Leo XII, Raja Kejahatan Dunia, adalah sosok yang ditakuti oleh banyak orang, seorang penguasa yang mengukir kekuasaan dengan darah dan teror. Namun, ironisnya, kematiannya sama sekali tidak sesuai dengan keagungan namanya. Baginya, itu adalah akhir yang memalukan.
Mati karena murka para dewa? Sungguh lelucon tragis, namun itulah yang terjadi. Dalam detik-detik terakhirnya, dengan sisa kekuatannya, Leo XII berusaha melawan takdir. Usahanya memang berhasil—ia selamat dari kematian absolut. Tapi harga yang harus dibayarnya mahal: Leo XII tetap mati, dalam arti tertentu.
Kini ia terlahir kembali sebagai Leon Dominique, dengan tubuh baru dan kehidupan baru. Tapi apakah jiwa sang Raja Kejahatan akan berubah? Akankah Leon Dominique menjadi sosok yang lebih baik, atau malah menjelma menjadi ancaman yang lebih mengerikan?
Satu hal yang pasti, kisahnya baru saja dimulai kembali!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekuatan
Melihat bercak darah yang memenuhi tanah, wanita itu mendengus dengan dingin, matanya menyipit penuh rasa jijik.
"Menjijikkan. Hal seperti ini benar-benar merusak pemandangan," ucapnya dengan nada dingin dan datar. Dia melangkah menjauh, gaunnya yang elegan berayun perlahan, sementara matanya tertuju pada arah tertentu-arah tempat Leo bersandar pada pohon.
Leon, yang sejak awal mengamati dari kejauhan, melambaikan tangannya dengan santai. Dia menyunggingkan senyum seolah mencoba terlihat seramah mungkin. "Halo di sana," sapanya ringan.
Wanita itu berhenti, matanya menatap Leon dengan tajam dan dingin. Jemarinya melilit ujung rambutnya, gerakannya pelan namun penuh kesombongan.
"Jadi, sejak tadi kau hanya menonton, ya? Bukankah seharusnya kau, sebagai seorang pria, membantu seorang wanita dalam kesulitan?" tanyanya sinis, nada angkuhnya begitu jelas.
Leon terkekeh kecil, nada tawanya seperti angin yang berembus di antara dedaunan. "Aku hanyalah pria lemah. Mana mungkin aku bisa menolongmu? Lagi pula, tanpa bantuanku, bukankah kau sudah mengurus semuanya dengan sempurna?"
Wanita itu mendengus, sudut bibirnya melengkung tipis dalam senyuman mengejek. "Sungguh alasan yang menggelikan. Bahkan jika kau lemah, seorang pria tetap seharusnya mencoba. Mati demi melindungi seorang wanita cantik sepertiku adalah kehormatan besar. Ribuan pria di luar sana pasti akan melakukannya tanpa ragu."
Leon tersenyum lebih lebar, namun matanya tetap tenang. "Maaf, tapi aku bukan tipe pria yang akan tunduk begitu saja kepada wanita, meskipun dia cantik," jawabnya dengan nada santai.
Wanita itu mengangkat alis, matanya memindai Leo dengan bosan. "Hmm... Kalau begitu, apa yang sebenarnya kau inginkan? Aku tidak percaya kau hanya berdiri di sini tanpa alasan," tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu yang tersembunyi di balik sikap dinginnya.
Leon menyilangkan tangannya, senyumnya menjadi lebih tipis, hampir seperti seorang pemangsa yang menemukan mangsanya. "Kau menarik. Sangat menarik. Aku melihatmu menggunakan Echo yang diperkuat dengan Aura. Itu adalah kombinasi yang bagus-dan sangat mematikan."
Mata wanita itu menyipit sejenak, sedikit terkejut, namun ekspresinya tetap dingin. "Kau... sepertinya kau tahu banyak hal untuk seseorang yang mengaku lemah," balasnya.
Leon mengangkat bahu dengan santai. "Hal kecil saja. Saat kau memberi perintah 'enyahlah' itu adalah Echo. Dan saat mereka melarikan diri, kau meledakkan tubuh mereka dengan Aura. Trik kecil yang mengesankan, meskipun agak kejam. Jujur saja, aku semakin tertarik padamu," katanya, matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.
Wanita itu mendengus, kali ini dengan sedikit senyum menghiasi bibirnya. "Mengungkapkan rahasiaku, ya? Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan?"
Leon memiringkan kepalanya, menatap langsung ke mata wanita itu. "Aku hanya penasaran. Kau bisa membantai para bandit itu sejak awal. Jadi, mengapa kau membiarkan mereka menghancurkan kereta kuda dan membunuh dua kesatria yang melindungimu? Itu tidak terlihat seperti tindakan tanpa alasan."
Wanita itu menatap Leon tajam, matanya penuh kebencian yang terpendam. "Kalau itu yang kau ingin tahu, aku akan memberitahumu. Aku ingin terbebas dari mereka. Para kesatria itu terlalu mengganggu. Mereka seperti bayang-bayang yang selalu membatasi kebebasanku. Membiarkan mereka mati adalah solusi termudah," katanya dengan nada penuh kesombongan.
Leon mengangguk kecil, meskipun matanya tetap menyipit, jelas dia tidak sepenuhnya percaya. "Sesederhana itu? Entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam," ucapnya, nadanya penuh ketajaman.
Wanita itu mendekatkan wajahnya, bibirnya melengkung menjadi senyuman tipis yang dingin. "Kau sungguh lancang, ya? Menyusup ke rahasia seorang gadis begitu saja. Tidak sopan sama sekali," katanya, nada suaranya tajam seperti bilah pedang.
Leon hanya tertawa kecil, lalu menatap wanita itu dengan ekspresi santai. "Mungkin. Tapi bukankah kau juga penuh rahasia yang menarik untuk dipecahkan?" balasnya, membuat atmosfer di antara mereka semakin intens.
"Baiklah, baiklah. Tolong jawab saja pertanyaanku. Mungkin aku bisa membantumu," kata Leon dengan nada tenang, namun matanya tetap tajam, menyelidik.
Wanita itu menatapnya dengan dingin. "Aku hanya ingin menjadi lebih kuat. Karena kau sudah tahu, maka... matilah!" Dia melontarkan kata-kata itu dengan tatapan tajam, seketika tubuh Leon membengkak seolah akan meledak.
Leon tersenyum tipis, tidak terganggu dengan ancaman itu. "Ingin membunuhku? Terlalu dini." Tanpa panik, tubuhnya kembali normal dalam sekejap, seperti kekuatan itu tidak pernah ada.
Wanita itu terkejut, matanya membelalak. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.
Leon memasukkan tangan ke saku dengan santai. "Aku hanya mengendalikan tiga kekuatan utama milikku. Kau memerintahkan Liquid di tubuhku menggunakan Echo. Tentu saja, aku bisa melawan dengan mudah."
Wanita itu semakin bingung. "Bagaimana itu mungkin? Tunggu... jika kau melawan perintahku, apa maksudmu, kau memiliki kendali yang lebih hebat?"
Leon mengangguk pelan, wajahnya penuh kepuasan. "Itu benar. Kebetulan, kau malah membantuku membuka Aura milikku. Terima kasih untuk itu."
Wanita itu mendengus kesal, menganggap itu semua hanya kebetulan. "Cih, aku tidak bisa membunuhmu kalau begitu."
Leon tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia mendekat, mengangkat dagu wanita itu dengan lembut menggunakan jarinya. "Kau ingin kekuatan, kan? Aku tahu jalan pintas yang cepat. Bagaimana, tertarik?"
Wanita itu menepis tangan Leon dengan kasar, meskipun ada rasa penasaran di matanya. "Katakan, aku akan mendengarkan."
Leon mengaitkan jarinya, tampak serius namun santai. "Manusia memiliki tiga kekuatan utama: Aura, Echo, dan Liquid. Kekuatan ini ada dalam tubuh setiap orang, namun mereka bisa membuka atau tidak, tergantung pada diri mereka sendiri."
Dia mengamati reaksi wanita itu, lalu melanjutkan, "Aura bisa dibuka melalui meditasi. Ada cara yang lebih ekstrem, seperti memaksanya dengan bantuan orang lain. Aku membukanya dengan bantuan darimu, terima kasih sudah membantu."
Wanita itu mendengus, tidak sabar. "Aku sudah tahu itu."
Leon melanjutkan penjelasannya dengan suara datar, "Echo adalah gema yang ada dalam tubuh manusia. Dengan mengendalikannya, bahkan kau bisa membunuh seseorang hanya dengan suara. Lalu ada Liquid, kekuatan untuk mengendalikan berbagai macam cairan."
Wanita itu mulai tampak tidak sabar, wajahnya sedikit kesal. "Ceritakan langsung saja, tidak perlu penjelasan panjang."
Leon menyandarkan tubuhnya, tatapannya tenang. "Cara tercepat untuk mengaktifkan Aura, Echo, dan Liquid adalah melalui hubungan intim. Apakah kau paham sampai sini?"
Wanita itu mengangkat alis, ekspresinya berubah jijik. "Sungguh menjijikkan... Mari anggap saja benar. Kalau begitu, mengapa orang-orang tidak mengetahui hal ini?"
Leon mengangkat bahunya. "Itu mudah, karena mereka tidak tahu caranya. Hubungan intim di sini bukan hanya untuk berkembang biak, tapi untuk melepaskan ketiga kekuatan tersebut secara bersamaan. Semakin banyak Aura yang keluar, semakin banyak Echo yang terdengar, dan semakin banyak Liquid yang terlepas, maka keduanya akan mendapatkan hasil yang berlipat ganda."
Wanita itu terdiam sejenak, memikirkan penjelasan Leon. "Kenapa menurutmu aku mau melakukannya denganmu?" tanyanya, suaranya penuh ejekan.
Leon sangat santai, wajahnya penuh percaya diri. "Mudah saja, jika kau ingin menjadi kuat, segala cara akan dilakukan. Jujur saja, aku juga sangat ingin menjadi kuat."
Wanita itu memandangnya tajam, berpikir sejenak. Lalu, dengan senyuman dingin yang penuh kebanggaan, dia berkata, "Baiklah, aku juga penasaran apakah yang kau katakan itu benar. Sepertinya, dirimu cukup beruntung untuk merasakan Nona ini," ujarnya dengan angkuh.
Leon tersenyum tipis, ekspresinya tetap penuh kepastian. "Tidak masalah jika kau mau. Katakan saja apa yang kau inginkan."