Niat melamar sang kekasih malah dijebak, membuat Raymond seolah-olah menjadi seorang pembunuh. Rupanya dia telah dijadikan kambing hitam oleh sang kekasih dan selingkuhan kekasihnya.
Disaat Raymond akan segera mendapatkan hukuman mati, tiba-tiba sebuah sistem datang menyelamatkan hidupnya. Sehingga Raymond terpaksa harus mengganti identitasnya agar terlepas dari kejaran para polisi.
Raymond bertekad ingin membalaskan dendamnya kepada orang-orang yang sudah menghancurkan hidupnya. Sehingga dia harus menjalankan misi dari sistem untuk menolong wanita-wanita cantik dengan membuka sebuah usaha jasa sebagai pria bayaran. Membuatnya menjadi pria yang tampan, kuat, kaya raya, dan dikelilingi oleh banyak wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Malam itu hujan mengalir deras, suara guntur menggelegar di angkasa.
"Shhh... Arrrghhh!" Raymond tersadar dari pingsannya, dia meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang telah terluka.
Raymond yang masih terbaring di lantai, dia perlahan-lahan membuka kedua matanya. Pria itu nampak terperanjat bukan main ketika dia benar-benar telah tersadar dari pingsannya. Nafasnya bergemuruh hebat dan hidungnya kembang kempis, sampai pria itu segera berdiri dengan cepat.
"Aarrrghh!" Sampai pria itu berteriak histeris.
Bagaimana dia tidak kaget, ketika dia membuka matanya dia melihat disampingnya ada mayat seorang perempuan yang sedang tergelatak di lantai dengan kondisi bersimbah darah dan terbujur kaku.
Bahkan dia melihat ada pipa besi di dekat tangan wanita itu, mungkin karena Brandon ingin membuat seolah-olah Tyas telah melakukan perlawanan dengan memukulkan pipa besi pada kepala Raymond.
Bahkan Brandon sengaja meletakkan pisau yang dipenuhi dengan darah di dekat Raymond, agar polisi mengira bahwa Raymond sudah membunuh Tyas. Tentu saja Brandon sudah menghapus sidik jarinya di pisau tersebut, dan sengaja menyentuhkan tangan Raymond pada pisau itu.
Raymond segera merogoh saku celananya, untuk membawa ponsel. Dia ingin menelepon polisi, tapi dia sangat terkejut ketika dia tidak menemukan keberadaan ponselnya itu. Karena memang ponselnya telah diamankan oleh Brandon. Brandon memang telah merencanakannya dengan sangat matang.
"Dimana ponselku?" lirih Raymond dengan ketakutan. Pria itu pun memutuskan untuk pergi dari vila, dia harus meminta pertolongan. Siapa tahu wanita yang kondisinya sudah bersimbah darah itu masih bisa diselamatkan.
Tapi begitu Raymond membalikkan badannya, dia dikejutkan dengan keberadaan polisi yang baru saja masuk ke dalam vila sambil membawa senjata api.
"Angkat tangan! Saudara Raymond, anda kami tangkap atas dugaan pembunuhan terhadap Tyas Barack!" Salah satu polisi yang ada disana berkata sambil menodongkan pistol ke arah Raymond.
Raymond sangat tidak terima dengan tuduhan tersebut, dia harus segera menjelaskannya kepada mereka. "Ini gak benar, Pak. Aku gak membunuh. Aku bukan seorang pembunuh."
Tapi sayangnya tidak ada yang mau mendengarkan penjelasan dari Raymond. Salah satu polisi yang ada disana segera memborgol tangan Raymond.
Raymond sangat tidak terima diperlakukan seperti seorang pembunuh. Dia berusaha untuk memberontak. "Aku mohon percaya padaku, Pak. Aku gak membunuh. Aku gak membunuh."
Bugh...
Mungkin karena Raymond terus memberontak, sehingga polisi yang berhasil memborgol tangannya itu meninju perut Raymond dengan sangat keras, membuat Raymond terbatuk-batuk dan muntah darah.
"Uhukkk... uhukkk..."
...****************...
Raymond telah ditahan selama dua hari. Semua bukti dan sidik jari telah menunjukkan bahwa seolah-olah memang dia pelaku pembunuhan terhadap Tyas.
Raymond diduga telah melakukan pembunuhan secara berencana, sehingga dia terancam akan mendapatkan hukuman mati. Apalagi Brandon sebagai suaminya Tyas, dia datang ke kantor polisi dengan keadaan sangat marah dan membabi buta, meminta Raymond untuk dihukum seberat mungkin karena sudah membunuh istrinya. Pria itu sangat pandai berakting.
