GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3. Sari Roti Expired
Kaesang tiba di sekolah, lalu meluncur ke parkiran. Begitu turun dari mobil, Kaesang segera melangkah memasuki gedung sekolah. Kali ini terlihat aneh, tidak ada satupun perempuan yang mengejarnya. Memberinya barang-barang atau makanan. Apa yang terjadi?
Kaesang terus berjalan melewati koridor sekolah, lalu tiba-tiba bertemu dengan gurunya, Tyas, di depan loker.
Keduanya tidak saling menyapa, sampai tiba-tiba buku yang Tyas pegang terjatuh. Tyas segera berjongkok dan mengambil buku-bukunya. Kaesang yang melihat kejadian itu segera membantu mengambil buku Tyas.
Kaesang menyerahkan buku Tyas kepadanya. "Ini buku anda," kata Kaesang formal.
Tyas menerima buku itu dan tersenyum manis. "Terima kasih ya," balas Tyas.
Tanpa sengaja, mata Kaesang melirik ke arah tangan Tyas yang memakai gelang yang terasa familiar baginya. Gelang itu terdiri dari bola-bola kecil berwarna hitam, dihiasi mutiara putih di tengahnya, serta tali kecil yang menjuntai.
Kaesang terus menatap gelang itu, sementara Tyas bangkit dari duduknya dan perlahan melangkah pergi. Kaesang kemudian berdiri dan menuju ke kelasnya. Tapi di sepanjang jalan, pikirannya masih tertuju pada gelang Tyas. Gelang itu mengingatkannya pada gadis kecil yang ada di masa lalunya. Gadis berkuncir dua dengan baju bergambar kupu-kupu.
Entah kenapa Kaesang terus memikirkannya, hingga akhirnya dia tiba di kelasnya. Setelah masuk ke dalam kelas, dia mendapati seisi kelas kosong. Tidak ada seorangpun.
Kaesang akan berjalan keluar, tapi tiba-tiba Zefa berdiri di ambang pintu. Zefa berjalan mendekati Kaesang, di tangannya ada sebuah kotak kecil dan sekuntum bunga merah. Hmm, perasaan Kaesang menjadi tidak enak. Apa gadis ini akan menemb4knya lagi? untuk yang kesekian kalinya?
Sepertinya dia tidak bosan. Penolakan dari Kaesang tidak membuatnya menyerah. Dia terus mengejar Kaesang, sampai hari ini.
Zefa berdiri di depan Kaesang, wajahnya tertunduk. Dia terlihat takut dan gugup. Tubuhnya sedikit bergetar, tapi Kaesang tidak peduli. Dia ingin segera pergi dari sana. Kehadiran Zefa membuat moodnya berubah burvk.
"K-Kae, kamu udah tau kan kalau aku itu suka sama kamu. Aku nggak akan pernah nyerah Kae buat dapetin kamu. Aku akan terus berjuang dan berusaha buat dapetin cinta kamu. Kae, hari ini aku bawain kue buat kamu, kue dan bunga ini aku kasih ke kamu sebagai lambang cinta aku ...
Ehm, kamu mau kan jadi pacarku? aku mohon Kae, jangan tolak aku lagi. Aku sudah cukup lelah. Aku mohon terima aku," Zefa mengemis-ngemis cinta kepada Kaesang. Dia memohon-mohon pada Kaesang agar Kaesang menerima cintanya.
Zefa memberikan kotak dan bunga yang di pegangnya pada Kaesang, tapi Kaesang yang tidak menyukai itu segera menepisnya dan membuatnya jatuh berserakan di lantai.
Bunga mawar merah itu Kaesang injak hingga hancvr, sementara kotak yang berisi kue dia geser dengan kakinya sedikit menjauh.
Kaesang mendekati Zefa dengan tatapan tajam dan penuh kemarahan, seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.
"Lo nyadar nggak sih, kalau semua kelakuan dan omongan lo itu murah4n?!" kata Kaesang tajam, penuh amarah.
Zefa yang terkejut segera membalas. Matanya berkaca-kaca, tidak percaya jika Kaesang akan mengatakan hal itu kepadanya. Sangat sakit mendengarnya, dia ingin menangis. Tubuhnya bergetar, air matanya perlahan mengalir.
"Kok kamu ngomongnya gitu?" tanya Zefa, pipinya menjadi basah oleh air mata. Dia tidak mengusap air matanya yang mengalir, dia tetap membiarkan air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
Kaesang semakin geram. "Ya emang kenyataannya begitu, gue udah nolak Lo berkali-kali tapi Lo tetep ngejar gue. Itu artinya Lo mur4h. Punya harga diri nggak?! Sebagai cewek Lo tuh nggak tau malu, nggak ada cowok yang menghargai Lo!" kata Kaesang dengan maksud menegaskan kepada Zefa bahwa dia tidak mencintainya dan agar Zefa tidak mengejarnya lagi.
