Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantry
Sikap Jaka kembali dingin pada Mia, bahkan semalam rencana makan, tak jadi terealisasi, karena pria itu hanya mengantarkannya ke parkiran stasiun dan pergi begitu saja, tanpa berucap sepatah katapun.
Dan Mia kembali bertemu dengan Jaka, saat dirinya mengantarkan berkas menuju ruangan CEO. Pria itu bahkan tak menyapanya, seolah kejadian kemarin di parkiran, tak berarti apa-apa.
Mengingat hal itu, membuat mood Mia seketika menjadi memburuk, apalagi periode menstruasinya baru datang tadi pagi.
Sekembalinya dari ruangan CEO, Mia yang biasa ceria, memasang wajah masam, dan tak menanggapi guyonan rekan satu divisinya.
"Lo kenapa, gue perhatiin habis di ruangan Pak Dimas, Lo manyun mulu. Apa Lo abis kena semprot lagi? Kali ini gara-gara apa lagi? Apa mungkin bos belum dikasih jatah sama Rumi?" tanya Indah. Keduanya sedang makan siang bersama di pantry, menyantap bekal yang dibawa sendiri dari rumah.
"Tadi pagi baru mens, jadi males ngomong aja." sahut Mia sambil terus mengunyah makanannya.
"Kirain abis kena semprot lagi gara-gara tetangga."
Mak Jum sempat datang mengantarkan camilan untuk kedua perempuan penghuni divisi keuangan itu.
"Mbak, kayaknya gue mau cash bon lagi bulan depan."
"Nyambung-menyambung terus, ya! Kagak ada jedanya nih."
"Buat persiapan semesteran nya Nia, sama bayar kontrakannya, kan udah jatuh tempo."
Mia memiliki adik perempuan yang berkuliah di luar kota, dan satu adik laki-laki berusia sembilan tahun bernama Gio.
"Generasi roti lapis, Kayak kagak ada waktu buat napas, ya Mi?"
"Nggak apa-apa lah, yang penting keluarga bahagia, biar kita sendiri yang nangis diam-diam di pojokan."
Indah terkekeh di sela-sela makannya. "Yakinlah, suatu saat masa sulit ini akan berakhir, gue juga pernah ngerasain kayak Lo, walau sampai sekarang masih ngerasain juga, tapi nggak separah elo, sih!"
Di negara ini, sudah menjadi aturan tak tertulis. Jika anak pertama yang sudah bekerja, harus menopang ekonomi keluarga. Layaknya lingkaran setan yang tak akan pernah terputus.
Jangankan untuk menabung dana darurat, tidak gali lubang tutup lubang saja tiap bulan, sudah sangat bersyukur.
"Gue nggak masalah, mbak! Yang penting ibu dan adik-adik hidup dengan nyaman."
Pintu ruang pantry terbuka, sosok lelaki berkemeja cokelat muda datang membawakan kotak. "Hei ciwi-ciwi, gue cari di kantin, nggak taunya nangkring di mari." katanya seraya mencuci tangan, setelah meletakan kotak berwarna kekuningan dengan logo kue ternama.
"Dari mana, Go? Gue udah beli rujak lagi." Seru indah mulai membuka kotak.
Pria yang memiliki jabatan sebagai asisten manager itu duduk di kursi kosong di antara dua rekan satu divisinya. "Tadi gue abis ikutan meeting sama klien, di restoran mall, pas balik Jaka ngajak mampir, katanya pengen beliin donat buat staf keuangan."
"Tumbenan tuh muka lempeng, ada angin apaan? Apa kesambet gara-gara Fero keluar?" tanya Indah bingung.
Ringgo mulai membuka bungkusan potongan buah yang ada di depannya, dia mengambilnya satu yang berwarna merah dan memakannya. "Dia cuman ngomong, buat gantiin makan malam." Sahutnya santai.
Indah semakin heran, lalu menatap gadis yang memakai blus hijau tua, yang ditatap justru menaikan bahunya.
"Udah nggak usah dipikirin, yang penting divisi kita kenyang, banyak makanan terus." Sela Ringgo.
"Ya aneh aja, Go! Jaka si muka lempeng, kulkas empat pintu melebihi si Fero, bisa-bisanya kayak gitu. Seumur-umur kerja di sini, gue nggak pernah lihat dia ketawa, kok ini nggak ada angin, nggak ada hujan, tiba-tiba kasih donat. Benar-benar kesambet setan itu orang."
"Ya mungkin kayak si Fero. Ingat nggak, waktu dia deketin Gita, hampir tiap siang, divisi kita dikirimin desert, Lo bahkan bisa bawa pulang." Ujar Ringgo.
"Ah masa sih?" Indah tak percaya. "Masa iya Jaka deketin Raisa? Nggak mungkin banget kayaknya, apa jangan-jangan Jaka lagi deketin ..." Mata Indah tertuju pada gadis berusia dua puluh delapan tahun di depannya.
Yang ditatap mendadak tersedak makanannya sendiri. Uhuk ... Uhuk ... Ringgo membukakan Tumbler dan memberikannya pada Mia, dia juga bangkit seraya menepuk punggung gadis itu.
Bersamaan dengan itu pula, seorang pria dengan setelan formal, datang membuka pintu pantry. "Ngapain Lo bang?" tanya dengan nada meninggi.
"Eh Ka! Ini si Mia keselek." Ringgo memberikan alasan.
"Tapi nggak usah pegang-pegang dong, kan ada Mbak Indah. Ingat Lo udah punya Raina." Jaka mendekat dan mengambil alih menenangkan Mia, yang belum pulih dari tersedak nya.
Ringgo menjauh seraya mengangkat tangannya, sementara Indah menganga tak percaya, dengan apa yang dilihatnya.
Sekertaris CEO yang terkenal dingin dan pelit senyuman, terlihat panik hanya karena salah satu staf tengah tersedak. Suara yang biasa terdengar sinis, sekarang melembut.
"Udah nggak apa-apa, kan? Kenapa bisa tersedak segala sih?" tanya Jaka khawatir, dia melihat makanan yang ada di hadapan gadis pujaannya, "Kamu keselek sambel rujak, astaga Mia!" tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung itu.
Mia segera tersadar, dia menatap bergantian dua rekan divisinya. "Saya nggak apa-apa kok, Pak! Terima kasih sudah mengkhawatirkan saya." Dia merasa canggung.
Jaka menarik kursi agar lebih dekat dengan gadis pujaannya. "Lain kali kalau mau makan rujak sambelnya jangan pedas-pedas, ya!" pesannya dengan nada super lembut. "Oh ya, aku beliin kamu donat, kamu suka toping apa? Aku ambilkan." Dia membuka kotak kekuningan itu, dan menyodorkannya pada Mia.
Dan sekali lagi, tatap mata Mia tertuju pada rekan divisinya, rasanya dia tak enak pada mereka. Mia takut mereka berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
"Ayo pilih, kok malah bengong?" desak pria berkulit sawo matang, tapi tampan.
Tatap mata Mia kembali tertuju pada pria yang tadi malam dan pagi mengabaikannya. "Nanti saya ambil sendiri, Pak!"
Jaka kembali meletakan kotak itu, lalu menopang dagunya, menatap gadis yang mengenakan blus hijau tua. "Ya udah, nanti di makan ya!" Dia kemudian bangkit, "Aku kerja dulu," sebelum beranjak, Jaka sempat mengelus kepala Mia.
Sepeninggal kulkas empat pintu. Tiba-tiba Ringgo mendesis, karena Indah mencubit lengannya. "Eh, beneran nggak mimpi." gumam perempuan beranak satu itu
"Nggak nyangka, Ndah! kayaknya bener kata Lo, si Jaka kesambet, masa iya dia bisa ngomong lembut sama orang. Benar-benar momen langka, harusnya gue rekam tadi."
"Apaan sih kalian? Nggak usah lebay deh, kan wajar atasan mengkhawatirkan bawahannya! Jadi nggak usah mikir yang enggak-enggak." Meski rasanya gugup, Mia berusaha bersikap biasa saja. "Mbak, Gue ambil rasa tiramisu sama matcha, ya!" katanya seraya mengambil dua potong kue, untuk dipindahkan ke kotak bekalnya.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