NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Entah Apa yang Merasukiku

"Kalian mau ngapain?"

Tanya mbak Bian ketus saat mas Jems dan mas Raka sudah stand by di samping mobil mbak Bian.

 

"Mau nebenglah, gue kan bareng lo kesini semalam. Jadi gue nggak bawa kendaraan."

Jawab mas Jems.

 

Mas Raka juga mengangguk

"Gue juga kesini nggak bawa kendaraan."

 

"Ogah! Jalan kaki aja sono, lebih sehat!"

Mbak Bian mengangkat bahu cuek, membuka pintu mobil dan membantingnya dengan kuat.

 

Mas Jems dan mas Raka hanya menghela nafas berat, seakan sudah menebak bahwa hal ini akan terjadi. Padahal tadi mood mbak Bian sangat baik, bahkan di antara kami semua mbak Bian-lah yang paling terlihat segar dan sumringah. Kenapa pula tiba-tiba mood mbak Bian berubah jadi jelek begini?.

 

Klakson mobil mbak Bian terdengar tiba-tiba, membuat kami bertiga terlonjak kaget.

"Naik, Cha!"

Perintah mbak Bian. Wajah galaknya menyembul dari kaca yang di turunkan.

 

Dengan cepat aku naik ke mobil mbak Bian, takut kalau mood mbak Bian bertambah buruk. Ini baru kali pertama aku melihat mbak Bian segalak ini dalam sepanjang sejarahku mengenal mbak Bian. Dari dalam mobil aku bisa melihat mas Jems dan mas Raka yang mulai berjalan gontai meninggalkan halaman kos. Kalau saja mood mbak Bian tidak sedang buruk seperti ini, sudah pasti aku akan membujuk mbak Bian untuk memberi tumpangan kepada mas Jems dan mas Raka.

 

"M..mbak"

Panggilku takut-takut.

 

"Hmm?"

 

"Mas Jems nggak apa dibiarin pergi sendiri begitu?"

 

Kalau mbak Bian berlaku semena-mena dengan mas Raka sih aku sudah paham. Toh mas Raka dan mbak Bian ibarat cabe dan cokelat, susah di satuin. Tapi, dengan mas Jems yang merupakan kekasihnya? Bukankah mbak Bian terlalu gegabah?. Bisa-bisa mereka malah bertengkar dan putus.

 

Mbak Bian tak menggubris pertanyaanku, alisnya menghernyit saat memandang ke arah panel penanda safety belt yang terus menyala. Tanpa aba-aba, mbak Bian mencondongkan tubuhnya ke arahku. Begitu dekat sampai aku bisa mencium aroma citrus yang terpancar dari tubuh mbak Bian. Aroma parfum ini adalah salah satu dari banyaknya keanehan mbak Bian. Aroma parfum yang terkesan sangat manly, membuat siapa saja menyadari bahwa aroma ini adalah aroma seorang pria.

 

Setiap kutanya, mbak Bian hanya mengangkat bahu

"Gue suka aromanya, jadi ya gue pake aja."

Ucapnya cuek.

 

Tubuhku hanya bisa kaku saat mbak Bian belum juga selesai memperbaiki safety belt milikku. Usapan nafas hangatnya menyapu leherku, membuat sengatan aneh menjalar di tubuhku.

 

"Rileks aja Cha. Gue jadi susah nih masukinnya."

Entah perasaanku saja, suara mbak Bian terdengar berbeda. Suara serak sekaligus dalam yang belum pernah aku dengar.

"Oke, udah"

Ucapnya sambil memandangku, begitu dekat hingga jarak hidung kami hanya terpisah beberapa centi.

Hembusan nafas mbak Bian menyapu wajahku, membuat pipiku perlahan memanas.

 

Refleks aku langsung mendorong mbak Bian dan memandang asal ke arah luar. Dengan panik aku mengipas wajahku yang aku yakin sudah mirip seperti kepiting rebus.

 

"Panas? AC-nya kurang dingin??"

Tanya mbak Bian dengan ekspresi tak berdosa.

 Aku hanya mengangguk, sama sekali tak berani untuk melirik ke arah mbak Bian. Diam-diam aku menepuk kepala, menghilangkan pikiran gila yang masih menari-nari di kepalaku.

 

Dasar gila kamu Cha!!

Sadar Cha, sadar!!!

Dalam hati aku merutuki ocehan yang Cancan ucapkan kepadaku kemarin.

Andai saja Cancan tak mengoceh seenak jidatnya, pasti aku tak akan bersikap seperti ini! Dasar memang, kawan nggak ada akhlak!

