Caroline Blythe Berasal dari keluarga Broken Home dengan ibu yang harus masuk panti rehabilitasi alkohol. Hidup sebatang kara tidak punya kerjaan dan nyaris Homeless.
Suatu ketika mendapat surat wasiat dari pengacara kakeknya bahwa beliau meninggalkan warisan rumah dan tanah yg luas di pedesaan. Caroline pindah ke rumah itu dan mendapatkan bisikan bisikan misterius yang menyeramkan.
Pada akhirnya bisikan itu mengantarkan dirinya pada Rahasia kelam sang kakek semasa hidup yang mengakibatkan serentetan peristiwa menyeramkan yang dialaminya di sana. Mampukah Caroline bertahan hidup di Rumah tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Kau dari Sini
...Ilustrasi Hantu yang menakuti Caroline ...
Tiba tiba Caroline menarik diri dari pelukan Harry sehingga ciuman mesra itu pun berakhir.
“Maafkan aku Harry, aku tidak bisa. Aku tidak mau menjalin hubungan cinta dengan siapapun. Aku juga tidak ingin kau menemui kesulitan, karena menjalin hubungan denganku.” ujar Caroline
“Caroline, maaf kan aku, aku paham. Namun setidaknya ijin kan aku membantumu sekali ini. Aku janji tidak akan memaksakan hubungan kita. Aku hanya tidak ingin kau ketakutan dan tersakiti,”
Caroline mengangguk. Malam itu di kamar Motel Harry, Caroline tidur di tempat tidur, sedangkan Harry di sofa. Harry menepati kata katanya,dia tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka berdua istirahat dengan tenang sampai pagi menjelang.
Keesokan harinya, mereka sudah di tunggu beberapa tukang di rumah tua kakek Caroline.
“Rumah ini memang masih Kokoh tuan Harry, tapi banyak atap yang bocor, sistem pemanas rusak, dan demikian juga pipa untuk aliran listrik dan air,” ujar Hans Mandor para tukang.
“Aku rasa aku tidak perlu memperbaiki seluruhnya Harry, cukup satu kamar saja. Sisanya nanti akan aku perbaiki jika aku punya uang,” kata Caroline
Hemmm Harry mengangguk angguk sambil berkeliling rumah bersama Caroline dan Mandor Hans.
“Aku ingin seluruh Atap diganti dan tidak bocor. Utamakan rumah bagian depan agar temanku bisa segera menempati kamarnya. Lalu perbaiki semua pipa , baik itu pipa pemanas maupun air. Lalu cat semua rumah. Aku akan mengusahakan besok listrik mengalir lagi ke rumah ini,” kata Harry pada Hans
“Baik Tuan, akan kami usahakan secepatnya,”
“Oya aku ingin paling tidak 50 persen pekerjaan selesai di minggu pertama. Sehingga temanku bisa segera pindah ke rumah ini. Oya kerahkan juga anak buahmu untuk membersihkan dinding rumah serta lantainya yang sudah banyak ditumbuhi tanaman dan jamur.”
Hans mencatat semua instruksi Harry sambil sesekali memberi perintah pada anak buahnya.
“Caroline, sementara kau tinggal di Motel itu, aku sudah bayar untuk 2 minggu. Untuk semua tukang dan segala kebutuhan pembangunannya aku akan penuhi. Hans adalah anak buahku di kantor konstruksi. Dia sudah aku kontrak untuk mengerjakan rumah ini secara borongan. Kamu tidak perlu cemas. Oya untuk makan mu aku sudah minta pihak motel untuk menyiapkan dua kali makan dan satu kali snack untukmu.”
Caroline berkaca kaca mendengar semua penjelasan Harry. Dia merasa sangat berhutang budi. Harry sangat baik dalam mengurus dirinya.
“Aku tidak tahu harus berkata apa padamu Harry, kau sangat dermawan dan baik hati,” ujar Caroline.
Harry tersenyum sambil memegang tangan Caroline.
“Jangan lupa minum obatmu dari Psikiater. Kalau obatmu habis, bilang saja padaku. Nanti aku belikan. Kamu jangan banyak pikir, ok?”
Caroline hanya bisa mengangguk dan mengusap air matanya.
“Aku harus kembali ke London, dua minggu dari sekarang, aku akan menjengukmu. Semoga saat itu kau sudah tinggal di rumah ini,” kata Harry berharap.
Setelah berbasa basi sebentar, Harry lalu meninggalkan Caroline dan para tukang. Dia melaju Mobilnya kembali ke London.
*****
Malam itu hari ke tiga Caroline berada berada di desa Ravenmoore. Dia masih tidur di Motel. Sesuai pesan Harry, pemilik Motel selalu mengantarkan makan siang dan makan malam untuk Caroline, sementara pagi hari dia mendapatkan Snack dan susu hangat.
Caroline merasa sangat beruntung. Apa lagi Mr dan Mrs Jenkin pemilik Motel juga sangat baik padanya. Pernah suatu ketika Mrs Jenkin bertanya padanya tentang hubungannya dengan Harry.
