Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2: Selamat Datang di Neraka
Hujan masih mengguyur kota, menyelimuti New York dalam kabut kelabu. Elle duduk di meja sudut kedai dengan tubuh yang gemetar, amplop hitam itu kini kosong—kontraknya sudah ditandatangani dan berada di tangan pria yang membuat hidupnya jungkir balik dalam satu malam. Nichole telah pergi, tapi bayangan tatapannya yang dingin terus menghantui. Kata-kata terakhirnya masih menggema di benaknya.
“Selamat datang di neraka, Elle."
Apakah ia baru saja menghancurkan hidupnya? Atau ini justru satu-satunya cara untuk bertahan? Elle tidak tahu, dan keputusasaan membuatnya tak punya pilihan lain. Ia meremas cangkir kopi di hadapannya, menatap kosong ke arah jendela, hujan deras yang membasahi jalan tampak seperti refleksi kekacauan yang kini menyelimuti hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pukul tujuh malam, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan apartemen Elle. Ia baru saja selesai mengepak beberapa pakaian seadanya ketika suara klakson pelan terdengar dari luar. Ia mengintip dari balik tirai dan melihat seorang pria dengan setelan rapi berdiri di samping mobil, menatap lurus ke arah jendelanya. Tidak ada senyuman, tidak ada basa-basi.
Elle menghela napas panjang, mengambil tas kecilnya, dan berjalan keluar. Langkahnya berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban tak terlihat. Ketika ia mendekati pria itu, ia hanya mengangguk tanpa bicara, membuka pintu mobil untuknya.
Di dalam mobil, suasana terasa mencekam. Tidak ada musik, hanya suara gemuruh hujan yang menghantam kaca. Sopir yang membawa mereka juga tidak banyak bicara, hanya sesekali menatap Elle melalui kaca spion dengan pandangan penasaran.
Mobil melaju ke arah distrik elit di Manhattan. Ketika mereka sampai di sebuah gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, pintu otomatis terbuka dan seorang petugas keamanan langsung memberi salam. Elle menelan ludah, merasa canggung di tengah kemewahan yang kontras dengan kehidupannya sebagai barista sederhana.
"Ikuti saya," kata pria tadi singkat, membimbing Elle menuju lift pribadi. Tidak ada orang lain di sana, hanya mereka berdua.
Pintu lift terbuka di lantai paling atas. Sebuah penthouse yang luas dan elegan terbentang di hadapan Elle. Lampu-lampu kristal menggantung dari langit-langit, lantai marmer yang dingin memantulkan cahaya, dan pemandangan kota New York yang berkilauan tampak dari jendela besar di ruang tamu. Tapi semua kemewahan ini terasa dingin, seperti ruangan ini tidak benar-benar dihuni oleh manusia.
Nichole berdiri di dekat jendela, mengenakan setelan hitam seperti biasanya. Ketika ia menoleh dan melihat Elle, sebuah senyum tipis muncul di wajahnya.
"Kau datang tepat waktu," katanya. "Bagus."
Elle mencoba menenangkan napasnya yang tidak teratur. "Apa yang kau inginkan dariku sebenarnya?"
Nichole berjalan mendekat, langkahnya perlahan tapi pasti, seperti predator yang mengintai mangsanya. "Aku sudah memberitahumu. Kau akan menjadi istriku selama enam bulan. Itu saja."
"Tapi kenapa aku?" desak Elle. "Apa yang kau harapkan dari seseorang seperti aku?"
Nichole berhenti tepat di depannya. Mata mereka bertemu, dan Elle merasa dirinya tenggelam dalam tatapan itu—gelap, dalam, dan penuh rahasia. "Ada banyak hal yang tidak kau pahami sekarang, tapi kau akan tahu pada waktunya. Yang perlu kau tahu adalah ini: aku tidak membuat keputusan sembarangan."
Sebelum Elle sempat menjawab, seorang wanita paruh baya dengan seragam rapi masuk ke ruangan. "Semua sudah siap, Tuan Nichole," katanya sambil membungkuk.
Nichole mengangguk. "Bagus. Elle, ikuti aku."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Elle dibawa ke sebuah ruangan besar yang menyerupai ruang konferensi. