Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Dress Pinjaman
Ratri tersenyum kecut, seraya menggenggam erat tali ransel kecil yang tersampir di pundak sebelah kanan. Dia sadar betul sedang tidak dalam situasi yang baik.
“Permisi. Saya mau lewat,” ucap Ratri pelan, tetapi cukup tegas.
“Silakan.” Dua pria yang berdiri di pintu masuk gang, membuka jalan untuk Ratri agar bisa melintas. Mereka berdiri di sisi kiri dan kanan, bagai pengawal di hadapan ratu.
Akan tetapi, saat Ratri melintas di hadapan mereka, salah satu dari dua pria itu tiba-tiba menyentuh pinggul Ratri.
Refleks, Ratri berbalik sambil melayangkan pukulan kencang, ke arah si pria yang telah berani melecehkannya. Bersamaan dengan itu, kaki kanan Ratri mengarah ke pria satu lagi, yang berniat maju.
Namun, Ratri mengabaikan dua pria di belakangnya. Salah satu dari kedua pria itu menarik tas ransel Ratri, hingga gadis cantik tersebut hilang keseimbangan.
Mau tak mau, Ratri mundur mengikuti tarikan si pria. Tangannya pun tak tinggal diam. Dia mengarahkan siku, menghantam tepat ke ulu hati pria yang menariknya tadi.
Ketika si pria terhuyung ke belakang, Ratri memanfaatkan sedikit ruang. Dia berbalik, sambil melayangkan tendangan lurus tepat mengenai wajah.
Pria itu terjungkal beberapa langkah ke belakang. Sementara itu, ketiga temannya langsung melarikan diri.
“Dasar banci,” cibir Ratri, seraya berbalik meninggalkan pria yang berusaha bangkit.
Ratri berjalan keluar dari gang. Sebelum itu, dia menoleh ke tempat Sastra menurunkannya tadi. Wanita muda berambut pendek tersebut mengembuskan napas lega, sebab mobil Sastra sudah tak terlihat.
Dengan langkah tenang, Ratri menyusuri trotoar. Dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Gadis itu berjalan hingga kurang lebih 2 km, hingga akhirnya tiba di tempat kost yang dituju. Ratri langsung naik ke lantai dua, kemudian masuk ke salah satu kamar.
“Luar biasa,” gumam seseorang, yang tak lain adalah Sastra. Pria itu terus mengawasi dari dalam mobil, meskipun Ratri sudah tak terlihat.
......................
“Aku punya banyak dress. Ada beberapa yang bahkan belum pernah dipakai sekali pun. Kalau kamu mau, sore ini kita ke rumahku,” tawar Eliana, saat menanggapi keluhan Ratri tentang baju, untuk menghadiri acara peresmian cafe milik Sastra.
“Tidak. Aku tidak terbiasa meminjam baju orang lain,” tolak Ratri lugas.
“Tidak apa-apa, Rat. Aku bukan orang lain. Iya, kan?” bujuk Eliana, diiringi senyum manis. “Jangan menolak atau memberikan alasan apa pun,” ujarnya lagi, sebelum Ratri sempat menanggapi.
“Terserah kamu.” Ratri yang malas berdebat, memilih setuju. Dia kembali pada sisa pekerjaan yang belum selesai.
Hari ini, firma arsitektur yang dikelola Ratri dan Eliana tutup lebih awal. Kedua wanita muda itu harus bersiap-siap, untuk menghadiri acara peresmian cafetaria milik Sastra, yang akan diselenggarakan pada pukul tujuh malam.
Meskipun bukan acara formal, tetapi Eliana menekankan agar Ratri berpenampilan lebih rapi dibanding hari-hari biasa.
“Pilih saja yang kamu suka,” ucap Eliana, setelah membuka lemari berukuran besar, berisi deretan dress cantik aneka warna dan corak.
“Astaga. Ini sangat manis,” ujar Ratri, melihat motif dress yang ada di dalam lemari. “Apa aku tidak akan terlihat aneh dengan corak baju seperti ini?” tanyanya, seperti pada diri sendiri.
“Hey! Apanya yang aneh?” protes Eliana. Dia mengambil salah satu dress, lalu memberikannya kepada Ratri. “Coba yang ini.”
Ratri menerima dress itu, lalu mengamatinya beberapa saat. Midi dress hijau emerald polos, dengan potongan asimetris. Bahannya halus dan terasa nyaman di kulit. “Baju ini terlalu mahal untuk dipinjamkan,” ujar Ratri tak enak.
“Ah, aku lupa berapa harga dress ini. Tetapi, itu tidak penting. Dress ini belum pernah kupakai sama sekali," ucap Eliana tak acuh. "Aku hanya ingin kamu tampil cantik dan sedikit lebih anggun."
Ratri hanya menggumam pelan. Seperti sebelumnya, dia tak ingin banyak berdebat karena tahu betul bahwa Eliana tidak suka, jika ucapannya dibantah orang lain.
Beberapa saat berlalu. Tanpa terasa, jarum jam sudah menunjukkan pukul 18.45. Ratri sengaja tidak pulang ke tempat kost-nya. Dia berangkat bersama Eliana.
"Apa tunangan kamu mengundang banyak orang?" tanya Ratri, setelah Eliana memarkirkan mobil, di halaman cafetaria bernama 'Secangkir Kopi'.
"Aku rasa tidak. Mungkin hanya beberapa kerabat dekat," jawab Eliana. Dia melangkah lebih dulu ke dalam cafe. Tampak beberapa orang di dalam sana, tengah menikmati sajian diiringi musik syahdu, dari penyanyi cantik bersuara merdu.
"Aku merasa aneh," bisik Ratri, yang terlihat kurang nyaman karena tidak terbiasa memakai dress.
"Kamu terlihat cantik, Rat," balas Eliana, seraya mengedarkan pandangan mencari sang kekasih, di antara orang-orang yang hadir di sana. Namun, paras tampan Sastra tidak terlihat.
"Ya, sudah. Aku ke toilet dulu." Ratri berlalu ke arah toilet. Ketika melewati koridor, dia berpapasan dengan Sastra.
"Ratri," sapa Sastra kalem. Pria tampan dengan gaya rambut man bun itu tak dapat menyembunyikan tatapan kekaguman, saat melihat Ratri dalam penampilan berbeda.
"Hai," balas Ratri agak kikuk. "Aku mau ke toilet dulu," ucapnya.
"Oh, ya." Sastra mengarahkan tangan ke arah toilet wanita. Dia menatap Ratri yang berlalu dari hadapannya. "Dress yang cantik," ucap Sastra tanpa sadar.
Ratri langsung tertegun, lalu menoleh. Dia tersenyum kecil, kemudian menyentuh bagian samping dressnya. "Sebenarnya, ini punya Elia."
"Aku belum pernah melihat Elia memakai dress itu."
"Ya. Dia juga mengatakan itu. Maksudku, katanya baju ini belum pernah dipakai. Itulah kenapa dipinjamkan padaku." Ratri jadi salah tingkah. "Ya, ampun. Ini jadi rahasia kita bertiga. Elia ingin aku datang kemari tanpa celana jeans dan T-shirt. Jadi ...."
"Tidak masalah. Itu sangat cocok untukmu," ucap Sastra, diiringi senyum kalem.
"Terima kasih."
"Kembali," balas Sastra. Kali ini, dia membiarkan Ratri benar-benar berlalu dari hadapannya. Namun, pancaran kekaguman tak juga sirna, dari sorot mata pria 31 tahun tersebut.
Setibanya di toilet, Ratri langsung berdiri di depan meja wastafel. Dia menatap pantulan diri di cermin. Entah mengapa, sanjungan yang dilontarkan Sastra tiba-tiba memengaruhi pikirannya. Ratri tersenyum samar. Haruskah dia tersanjung atas ucapan Sastra tadi?
Wanita muda itu menggeleng cukup kencang. "Tidak, Ratri. Jangan konyol," tegurnya pada diri sendiri. Sebisa mungkin, dia tak ingin terbawa suasana.
Acara peresmian cafetaria sudah dimulai. Sastra yang malam itu tampil lebih rapi dengan mengenakan kemeja putih, memberikan sedikit sambutan. Sesuai yang dikatakan kemarin, dia membuat acara itu tidak terlalu formal, agar tak terasa membosankan.
Selama acara berlangsung, Eliana tak sedikit pun menjauh dari sang kekasih. Meski begitu, kenyataannya dia tetap abai, saat tatapan Sastra berkali-kali tertuju kepada Ratri.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...