Hi hi haaayyy... selamat datang di karya kedua akuu... semoga suka yaaa 😽😽😽
Audrey dipaksa menggantikan adiknya untuk menikah dengan seorang Tuan muda buangan yang cacat bernama, Asher. Karena tuan muda itu miskin dan lumpuh, keluarga Audrey tidak ingin mengambil resiko karena harus menerima menantu cacat yang dianggap aib. Audrey yang merupakan anak tiri, harus rela menggantikan adiknya. Namun Asher, memiliki rahasia yang banyak tidak diketahui oleh orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur di gudang
"Tidak ingin masuk? Atau, rumah ini terlalu jelek untukmu?"
Audrey tersentak ketika dia sedang berdiri di depan rumah kecil yang terbuat dari kayu tua berkualitas. Walaupun terbuat dari kayu, rumah itu masih menunjukkan ciri dari keindahan klasik di masa lalu. Dengan halaman rumah yang dipenuhi oleh beberapa tanaman hias yang terurus, rumah itu juga mencuri perhatian Audrey yang terpesona.
"Sungguh tidak," jawab Audrey sambil tersenyum kecil. "Aku hanya... terkejut. Aku tidak tahu jika rumah ini memiliki daya tarik yang luar biasa."
Asher, pria lumpuh yang baru beberapa jam menjadi suami Audrey tidak menjawab. Dia segera menekan tombol kursi rodanya, berlalu masuk ke dalam rumah.
Audrey mengikuti Asher ke dalam rumah, tercengang dengan keindahan interior yang tak kalah pesonanya. Dinding-dinding kayu yang mengelilingi ruang tamu dipoles dengan warna hangat, dan perabotan yang ditempatkan di dalamnya menunjukkan keindahan yang khas dari era sebelumnya.
Di atas mantel perapian, terdapat sebuah lukisan kuda yang begitu indah menghiasi dinding menambah keanggunan ruangan tersebut.
“Di dalam rumah ini hanya mempunyai satu kamar tidur. Jadi, kau tidak di izin masuk ke kamarku,” ucap Asher dengan suara tegas.
Audrey tercengang, matanya melotot. Namun, dia segera bersikap tenang. Jika tidak ada kamar lain di dalam rumah ini, dirinya harus tidur dimana? Pandangan Audrey melirik ke arah sofa. Oh, tidak mungkin aku yang seorang wanita tidur di sofa. Pikir Audrey.
“Di belakang ada gudang. Kau boleh tidur di sana!”
Kesekian kalinya Audrey terperanjat saat Asher berucap dengan tiba-tiba. “I-iya, tentu. Aku akan tidur di sana dan aku akan membersihkannya,” jawab Audrey dengan cepat.
“Kau tahu latar belakangku, kan? Aku ini hanya pria yang miskin dan cacat. Kau juga tahu, jika pernikahan ini hanya formalitas. Jadi jangan pernah bersikap lancang di rumah ini,” ucap Asher dengan nada dingin.
Audrey tersenyum tipis. “Aku tahu dan cukup sadar diri. Kau tidak perlu khawatir mengenai hal itu. Aku tidak akan menggangu privasimu atau macam-macam di rumah yang bukan rumahku.”
“Bagus kalau kamu paham dengan statusmu. Lalu? Untuk apa kau masih berdiri di sini? Pergilah dari hadapanku!”
Wanita itu menelan salivanya dengan susah payah. Pria di hadapannya mungkin tidak mempunyai hidup yang berwarna. Tentu pria di hadapan Audrry mempunyai hidup yang monoton. Lihat saja, sejak berada di dalam mobil, wajah pria tersebut begitu datar, kaku mirip seperti lantai beton.
“Pergi dari hadapanku!” sentak Asher.
Audrey terperanjat. “I-iya... Baik!” dengan cepat Ia melangkah sambil menyeret gaun pengantinnya. “Apakah aku akan terus memakai gaun ini sepanjang malam? Aku tidak punya baju. Haaa...! Seharusnya aku mempersiapkan baju sebelum ikut dengan pria aneh ini.” Gerutu Audrey sambil melangkah ke arah gudang yang di maksud.
Sesampainya di belakang rumah, ternyata gudang itu berbeda dengan bangunan rumah. Gudang tersebut terpisah. Dengan langkah cepat, Audrey berjalan ke arah gudang tersebut.
Krek!
Pintu gudang itu terbuka. “Uhuk-uhuk!” Audrey terbatuk sambil tangannya mengibas-ngibaskan debu yang menyambutnya.
“Ya ampun ... Lihatlah isi dalam gudang ini. Kurasa, sampai besok pun aku tidak akan dapat membersihkan gudang ini.”
Audrey melihat sekeliling gudang yang gelap dan terabaikan. Debu tebal menutupi lantai dan penuh dengan barang-barang tua yang terlupakan. Di sudut, ia melihat beberapa barang yang mungkin bisa ia gunakan untuk tidur. Audrey menghela nafas, merasa kesusahan yang tengah ia hadapi.
“Haaa...! Sudahlah, mengeluh tidak akan membuat gudang ini bersih. Ayo kerjakan!”
Dengan semangat baru, Audrey mulai membersihkan gudang tersebut. Dia mengambil sapu dan mengelap debu yang menumpuk di lantai dan barang-barang yang ada di dalam gudang.
