Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Panas 21+
"Aku tidak tahu rumahnya dimana sekarang. Tidak mungkin juga aku bawa ke rumahku. Apa sebaiknya aku bawa saja Siska ke Hotel?"
Ucap Putra lirih.
Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan melajukannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Putra sampai lah disebuah Hotel. Ia membawa Siska untuk masuk kedalam.
***
"Sudah jam segini, mengapa Ayah belum pulang juga?" Rania begitu gelisah tatkala ia beberapa kali melihat jam pada pergelangan tangannya yang menunjukan pukul dua belas malam.
Hatinya berkecamuk tidak menentu. Ia gelisah dan khawatir kepada Putra.
Segera ia berjalan menuju kamar Dicky.
Tok..
Tok..
Tok..
"Kak! Apakah sudah tidur?" Tanya Rania ketika dirinya mengetuk pintu kamar Dicky.
Kamar Dicky memang paling jauh diantara kamar Rania dan kamar Putra. Kamar Dicky ada di dekat halaman samping dan lebih bersembunyi dari tembok mana pun. Karena, memang itu yang Dicky inginkan, agar ketika sedang beristirahat tidak terganggu oleh hal apapun.
Sedangkan untuk kamar Rania dan Putra, ada dilantai atas satu deretan dengan ruang meditasi.
Sehingga, tidak akan ada yang berani naik ke lantai atas tanpa persetujuan Putra.
Hanya saja, Dicky yang sering mondar-mandir ke kamar Rania. Selebihnya, tidak.
Dicky yang hendak beristirahat, mendengar suara ketukan Rania diluar kamarnya. Ia segera berjalan menuju pintu kamar yang rupanya telah ia kunci.
Ceklek..
"Ada apa, Rania?" Tanya Dicky.
Terlihat wajah Rania panik dan gelisah.
"Sudah jam segini Ayah juga belum pulang, Kak. Memangnya Ayah pergi kemana? Mengapa dia hanya seorang diri?" Tanya Rania cemas.
Dicky berjalan masuk kedalam kamarnya, kemudian duduk ditepi ranjang.
Rania mengekori dari belakang, dan juga duduk ditepi ranjang.
"Ayah pergi dengan temannya." Jawab Dicky datar.
Rania mengerutkan dahinya.
"Temannya? Wanita atau pria?" Tanya Rania penasaran.
Dicky menarik napas panjangnya.
"Dengan, wanita. Tapi, kamu harus janji ya. Jangan bilang pada komandan jika yang memberitahumu ini adalah kakak." Jawab Dicky dengan duduk menghadap Rania.
Rania terkejut dengan jawaban Dicky.
"Dengan wanita? Siapa dia? Mengapa aku tidak pernah tahu jika Ayah memiliki teman wanita?" Rania menahan kesal dan amarah tatkala ia mengetahui jika Putra memiliki teman wanita. Dan kini Putra tengah pergi bersamanya.
"Namanya Siska Putri. Dia adalah designer khusus Jendral Agung. Semua pakaian dan seragam kepemilikan Jendral Agung sampai pada para ajudannya, itu adalah hasil design Siska. Dan, ternyata Siska itu adalah teman komandan semasa sekolah." Jelas Dicky.
Rania mendengarkan dengan seksama. Rahangnya mengetat, ia seperti tidak ikhlas jika Putra sedang bersamanya.
"Dan belum lama ini, Jendral mengundang Siska serta komandan untuk makan malam. Semenjak pertemuan itu, mungkin komandan dan Siska dekat kembali setelah sekian lama berpisah. Dan bahkan, dengar-dengar bahwa Jendral Agung akan menjodohkan komandan kepada Siska. Karena, Jendral tidak ingin melihat komandan terlalu lama single. Komandan juga butuh keluarga untuk masa depan." Imbuh Dicky kembali menjelaskan.
Rania kecewa dan merasakan hati yang begitu sakit. Dadanya terasa tercabik-cabik. Emosinya menjadi tidak stabil. Rahangnya mengetat, tangannya mengepal. Ia ingin meledakan amarahnya namun itu tidak mungkin, karena sejauh ini semua orang tahu jika dirinya hanya seorang anak angkat dari Putra. Bukan kekasih bahkan isterinya.
"Apakah Ayah menyetujuinya?" Tanya Rania dengan mata menatap tajam pada Dicky.
"Entahlah, keputusan ada di komandan." Jawab Dicky.
Rania mengatur napasnya yang serasa ingin mati mendadak.
