Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3
Beberapa hari lagi, masa cuti Lyra akan selesai. Dia memberitahukan kepada neneknya bahwa dia akan kembali ke kota M beberapa hari lagi. Hal ini cukup mengejutkan neneknya, yang tampak gelisah dan sedikit terkejut. Biasanya, nenek akan merespon dengan lebih tenang, namun kali ini tidak. Tanpa mengatakan apa-apa, neneknya segera bergegas menjauh, tampak terburu-buru. Lyra sedikit bingung, tak tahu harus bagaimana menghadapi perubahan sikap neneknya yang tiba-tiba.
Dari balik jendela, Lyra memperhatikan neneknya sedang menelepon seseorang. Nenek terlihat sangat waspada, seperti sedang berbicara dengan seseorang yang penting, sesuatu yang tidak biasa terjadi.
"Apa yang sedang nenek rencanakan?" pikir Lyra, namun dia hanya menggelengkan kepala dan kembali ke kamar untuk mengemas barang-barangnya.
Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Lyra berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Dapur menjadi tempat di mana ia merasa nyaman, meski nenek entah sedang kemana. Mungkin nenek pergi ke ladang untuk memeriksa tanaman kesayangannya. Lyra melanjutkan tugasnya tanpa terlalu memikirkan tingkah aneh neneknya.
Malam pun tiba, dan Lyra serta nenek duduk untuk menyantap makan malam mereka bersama. Saat mereka sibuk makan, ponsel nenek tiba-tiba berdering. Lyra yang mendengar itu segera mengambil ponsel nenek dan memberikannya pada nenek. Neneknya menjawab telepon tersebut, dan meski Lyra tidak melihat siapa yang menghubungi, ia bisa merasakan ada sesuatu yang berubah pada ekspresi neneknya.
Dalam sekejap, wajah nenek berubah tegang, tampak cemas dan sedih. Lyra, yang khawatir, bertanya, "Siapa yang menghubungimu, Nenek?" Nenek pun menjawab dengan suara berat, "Itu Nenek Luna... Penyakitnya kambuh, dia sekarang di rumah sakit."
Lyra terkejut mendengar kabar itu. Tanpa banyak berpikir, Lyra dan nenek segera menuju rumah sakit untuk menjenguk Nenek Luna. Sesampainya di rumah sakit, mereka mendapati Nenek Luna terbaring lemah di atas ranjang dengan berbagai peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Lyra, yang merasa cemas, meminta nenek untuk menunggu di luar ruangan, lalu ia menghampiri dokter yang baru saja keluar.
"Dokter, apa yang terjadi pada Nenek Luna?" tanya Lyra dengan khawatir.
"Apakah kamu Lyra?" tanya dokter itu, melihatnya dengan tatapan penuh perhatian. Lyra mengangguk, tanpa kecurigaan sedikit pun.
"Nenek Luna sempat kritis, tapi sekarang keadaannya sudah membaik. Oh, kamu boleh masuk, dia sudah menunggumu," jawab dokter tersebut.
Lyra dan nenek pun melangkah masuk ke ruang perawatan. Di dalam, selain Nenek Luna yang terbaring di tempat tidur, ada seorang pemuda tampan yang berdiri di samping ranjang. Wajah pemuda itu terlihat sangat serius, seperti baru saja mendengar kabar buruk. Nenek Via menghampiri Nenek Luna, menggenggam tangannya dengan penuh kasih sayang.
"Bagaimana bisa ini terjadi? Bukankah kemarin kau baik-baik saja?" tanya Nenek Via dengan nada iba.
"Rasanya hidupku sudah tidak lama lagi," jawab Nenek Luna pelan, suaranya hampir tak terdengar. Kemudian, dia meraih tangan Lyra dengan lembut. "Lyra, cucuku... maukah kau mengabulkan permintaan nenek?" tanya Nenek Luna dengan suara lemah.
Lyra terkejut dan mencoba menghibur, "Nenek, apa yang kau katakan? Kau akan baik-baik saja. Tidak ada yang buruk akan menimpamu."
Nenek Luna menggelengkan kepala dengan lemah. "Dengar, cucuku. Aku sudah lama hidup di dunia ini. Bertemu denganmu adalah anugerah yang luar biasa, walau hanya dalam waktu yang singkat."
Lyra menggenggam tangan Nenek Luna dengan penuh kasih. Namun, Nenek Luna, yang tampaknya semakin lemah, menarik tangan pemuda yang berdiri di sampingnya. Ia meletakkan tangan pemuda itu di atas tangan Lyra, lalu menyatukan keduanya.
"Lyra sayang, ini cucuku, Jun. Maukah kau menikah dengannya?" tanya Nenek Luna dengan tatapan serius.
Lyra terkejut, bahkan syok, dengan permintaan yang begitu mendalam dan tiba-tiba. Dia ingin menarik tangannya, namun tak bisa berbuat apa-apa karena melihat ekspresi Nenek Luna yang begitu memohon. Tidak hanya Lyra, pemuda itu pun terlihat sangat terkejut.
"Nenek, apa yang kau katakan? Jangan bercanda seperti itu!" bantah pemuda itu, wajahnya tampak bingung.
"Kau masih saja nakal, Jun. Lihatlah dirimu, kau hanya tahu bermain-main. Lyra adalah gadis yang baik, kalian pasti ditakdirkan bersama," kata Nenek Luna dengan nada tegas.
"Namun, Nek..." rengek Jun, suaranya terputus oleh ancaman Nenek Luna yang semakin keras.
"Jika kau tak setuju, biarlah aku mati saja!" ancam Nenek Luna, sambil menarik jarum infus yang tertusuk di punggung tangannya.
Lyra panik, langsung berlari ke samping nenek, "Nenek, apa yang kau lakukan?!" serunya dengan suara terbata-bata.
"Luna, jangan seperti itu!" seru Nenek Via, yang kini terlihat semakin khawatir.
"Lihatlah, Via, cucuku ini begitu keras kepala. Lyra pun membenciku," tangis Nenek Luna.
"Aku tidak membencimu, Nenek," sahut Lyra dengan suara lembut, "Namun pernikahan itu bukanlah hal yang bisa main-main. Aku dan cucumu tidak saling mengenal."
Namun, Nenek Luna tetap tidak mendengarkan. Dengan penuh rasa kesal dan putus asa, ia melanjutkan aksinya, melepas semua alat medis yang terpasang pada tubuhnya dan mengancam akan mengakhiri hidupnya. Lyra semakin cemas, wajahnya dipenuhi dengan rasa kasihan yang mendalam.
"Baiklah, nenek, berhentilah membuat keributan. Aku akan mengabulkan permintaanmu," kata Jun, akhirnya menyerah.
Lyra menatap Jun dengan mata terbelalak. Apa yang baru saja dia dengar? Namun, tidak ada yang bisa dia katakan. Nenek Luna yang mendengar itu langsung tampak lega dan tenang.
"Benarkah, cucuku? Jangan membohongiku," tanya Nenek Luna, memandang Jun dengan penuh harap.
Jun mengangguk, meskipun wajahnya terlihat tidak senang dengan keputusan tersebut. "Iya, Nenek. Aku akan menikahinya, tapi setelah aku menyelesaikan beberapa urusan di perusahaan."
Namun Nenek Luna tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tidak! Aku tahu kamu sedang membohongiku," jawab Nenek Luna dengan nada keras. Jun menghela napas kesal.
"Baiklah, Nenek. Aku akan mengaturnya bulan depan," kata Jun akhirnya, meski terdengar enggan.
Namun, Nenek Luna menolak, "Sekarang saja!" Serunya dengan tegas, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
Lyra yang masih merasa bingung hanya bisa membeku di tempat, mencoba memahami situasi yang terjadi dengan perasaan campur aduk.
Beberapa menit kemudian, beberapa orang datang ke ruangan, termasuk dokter yang memeriksa Nenek Luna. Nenek Luna pun tersenyum riang, "Cucuku sayang, aku sudah membawa penghulu dan beberapa saksi. Kau bisa menikah sekarang!" katanya dengan wajah penuh kebahagiaan.
Lyra terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. "Bagaimana mereka bisa melakukan ini tanpa menanyakan apakah aku setuju atau tidak?" batinnya dengan bingung.
"Nenek, bukankah ini terlalu terburu-buru? Lagi pula, wali dari pihak wanita tidak ada," ujar Jun, tampak ragu.
Namun, Nenek Luna melihat Nenek Via, yang seolah memahami situasi, langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya datang.
"Paman?" Lyra terkejut melihat pria itu.
"Baiklah, sudah lengkap semua. Silakan nikahkan mereka, penghulu," ujar Nenek Luna dengan riang.
Lyra masih terdiam, tak mampu memahami semua kejadian yang baru saja terjadi. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa semuanya begitu cepat dan mendadak? Apakah semua ini sudah direncanakan sebelumnya?” batin Lyra penuh tanda tanya.