Tapi tanpa sadar Kaesang justru menghin4 Zefa, membuat hatinya hancvr berkeping-keping.
Tiba-tiba kedua teman Zefa, Lina dan Zelyn masuk kedalam kelas, mendekati Zefa. Mereka menenangkan Zefa yang tengah menangis.
Lina menoleh kearah Kaesang, tatapan matanya tajam, seperti elang.
"Hey, cowok kutub, Lo tuh nyadar nggak sih kalau omongan lo tadi cuma nyakitin Zefa aja. Sebagai cowok Lo tuh nggak pantes ngehin4 Zefa kayak gini ...
Kaesang, gue tau Lo nggak suka sama Zefa dan ngerasa risih saat dia ngejar-ngejar Lo kayak gini, tapi Lo inget satu hal, Lo bakalan nyesel udah pernah sia-siain orang setulus Zefa kayak gini!" kata Lina sembari berteriak.
Zefa membalikkan badannya dan pergi dari sana, Zelyn mengejar Zefa, sementara Lina masih tetap berada di tempatnya.
"Gue nggak akan pernah nyesel. Lo tau, temen Lo itu mur4han. Cewek nggak jelas yang tiap hari nggak ada kerjaan dan cuma ngejar-ngejar gue. Lo kasih tau temen Lo ya, jangan pernah ganggu gue atau dia bakalan nyesel seumur hidup!" Kaesang segera pergi dari sana, keluar kelas.
Kaesang melangkah menuju ke aula, baru saja dia teringat jika hari ini akan ada sosialisasi dari sebuah kampus ternama di Jakarta. Kaesang yang malas tidak pergi kesana, dia pergi ke kantin dan menuju ke kios yang berada di ujung utara.
Ketika dia sampai disana, di dalam kios dia melihat Tyas sedang duduk sendirian sambil menikmati makanannya. Tanpa ragu, Kaesang memasuki kios dan duduk sedikit jauh dari Tyas.
"Tolong satu porsi bakso dan satu gelas es teh," pesan Kaesang sembari mengangkat tangannya.
"Oh baik mas, Kae. Ada lagi yang mau dipesan?" tanya si penjual.
Kaesang menggeleng. "Nggak, itu aja." sahut Kaesang.
Si penjual pun pergi membuatkan pesanan Kaesang. Tyas menoleh kearah Kaesang, sejenak dia menatap Kaesang lama, tanpa berkedip. Hingga akhirnya dia berucap. "Kamu kok nggak di aula? semua siswa siswi ada disana loh sekarang," kata Tyas.
Kaesang menoleh kearah Tyas. "Nggak, males." hanya itu yang Kaesang ucapkan, setelahnya dia memalingkan wajahnya kearah lain.
Tyas menghela napas panjang, menggelengkan kepalanya. "Harusnya kamu kesana. Siapa tau penting kan? semua murid disuruh kesana loh," lagi Tyas.
Kaesang kembali menoleh kearah Tyas. Kali ini dari tatapan matanya terlihat bahwa Kaesang merasa kurang nyaman dengan ucapan yang diucapkan oleh Tyas. Meskipun tidak mengatakannya secara langsung, dari tatapan matanya sudah terlihat jelas.
"Itu cuma sosialisasi kampus Bu, anda tidak perlu khawatir. Saya juga nggak berminat kuliah disana. Kampusnya jel3k, dosennya tua-tua, saya nggak suka!" ucap Kaesang blak-blakan. Tanpa sensor atau rasa tidak enak.
Tyas menyahut. "Hey, jangan gitu, nggak baik. Dengan kamu ngomong gitu sama aja kamu udah ngehina kampus itu. Bisa jadi masalah loh kalo sampe ada yang tau," Tyas berusaha mengingatkan Kaesang, tapi Kaesang tetaplah Kaesang.
Dia tidak bisa menerima nasehat semudah itu. Apalagi jika nasehat itu datang dari orang lain. Dia tidak menyukainya.
Kaesang mendekatkan dirinya pada Tyas, menatapnya dengan sangat dekat. Tyas terkejut Kaesang mendekatkan tubuhnya seperti ini. Dia deg degan, wajah tampan Kaesang terpampang jelas di hadapannya.
"Kalo makan yang rapi dong Bu, di bibir ibu ada nasinya tuh," Kaesang mengusap bibir Tyas yang terdapat beberapa butir nasi dengan tangannya.
Tyas terkejut, ia terdiam seperti patung, sampai akhirnya pesanan Kaesang selesai dibuat dan Kaesang menikmati makanannya itu.
