menatapnya dengan tatapan yang sulit dibaca. “Kamu harus benar-benar pergi, Rangga. Aku tidak butuh masa lalu yang kembali menghantui.”

Rangga terdiam, lalu perlahan bangkit dari kursinya. “Baiklah... Aku akan pergi. Aku nggak akan ganggu kamu lagi.”

Saras menghela napas lega. Rangga akhirnya pergi, meninggalkan dirinya sendiri untuk menghadapi apa yang ada di depan. Ia tahu, meskipun jalan ini berat, tetapi ia harus berjalan tanpa beban. Keputusan itu sudah dibuat, dan ia tidak akan menoleh ke belakang lagi.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novel berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih /Joyful/
total 1 replies
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!