Kisah tentang seorang gadis yang cantik dan lembut, ia harus menjalani hari-harinya yang berat setelah kepergian kakak perempuannya. Anak-anak yang harus melakukan sesuai kehendak Ibunya. Menjadikan mereka seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah semuanya terjadi ibunya hanya bisa menyalahkan orang lain atas apa yang telah dilakukannya. Akibatnya, anak bungsunya yang harus menanggung semua beban itu selama bertahun-tahun. Anak perempuan yang kuat bernama Aluna Madison harus memikul beban itu sendirian setelah kepergian sang kakak. Ia tinggal bersama sang Ayah karena Ibu dan Ayahnya telah bercerai. Ayahnya yang sangat kontras dengan sang ibu, benar-benar merawat Aluna dengan sangat baik. **** Lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang selalu menolongnya disaat ia mengalami hal sulit. Laki-laki yang tak sengaja ia temui di gerbong Karnival. Lalu menjadi saksi perjalanan hidup Aluna menuju kebahagian. Siapa kah dia? apakah hanya kebetulan setelah mereka saling bertemu seperti takdir. Akankah kebahagian Aluna telah datang setelah mengalami masa sulit sejak umur 9 tahun? Lika liku perjalanan mereka juga panjang, mereka juga harus melewati masa yang sulit. Tapi apakah mereka bisa melewati masa sulit itu bersama-sama? *TRIGGER WARNING* CERITA INI MENGANDUNG HAL YANG SENSITIF, SEPERTI BUNUH DIRI DAN BULLYING. PEMBACA DIHARAPKAN DAPAT LEBIH BIJAK DALAM MEMBACA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugardust, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sambutan semester baru
Kekhawatiranku pada ayah sudah sangat dalam, ayah jarang sekali pulang lebih cepat. Aku tahu ayah telah berjuang keras demi aku, tapi aku sangat khawatir pada kesehatan ayah. Terlepas dari semua ini, ayah pasti sangat kesepian di akhir tuanya. Tapi ayah masih sangat muda sekarang, terkadang ayah juga membereskan dan memasak di rumah. Sesekali ayah juga memanggil seseorang untuk berberes dan menyiapkan makan kalau dia tidak sempat. Aku juga membantu ayah membuat sarapan di pagi hari saat hari libur, meskipun hanya sesekali karena aku harus bersekolah dan belajar. Jadi, saat pagi aku tidak sempat memasak jika sudah masuk sekolah.
Hari ini aku sudah masuk sekolah, hari libur semester telah usai dan kami melanjutkan pembelajaran kami. Aku berangkat menaiki bus, karena aku tidak enak pada ayah jika harus mengantarku sekolah. Jadi, aku membiarkan ayah tidur lebih lama agar dapat beristirahat dengan baik. Aku juga sudah menyiapkan roti yang ku buat sekalian untuk sarapanku tadi.
Di dalam bus terasa sesak dan terlalu berdempetan karena hari ini hari pertama masuk sekolah. Saat tiba di halte selanjutnya, bus sudah semakin padat dan begitu sempit. Aku tidak dapat tempat duduk jadi aku berdiri di dekat pintu. Aku mulai terhimpit orang-orang yang ada di dalam bus, aku mulai sedikit merintih. Aku terpojok di dekat jendela, lalu orang-orang mulai bergeser dan tiba-tiba ada seseorang yang menahan badannya dan menopang tangannya ke badan bus. Aku memeluk erat tasku dan melihat siapa orang itu, ternyata itu Jaeden. Dia tersenyum padaku. Aku sangat lega karena itu Jaeden, dia melindungiku lagi dan lagi.
“ Hi, Jaeden, selamat pagi” kataku menyapanya.
“ Selamat pagi, apa kau baik-baik saja?”
“ Iya, aku baik-baik saja, terima kasih”
“ Pegang bajuku, agar kau tak terjatuh”
“ Ah baiklah” aku memegang bajunya sesuai arahannya.
Bus berhenti di halte sekolah, orang-orang berbondong-bondong untuk turun, kami menunggu saat sudah sepi, lalu kami turun, Jaeden meraih tanganku dan aku pun mengikuti langkahnya. Sampai di halte, aku melepas tangannya, karena aku takut jika teman-teman atau guru melihat kami bergandengan tangan.
“ Ayo kita segera masuk, hari ini ada peringatan masuk sebelum memulai sekolah jangan sampai telat” ucapku pada Jaeden sambil melangkah menuju sekolah.
“ Tunggu aku” ucapnya sambil mengikuti langkahku.
Terlihat sedang ada pemeriksaan kelengkapan atribut di depan gerbang masuk sekolah.
“ Ah bagaimana ini, aku lupa memakai dasi!” keluhku dan menghentikan langkahku.
Jaeden melepaskan dasi yang dia pakai dan kemudian memakaikannya padaku.
“ Hei, kenapa kau berikan dasimu padaku? bagaimana denganmu?”
“ Aku tidak masalah kalau aku dihukum sekalipun, sudah cepat sana jalan duluan” dia mendorongku pelan untuk berjalan ke depan.
“ Ah tapi” aku jadi kepikiran tentangnya.
Dia hanya tersenyum lalu menaruh jari manis di mulutnya.
Aku berhasil lolos dalam pemeriksaan, namun Jaeden tidak. Pak guru terlihat memukul dengan pelan kaki Jaeden dengan penggaris panjang dan dia dihukum untuk lari lima kali putaran lapangan sekolah. Aku berhenti dan menatap Jaeden yang sedang dimarahi oleh pak guru, tapi Jaeden malah tersenyum melihatku. Aku sangat merasa bersalah terhadapnya, andai saja aku tidak lupa membawa dasiku, pasti dia tidak akan mendapat hukuman dan dimarahi oleh pak guru.
Di kelas, teman-temanku sudah sampai duluan. Aku segera meletakkan tasku di kursi. Bel sudah berbunyi tanda kami harus segera turun dan berbaris di aula lapangan. Setelah berada di aula sekolah, aku melihat ke arah lapangan. Jaeden dan murid lain yang dihukum sedang berlari memutari lapangan. Acara telah dimulai, namun Jaeden masih belum selesai berlari. Meskipun dia suka sekali berlari di pagi hari, tapi kali ini aku sungguh tidak tega karena itu ada kesalahanku.
“ Hei, coba kau lihat si Jaeden yang sedang berlari di lapangan, dia sangat tampan saat berlari” ucap teman Clarissa berbisik padanya.
“ Tentu saja, dia memang tampan dan hanya aku yang cocok untuk bersanding dengannya” ucap Clarissa dengan sangat percaya diri.
“ Pfft” Katrina yang berada di baris belakang Clarissa, tertawa mendengar hal itu.
Clarissa menatap sinis ke arah Katrina dan mengernyitkan dahinya.
Di pertengahan acara, Jaeden baru selesai berlari dan langsung berbaris di barisan belakang anak laki-laki. Keringat yang bercucuran dari wajahnya dan napasnya yang terengah-engah namun tetap berusaha stabil. Kecerobohanku tidak bisa aku maaf kan. Setelah satu jam acara berlangsung, kami dipersilakan kembali ke kelas masing-masing. Saat berada di dalam kelas, aku pun duduk dengan Jaeden yang terlihat langsung merebahkan setengah tubuhnya di atas meja.
“ Apa kau sangat lelah?” tanyaku khawatir.
“ Tidak kok”
“ Maafkan aku, lain kali aku tidak akan ceroboh”
“ Tenang saja, tidak apa-apa” Jaeden mengelus kepalaku.
Tiba-tiba Clarissa datang menghampirinya dan mencoba memberikan air minum dan roti.
“ Hi, Jaeden. Ini untukmu, minumlah” ucapnya sambil mengulurkan kedua tangannya yang memegang air dan roti.