Tak lama, dia menemukan sebuah tikar tua dan beberapa bantal yang bisa digunakan untuk tidur malam nanti. Meskipun terasa berat, Audrey tetap berusaha untuk bersikap positif dalam menghadapi situasi tersebut.
Di ambang pintu belakang, Asher memperhatikan Audrey dari kejauhan. “Wanita yang cukup gigih,” gumam Asher.
Setelah beberapa jam berlalu, gudang itu tampak lebih bersih dan rapi. Audrey menata tikar sebagai tempat tidurnya dan menyusun bantal-bantal yang ada. Terasa lelah dan letih, namun wanita itu cukup puas dengan hasil kerja kerasnya. “Akhirnya, aku bisa tidur di tempat yang cukup layak,” gumamnya seraya tersenyum sendiri.
Sambil menyeka keringat di keningnya, Audrey berucap. “Sepertinya aku harus mandi. Tubuhku terasa begitu lengket. Tapi, bagaimana dengan pakaian dan juga alat-alat mandiku? Apakah aku kembali ke rumah untuk mengambil perlengkapanku?" Audrey berpikir sejenak untuk kembali ke kediaman ayahnya. Namun hati kecilnya sungguh keberatan.
***
Sementara Asher yang berada di dalam kamarnya dikejutkan oleh suara ketukan jendela. Dengan cepat, Asher meraih kursi rodanya dan menuju ke arah jendela. "Krek!" jendela itu terbuka.
“Tuan, ini baju, selimut dan beberapa alat mandi yang Tuan minta.” Seorang pria misterius memberikan sebuah paper bag ukuran cukup besar kepada Asher.
“Terima kasih, Franklin. Kamu selalu bisa diandalkan,” ucap Asher, menerima barang-barang tersebut dari pria yang ternyata adalah Franklin.
“Sudah menjadi tugasku, Tuan. Apakah ada yang lain yang bisa aku bantu?” tanya Franklin.
Asher menggeleng. “Tidak, itu saja. Kau bisa pergi sekarang.”
“Baik, Tuan. Selamat malam,” sahut Franklin sebelum menghilang dalam kegelapan malam.
Sementara itu, Audrey masih berada di gudang yang kini telah bersih dan rapi. “ Bagaimana aku bisa mendapatkan perlengkapan mandi?” gumam Audrey, tidak tahu harus berbuat apa.
Di waktu yang sama, Asher keluar dari rumah menghampiri gudang dengan barang-barang tadi di tangannya.
Meskipun tegas dan dingin, Asher tetap merasa bersalah melihat Audrey dalam kesulitan seperti ini. Ia berhenti di depan pintu gudang, ragu-ragu sejenak sebelum Asher masuk ke gudang itu.
“Aduh...!” Audrey meringis saat Asher melempar paper bag di atas tubuh Audrey yang terbaring di atas lantai beralaskan tikar.
“Segera mandi, kamu bisa menggunakan kolam di samping gudang. Di sana ada kamar mandi. Setelah itu, temui aku.” Setelah berucap demikian, Asher memutar kursi rodanya berlalu.
Audrey segera bangun, dia belum sempat mengucapkan terima kasih namun pria itu sudah berlalu dari hadapannya. “kata orang, Asher memiliki wajah yang cacat dan menyeramkan. Tapi tadi...” Audrey berlari mengejar Asher, namun pria itu sudah lenyap dari pandangan matanya. Audrey menghela nafas sejenak, dan melihat paper bag yang berisi perlengkapan mandi, baju, dan selimut.
“Mungkin dia tidak seburuk yang orang-orang katakan,” gumam Audrey sambil membuka paper bag tersebut. Dia tersenyum melihat barang-barang yang telah disediakan oleh Asher. Tanpa ragu, Audrey segera berjalan ke kolam yang ada di samping gudang untuk mandi dan mengganti pakaiannya.
Setelah selesai mandi, Audrey mengenakan pakaian yang Asher berikan padanya. Dia merasa lebih segar dan nyaman setelah mengganti gaun pengantin berat yang telah dipakainya sejak pagi hari. Audrey melirik ke arah rumah, ada ragu di dalam hatinya.
“Aku harus mengucapkan terima kasih kepadanya’ pikir Audrey sambil mengambil langkah menuju rumah. Begitu memasuki rumah, dia melihat Asher duduk di ruang tamu, sibuk menekuni benda yang ada di tangannya.
“Asher, terima kasih atas baju dan perlengkapan mandinya,” ucap Audrey dengan suara lembut, berusaha menunjukkan rasa terima kasihnya.
Asher menoleh, menatap Audrey sejenak. “Hmm, kamu sudah di sini. Duduklah,” ucap Asher sambil kembali menekuni benda yang di pengangnya.
Audrey duduk di dekat Asher dan menunggu pria itu mengatakan sesuatu. Setelah beberapa menit dalam keheningan, Asher akhirnya berbicara.
“Kau... tidak seharusnya berbelas kasihan padaku,” ucap Ashet tiba-tiba. “Jangan berpikir bahwa aku lemah atau membutuhkan belas kasihan darimu karena aku cacat!”
Audrey menggeleng dengan cepat.” Ti-tidak, tidak demikian. Aku benar-benar tidak berpikir seperti itu-“
Ucapan Audrey terpotong saat Asher melempar sebuah kotak. Dengan refleks, Audrey menangkapnya. “Apa ini?” tanya Audrey.
“Buka dan kau akan tahu apa isinya,” ucap Asher dengan suara datar.
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/