"Baiklah, Kak. Aku izin kembali ke kamar ya. Maaf aku sudah mengganggumu. Selamat malam!" Ucap Rania seraya bangkit dari tempat duduknya dengan wajah yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.
Dicky sempat menangkap ekspresi wajah Rania yang berbeda dari biasanya.
"Ada apa dengan anak itu? Aneh sekali."
***
"Ah, kepalaku pusing sekali. Bagaimana bisa aku pulang malam ini?" Gumam Putra dengan memijit bagian pelipisnya.
Putra membaringkan Siska di ranjang.
"Putra, apakah kamu mau menikah denganku?" Racau Siska tatkala dirinya telah terbaring di ranjang.
Putra masih saja duduk ditepi ranjang, setelah ia membaringkan Siska di ranjang.
Ia duduk sebentar karena kepalanya begitu terasa sakit.
"Siska, sudahlah kamu tidur saja. Istirahat lah." Jawab Putra.
"Hmm... Kepalaku pening sekali, Putra." Gumam Siska.
"Aku istirahat di sofa saja. Kamu segera istirahat!" Ucap Putra hendak bangkit dari tepi ranjang.
Namun, tangan Siska sudah lebih dulu menarik pergelangan tangan Putra dan membuat Putra yang telah oleng jatuh menindih tubuh Siska.
Siska merasakan tubuh besar Putra jatuh kedalam pelukannya.
Bahkan, Putra juga merasakan bahwa dirinya telah jatuh kedalam pelukan Siska.
Pengaruh alkohol membuat keduanya lupa daratan.
Putra menatap wajah Siska, begitu juga sebaliknya.
Ada beribu dorongan untuk keduanya melakukan hal yang tidak semestinya.
"Putra..." Ucap lirih Siska tatkala membelai pipi Putra dengan lembut.
"Siska... Ahhh.. kepalaku sakit sekali." Ucap Putra dengan terus menatap wajah cantik Siska. Ia menepiskan rambut yang sedikit menutupi wajah Siska.
Keduanya saling berpandangan, Siska menangkupkan kedua tangannya pada rahang Putra.
Ia menarik wajah Putra hingga wajah Putra berhasil mendekat dan tenggelam menyatu kewajahnya.
Siska menyatukan b*birnya pada b*bir Putra. Ia melum*t dengan lembut b*bir teman lamanya itu.
Putra yang mendapat serangan dari Siska seketika terkejut dengan mata terbelalak.
Namun, ia tidak dapat menolaknya. Karena, baginya, posisinya sangat begitu nyaman.
Ia membalas lumat*n Siska. Keduanya berpacu dalam gairah yang membara.
Tatkala Putra menatap wajah Siska, tiba-tina wajah Siska berubah menjadi wajah Rania.
Pengaruh alkohol membuat keduanya terlena.
Putra begitu liar ketika dalam imajinasinya berubah menjadi Rania. Ia meluapkan segala gejolak gairahnya pada malam itu.
Siska pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Putra. Karena, ia juga menikmatinya.
Putra melepaskan tali spageti yang ada dibahu Siska. Sehingga kedua pa*yudara Siska terekspose secara jelas oleh mata Putra.
Perlahan namun pasti, Putra menenggelamkan wajahnya pada benda kenyal tersebut.
"Aaahhh.." Desah Siska tatkala Putra meraih puncak pa*yudara miliknya.
Putra menggigit dan menghisap bagaikan bayi sedang kelaparan.
Suara desahan Siska membuat Putra semakin memburu.
Putra menikmati silih berganti dari kanan ke kiri. Membuat Siska merasakan kenikmatan.
Tatkala Putra kembali membelai wajah Siska yang menurutnya itu adalah Rania, Putra mengerjapkan matanya disaat wajah yang ada dihadapannya adalah Siska, bukan Rania.
Putra terkejut dan menjauh dari tubuh Siska.
"Putra, mengapa kamu menghentikannya. Ayo cepat lakukan, Putra. Aku sudah sangat tidak sabar ingin menikmati tubuhmu yang sekarang sudah kekar dan besar menggoda imanku." Ucap Siska ketika hendak menarik tangan Putra.
Namun, Putra berhasil menjauhi Siska sehingga tangan Siska hanya terhempas saja di udara.
"Maaf, Siska. Aku tidak bisa melakukannya." Jawab Putra dengan perasaan begitu kacau.
"Come on, Putra. Aku sudah menggunakan pengaman. Jadi, kamu bisa bebas sepuasnya menikmati tubuhku." Siska bangkit dengan tubuh goyah serta oleng.