 

***

 

"Nanti kabari gue jam berapa lo mau dijemput."

Ucap mbak Bian sambil membuka safety beltku.

Percayalah aku sudah mencegah agar mbak Bian tak perlu membukakan safety belt untukku. Tapi pergerakan mbak Bian terlalu cepat sebelum aku sempat bereaksi.

 

Sebenarnya ini bukan kali pertama mbak Bian memasangkan atau membukakan safety belt untukku. Tapi bagiku, ini adalah kali pertama aku merasa aneh dan tak nyaman. Duh rasanya otakku ingin menyenandungkan lagu 'entah apa yang merasukimu'. Mungkin aku akan mengganti liriknya menjadi entah apa yang merasukiku.

 

"Ma..ma..makasih mbak."

Jawabku tergagap, membuka pintu mobil agar bisa segera keluar.

 

Tiba-tiba mbak Bian meraih tanganku, ekspresi galak masih tersisa di wajahnya

"Malam ini gue nginap di kamar lo."

Ucapnya yang lebih mirip seperti perintah.

Mbak Bian lalu melepas tanganku. Setelah sedari tadi cemberut, senyum kecil akhirnya muncul di bibir mbak Bian.

 

"Bye bye Cha. Sampai jumpa nanti sore."

 

Aku hanya bisa mengangguk tanpa membalas senyum mbak Bian. Dengan cepat aku langsung keluar dari mobil sebelum mbak Bian menarik tanganku lagi. Mbak Bian melambaikan tangan sejenak, lalu menaikkan kaca mobil dan perlahan mulai melaju meninggalkan parkiran fakultas.

 

Aku memasuki laboratorium dengan langkah gontai dan bahu terkulai lemas. Ini kali pertama aku menyesali keputusanku menyetujui tawaran mbak Bian untuk mengantar dan menjemputku. 25 menit bersama mbak Bian di dalam mobil tadi berasa 25 jam bagiku. Sangat lama sampai rasanya pantatku pegal saking lelahnya. Dengan kesal aku mulai memukul-mukul kepalaku kembali, mencoba menghilangkan pemikiran gila yang tadi menghinggapi pikiranku.

 

"Buset dah. Gue pernah dengar ada penyakit psikologis bernama Self-harm dan gue nggak nyangka ternyata sahabat dekat gue salah satu penderitanya."

Suara prihatin Cancan membuatku sontak memandangnya dengan ekspresi galak. Tanganku langsung terangkat dan mulai memukuli pundak teman tak ada akhlakku ini tanpa ampun. Sementara Cancan dengan tergopoh-gopoh berlari menghindariku sambil mempertanyakan apa kesalahannya.

 

Ingin aku berteriak bahwa kesalahannya adalah mengucapkan tuduhan gila hanya demi 3 potong ayam. Lihat saja, sekarang aku malah tak karuan seperti ini.

"Stop Cha, Stop. Gue tahu dua tangan manusia diciptakan untuk adu jotos. Tapi please jangan disini, gue nggak mau jadi saksi di kantor polisi kalau sampe ada di antara kalian berdua yang berpulang ke rahmatullah."

Siska mulai berdiri di antara aku dan Cancan, menghentikan aksi kejar-kejaran kami yang sudah mulai berubah menjadi pertandingan smack down.

 

Cancan dan aku sudah terkenal di seantero jurusan sebagai praktisi beladiri yang patut disegani. Pernah sekali, ada tiga orang maling yang diam-diam masuk ke dalam laboratorium saat aku dan Cancan tengah berdua saja di dalam laboratorium.

 

Besoknya, sebuah berita besar terpampang di surat kabar kampus. Tiga orang maling dengan wajah babak belur secara sukarela menyerahkan diri kepada satpam.

 

"Udah astaga, udah!"

Siska merentangkan tangannya di antara kami. Membuatku dan Cancan akhirnya menhentikan aksi kami sambil ngos-ngosan.

 

"Lo kenapa sih? Pagi-pagi udah ngegas?"

Teriak Cancan kesal.

 

Aku membalas teriakan Cancan

"Lo yang kenapa. Nggak nyangka persahabatan kita cuma sebatas 3 ayam gepuk!”

 

"Maksud lo? Nggak paham gue. Jadi, pengorbanan gue untuk lo selama ini, lo anggap apa?"

 

Aku membelalakkan mata begitu melihat ekspresi tak berdosa milik Cancan. Aku menghela nafas kuat-kuat, mencoba meredam emosi. Dengan kesal aku berjalan memasuki ruang penelitian, meninggalkan Cancan dan Siska yang melihatku dengan ekspresi bingung.

 

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!