“Apakah dia kakakmu atau pacarmu?” tanya Mrs Jenkin
“Dia bukan keduanya, Harry hanyalah teman baik bagiku nyonya. Kami berteman sejak kecil. Kami pernah tinggal di wilayah yang sama sebelum akhirnya ibu Harry menikah lagi dengan pengusaha kaya raya dan pindah ke lingkungan Elit di London,”
“Owh begitu. Dia baik sekali pada mu nona. Kau sungguh beruntung,”
Sejak saat itu setiap kali Caroline merenung, dia ingat semua kebaikan Harry. Hubungannya dengan Harry memang rumit dan sulit. Mereka sempat berpacaran sampai hampir menikah. Namun sayang, ketika ibu Harry tahu bahwa anaknya berpacaran dengan bekas tetangganya di perkampungan kumuh dulu, dia keberatan. Apa lagi ibu Harry tahu riwayat ibu Caroline yang menikah tanpa suami dan seorang Alkoholic. Dia merasa anaknya lebih pantas mendapat wanita kelas atas dari kalangan pengusaha atau bahkan Aristokrat.
Masih terngiang jelas dalam ingatan Caroline, “ Kau seharusnya tahu diri. Okelah dulu kau dan Harry teman main saat kami masih tinggal di apartemen kumuh itu. Tetapi sekarang kami harus menjaga nama baik Ayah tiri Harry. Kau tahu bukan apartemen kumuh itu terkenal sebagai kawasan miskin dan banyak kriminalitas. Apa kata kolega ayahnya jika tahu bahwa anak tirinya menikah dengan gadis sepertimu yang ibunya saja Alkoholik dan ayahnya tidak jelas.”
Pernyataan ibu Harry itu bagai sebuah jarum yang menusuk balon warna warni impiannya bersama Harry. Seketika itu juga Nyonya Steel melarang dia menemui Harry.
“Jangan lagi temui anakku, kau cari sajalah teman atau pacar dari kalangan mu yang sepadan denganmu. Jangan coba coba lagi kau dan ibumu yang sinting itu mendekati anakku”
Pernyataan itu memicu pertengkaran hebat antara Caroline dan Harry. Sehingga akhirnya Caroline memutuskan untuk menjauhi Harry. Tapi Rupanya Caroline adalah First Love bagi Harry sehingga dia tidak mudah dan begitu saja meninggalkan Caroline.
Walau pun bukan lagi berstatus pacar, Harry masih sering membantu Caroline. Apa lagi sejak dia meraih gelar arsitekturnya dan bekerja di perusahaan milik ayah tirinya, Dia jadi makin leluasa memberi Caroline uang dan mensupportnya.
Jadilah seperti sekarang, Caroline dan Harry berteman tapi kadang kadang mesra. Namun yang jelas Harry tahu, bahwa kehidupan Caroline tidak seberuntung dirinya. Dia tahu beban Caroline yang harus hidup sebatang kara sejak ibunya ditangkap oleh dinas sosial dan masuk ke panti Rehab alkohol setelah bikin onar dalam keadan mabuk di jalan.
Caroline tidak bisa tidur jika mengingat semua itu. Salah satu pemicu PTSD yang diidapnya adalah juga masalah dengan Harry. Itu pun Harry yang membawanya ke Psikiater, setelah beberapa kali Caroline melamun di jalan dan hampir ditabrak Truk.
Tak berapa lama Caroline mendengar ketukan lembut di pintu kamar motelnya.
Tok….Tok…..Tok
Dia terkesiap, siapa malam malam begini mengetuk pintu kamarnya. Perlahan dibukanya dengan terlebih dahulu memasang grendel pintu, untuk melihat siapa yang ada diluar. Sepi..tidak ada siapa siapa, Caroline segera menutup kembali pintu kamarnya dan bergegas kembali menyelinap ke dalam selimut.
Dia bergumam dalam hati,”Siapa yang mengetuk pintu kamarku? Apakah ini halusinasi karena aku tidak minum obat? Oh Tuhan, aku harus segera memperoleh pekerjaan untuk mendapat penghasilan sehingga bisa beli obat.”
Belum juga pikiran itu pergi kembali didengarnya ketukan halus di pintu kamar Motelnya.
Tok…Tok…Tok…..(selalu hanya 3 ketukan)
Penasaran Caroline bangkit lagi. Siapa tahu itu bukan Halusinasi putus obatnya. Digrendel lagi pintu itu dan dibukanya dari dalam, dan ….Oh My God..Caroline terngaga dengan mata membelalak lebar. Persis di depan pintu kamarnya dia melihat Sosok putih tinggi besar seperti berkerudung dengan wajah hanya tengkorak saja dan memandangnya dengan penuh amarah.
Caroline berusaha berteriak tapi tidak ada suara, sosok itu masih tetap menatapnya di depan pintu sambil berkata, “Pergi kau dari sini,”
Tak kuat melihat sosok mengerikan itu , tidak berapa lama Caroline pun pingsan, didepan pintu kamarnya.
.