Dengan kaitan tali spageti yang telah turun dan membuat seluruh pay*daranya terlihat jelas oleh mata Putra, Siska melangkahkan kakinya menuju dimana Putra sedang berdiri.
Putra menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Siska. Aku tidak bisa. Aku akan pulang! Jaga diri kamu baik-baik disini." Ucap Putra menolak Siska.
Namun, hampir saja Siska mencapai didekat Putra. Ia tidak sadarkan diri. Tubuhnya sudah sangat kacau.
Putra segera mengangkat tubuh Siska dengan gaya bridal.
Ia membaringkan Siska di ranjang, dan membetulkan tali spageti gaun Siska agar dadanya tidak terlihat kembali. Kemudian ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Siska.
"Maaf, Siska. Aku harus segera pulang!" Ucap Putra hendak pergi meninggalkan Siska yang sudah terlelap akibat pengaruh alkohol.
Putra pergi meninggalkan kamar Siska, dan segera pulang ke rumahnya.
***
"Dari mana saja, Yah? Jam segini baru pulang? Habis berkencan ya? Enak dong bisa berkencan." Suara Rania menyeruak tatkala Putra memasuki pintu kamarnya.
Putra terkejut mendapati Rania sedang berada didalam kamarnya.
"Rania!" Ucap Putra dengan wajah paniknya.
Rania tersenyum sinis memandang tajam wajah Putra. Manik matanya terlihat memancarkan emosi yang sangat luar biasa.
Ia yang sedang terbaring di ranjang Putra segera bangkit dan berdiri seolah ingin menyidang Putra saat itu juga.
Putra berjalan sedikit sempoyongan mendekati Rania berusaha hendak ingin menenangkan Rania yang tampaknya sedang terbakar api cemburu.
Rania menyipitkan matanya seperti ada yang berbeda pada Putra.
"Ayah bilang tidak mempunyai teman dekat wanita. Tapi, malam ini Ayah pergi dengannya. Ayah sudah membohongiku." Rania bergeming masih dengan posisi sebelumnya.
Matanya menyorot tajam.
Putra kini telah berdiri dihadapan Rania. Ia melepaskan ikat pinggangnya yang sedari tadi membuat pinggangnya terasa sangat sesak.
"Rania, dia bukan siapa-siapa Ayah. Dia hanya teman lama Ayah. Kami tidak apa hubungan apa-apa." Jelas Putra agar menenangkan hati Rania.
Namun, Rania tidak percaya begitu saja.
Ia mendekatkan kembali wajahnya pada wajah Putra.
Hingga keduanya begitu dekat menepis jarak diantaranya.
"Ayah bisa menjamin itu?" Tanya Rania untuk memastikannya.
Putra mengangguk seraya menyentuh pinggang ramping Rania dan menarik tubuh Rania membawa kedalam pelukannya.
Rania berdebar-debar ketika Putra baru saja menarik tubuhnya hingga keduanya sudah sangat menempel.
"Ayah jamin." Jawab Putra seraya berbisik ditelinga Rania.
Rania mencium aroma alkohol yang keluar dari mulut Putra.
"Ayah mabuk?" Tanya Rania mengoreksi aroma alkohol yang kian menyeruak pada indera penciuman Rania.
"Tidak." Jawab Putra seraya melingkarkan kedua tangannya dipinggang Rania.
"Lalu, mengapa ada aroma alkohol?" Protes Rania.
Tanpa panjang lebar, Putra mendekatkan wajahnya pada wajah Rania.
Putra melum*t b*bir Rania dengan lembut.
Rania memejamkan matanya, hatinya seketika menjadi tenang dan nyaman tatkala Putra memperlakukannya seperti itu.
Ia mendorong tubuh Rania secara perlahan agar dapat terbaring dengan sangat hati-hati tanpa melepaskan pagutan keduanya.
Rania terbuai dalam belaian Putra. Putra semakin liar karena efek pengaruh alkohol masih tersisa.
Keduanya semakin liar dan ruangan seketika menjadi panas.
Putra melepaskannya. Ketika Putra hendak membuka pakaian Rania yang hanya menggunakan tank top tanpa penutup pay*dara, Rania melihat dibagian pipi dekat telinga Putra terdalam noda lipstick berwarna merah.
Rania mengerutkan dahinya.
Kemudian ia mendorong tubuh Putra dengan kasar.
"Ayah, apa yang sudah ayah lakukan dengan wanita itu? Mengapa ada noda lipstick dipipimu, Ayah?"