Setelah makanannya habis, Tyas keluar dari kios, kembali ke ruang guru. Tak lama setelah itu Kaesang juga keluar, dia menuju ke kelasnya, tapi di tengah jalan, dia dicegat oleh beberapa wanita yang menyerupai ondel-ondel, yang wajahnya seperti campuran tepung terigu dan tapioka.
Ketiga wanita itu mendekati Kaesang, salah satu dari mereka dengan manja memainkan rambutnya.
"Kaesang, jadi pacarku yuk," ucap salah satu dari wanita itu. Mungkin bosnya.
Kaesang tidak menjawab. Wanita itu kembali berkata. "Kalau kamu jadi pacarku nanti kamu aku ajak liburan keliling dunia. Kita pergi ke Italia, London, US, dan banyak yang lainnya. Aku bakal beliin kamu banyak jam mewah dan kemeja bagus. Kamu jadi pacarku ya, aku mohon,"
"Dasar sari roti expired, nggak punya malu apa ya, bisa-bisanya dia nemb4k gue kayak gini. Dasar stupid!" ucap Kaesang di dalam hati, menatap tidak suka ke arah ketiga wanita di depannya.
Wanita itu yang dari name tag-nya bernama Ricewhite Diana Nasution terus memohon-mohon kepada Kaesang. Kaesang tidak mempedulikannya. Dia segera pergi dari sana, menuju ke kelasnya.
Setibanya di dalam kelas, suasana yang tadinya sepi mulai ramai. Di sana terlihat banyak siswa dan siswi, terkecuali Zefa dan kedua temannya.
Kaesang tidak melihat mereka disana. Hingga tiba-tiba ada seorang guru masuk.
Setelah sang guru memasuki ruangan, semua murid duduk di bangkunya masing-masing.
"Kaesang, pak Indra ingin bicara dengan kamu di ruangannya." ucap guru itu. Rupanya guru matang dengan mengenakan jilbab itu datang ke kelasnya karena ingin memanggilnya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Kaesang bangkit dari duduknya dan mengikuti guru itu ke ruangan kepala sekolah. Selain sebagai pendiri sekolah ini, ayahnya juga menjabat sebagai kepala sekolah.
Setibanya di depan ruangan papanya, guru tadi pun pergi. Kaesang mengetuk pintu dan masuk.
Begitu di dalam, dia menemukan papanya sedang duduk di kursinya dan menatapnya tajam. Seperti akan marah saja.
Kaesang menghampiri meja papanya dan duduk di kursi di depannya yang tersekat sebuah meja.
Tanpa banyak kata, papanya segera berucap. "Maksud kamu apa Kae dengan ngehin4 Zefa kayak tadi? dia nangis-nangis loh, tadi seorang guru lapor ke papa dan ngasih tau ini ...
Kamu apa-apaan sih Kae? maksud kamu apa? kenapa kamu lakuin itu?" cecar papanya.
Kaesang melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap kearah papanya malas. "Cuma mau menegaskan aja sama dia agar dia nggak gangguin aku terus. Aku capek pa, dia nggak mau berhenti ngejar aku."
Kaesang akan berdiri dari kursinya sampai Indra menghentikan langkah Kaesang. "Tunggu Kae. Ehm, kamu minta maaf ya sama dia, dia nggak mau masuk kelas loh, sekarang dia lagi ada di perpustakaan ...
Kamu tolong datengin dia ya dan minta maaf. Papa nggak enak Kae sama dia. Papanya itu adalah penyumbang dana terbesar di sekolah ini," beritahu Indra.
"Nggak mau dan nggak peduli! sampai kapanpun aku nggak akan pernah minta maaf sama dia. Aku mau keluar, pelajaran sebentar lagi akan dimulai." Kaesang membalikkan badannya, keluar dari ruangan papanya dan kembali ke kelasnya.
Di perpustakaan sekolah, Zefa terus menangis. Dia membuka buku tapi tidak membacanya. Dia hanya menggunakannya sebagai tisu hingga semua halamannya basah.
"Kenapa dia tega banget sih sama gue?! apa kurangnya coba gue? Gue udah cantik, kaya, ratunya para siswi lagi di sekolah ini. Kenapa sih susah banget buat Kaesang nerima gue? apa gue kurang s3ksi ya? bibir gue kurang monyong?
Arrghh, nggak!! Kaesang harus jadi milik gue. Apapun yang terjadi dia harus jadi milik gue!!" Zefa mulai berteriak-teriak tidak jelas disana. Beruntung saat itu sepi, tanpa seorang pun di sekitarnya, sehingga dia bisa meluapkan perasaannya, tanpa takut ada yang memarahinya.
Bersambung ...