"Dasar pembunuh! Aku tidak akan pernah maafkan kamu!" bentak Brandon sambil menggebrak jeruji besi, memandangi Raymond yang sedang berada di dalam sel tahanan.
Brandon sengaja berakting seperti itu, agar polisi tidak mencurigainya. Dia harus bersikap seolah-olah dia sangat sedih sudah kehilangan Tyas dan juga dia sangat marah kepada Raymond karena sudah membunuh sang istri.
"Kenapa kamu tega membunuh istriku, heuh?" bentak Brandon kembali sambil memelototkan kedua matanya. Seolah-olah pria itu benar-benar marah kepada Raymond. Bahkan nafasnya bergemuruh hebat.
Beberapa orang polisi yang ada disana berusaha untuk menenangkan Brandon. Mereka benar-benar tertipu dengan aktingnya Brandon.
"Aku gak membunuh istri anda. Saat itu ada seseorang yang memukul kepalaku, saat aku tersadar tiba-tiba aku melihat istri anda dengan keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Pada malam hari itu, aku ingin bertemu dengan calon istriku. Dia menyuruh aku untuk datang ke vila. Aku juga sudah menjelaskan semuanya kepada polisi." Raymond berusaha untuk menjelaskan semuanya kepada Brandon. Sangat berharap ada seseorang yang mau mendengarkan penjelasannya.
Raymond sama sekali tidak menaruh curiga kepada Brandon. Justru saat ini Raymond sangat mengkhawatirkan Nadia, dia takut Nadia juga menjadi korban pembunuhan. Tentu saja dia sangat penasaran dengan pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Mengapa harus menjebaknya seperti ini?
Kemudian seorang polisi berbicara kepada Raymond. "Jangan bicara omong kosong! Saya sudah menghubungi Nadia, untuk memastikan penjelasanmu itu. Tapi nyatanya saat ini Nadia sedang berada di luar kota. Dia bilang dia tidak pernah menyuruh kamu untuk datang ke vila. Semua bukti dan sidik jari sudah mengarah padamu. Lebih baik kamu diam dan akui kejahatanmu itu!"
Raymond tertegun mendengarnya. Pria itu nampak mematung dengan tatapan matanya yang sayu. Mungkin karena dia sangat terkejut ketika mendengarkan penjelasan dari polisi tersebut bahwa Nadia sama sekali tidak mengakui sudah menyuruh Raymond untuk datang ke vila pada malam kejadian itu.
"Tidak mungkin, Pak. Malam itu Nadia benar-benar menelpon aku. Aku punya buktinya di hape aku." Raymond berkata dengan nada tinggi.
"Kami tidak menemukan ponsel kamu. Sudah! Jangan bicara omong kosong lagi! Semua bukti dan sidik jari sudah mengarah padamu!" bentak sang polisi.
Raymond mengusap wajahnya dengan kasar, dia benar-benar sangat merasakan frustasi. Pasti pembunuh yang sesungguhnya sudah mengamankan ponselnya.
Kemudian terbesit di pikiran Raymond. Apakah mungkin Nadia sengaja menyuruhmu untuk datang ke vila karena ingin menjebaknya? Tapi kenapa Nadia tega melakukannya?
Hati Raymond sangat hancur berkeping-keping saat ini. Hatinya sangat merasakan sakit. Tangannya terkepal dengan kuat. Apa keuntungan dari Nadia jika melakukan semua ini padanya?
Kemudian pandangan Raymond beralih kepada Brandon yang berlaga pura-pura sedang murka kepadanya. Bukankah vila tersebut adalah milik istrinya Brandon? Itu artinya Brandon pun pasti memiliki akses di vila tersebut. Apalagi Raymond baru menyadari bahwa Brandon adalah bosnya Nadia. Apakah mungkin Brandon dan Nadia memiliki hubungan spesial?
Sekarang Raymond sangat menyadari betul. Kemungkinan yang mereka incar adalah hartanya Tyas. Karena Tyas adalah pemilik perusahaan Barack. Dengan terbunuhnya Tyas, Nadia dan Brandon akan menguasai perusahaan Barack. Karena itulah mereka membutuhkan kambing hitam atas terbunuhnya Tyas.
ta vote Thor ✌🏼
gemes gue Thor👻😆
untung namanya cakep 😆
luar biasa kejahatan Brandon suami laknat 😤🤬😡