“ Ah, tidak usah. Aku sudah bawa minum sendiri”
“ Terima lah, aku akan sedih jika kau menolak”
“ Oh, iya terima kasih”
“ Kau mau?” Jaeden menawarkannya padaku di depan Clarissa.
“ Tidak, buang saja”
“ Maaf, tapi Aluna tidak suka roti, ini aku kembalikan saja”
Clarissa terlihat kesal saat diperlakukan begitu di depan murid-murid lain. Dia terlihat malu karena pemberiannya ditolak. Lalu dia pergi dan membuang air dan roti itu ke tong sampah.
“ Kenapa dia begitu?” tanya Jaeden.
“ Jangan dekat dengannya” ucapku.
“ Kenapa?”
“ Aku hanya tidak suka”
“ Apa kau cemburu?”
“ Ih apaansih!” jawabku sambil mendorong bahu Jaeden.
“ Iya, kau cemburu tuh wajahmu memerah” ucapnya sambil menunjuk wajahku.
“ Hentikan!” aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
“ Baiklah, kalau kau tidak suka aku tidak akan lakukan”
Mendengar kata-kata itu sedikit menenangkan hatiku. Aku takut suatu hari, Clarissa mengambil Jaeden dariku. Meskipun itu terlihat tidak mungkin. Tapi aku berani menyampaikan ketidaksukaanku akan hal itu.
Saat jam istirahat, aku pergi ke toilet sebentar. Teman-temanku duluan pergi ke kantin. Setelah selesai, aku mencuci tanganku. Tiba-tiba Clarissa datang menghampiriku.
“ Hei, kan sudah aku peringatkan jangan pernah sentuh milikku!” dia berteriak dan mendorong bahuku, temannya mengunci pintu kamar mandi.
“ Memang apa milikmu?” tanyaku kembali.
“ Kau!” dia mendorong ku sampai ke dinding.
“ Jaeden? coba saja kalau kau bisa” ucapku sambil menatap matanya.
Dia terus memegang kerah bajuku.
“ Kau berani sekali ya! dasar jalang licik!” teriaknya lalu mendorongku jatuh ke lantai.
“ Tolong! tolong! tolong!” aku berteriak meminta tolong.
Beberapa orang berusaha membuka pintu, termasuk Katrina yang ternyata menunggu ku dari luar.
“ Hah! sialan kau, dasar perempuan gila!” ucapnya padaku sambil menodongku dengan pel.
Mereka keluar dari pintu toilet seolah tidak terjadi apa-apa. Katrina menatap mereka tajam, lalu menghentikan mereka.
“ Hei berhenti, apa yang kalian lakukan pada Aluna?”
“ Tidak ada tuh, dia saja yang cari perhatian”
“ Sialan, awas kalian ya akan aku adukan pada guru!”
“ Coba saja kalau bisa” mereka pergi dengan santai tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“ Aluna! kau tidak apa-apa? apa yang terjadi?”
“ Tidak, aku hanya terpeleset saja”
“ Jangan bohong!”
“ Iya, mereka menggangguku lagi”
“ Dasar anak-anak gila itu! akan aku habisi mereka!”
“ Sudah, aku benar-benar tidak apa-apa. Aku hanya berpura-pura takut dan minta tolong, ternyata kau menungguku ya di luar”
“ Iya, Jaeden yang memintaku. Ternyata terjadi hal seperti ini”
“ Ayo kita ke kantin, tapi tolong rahasiakan hal ini ya”
“ Ah, kau selalu aja begitu. Iya iya”
Kami pergi menuju kantin dan mengantri untuk makan. Teman-temanku sudah menunggu di meja dengan makanan mereka masing-masing. Jaeden berkumpul dengan teman laki-lakinya. Aku tidak memberitahu kejadian di kamar mandi, aku takut dikira aku terlalu berlebihan. Jadi, aku akan menutupinya dulu.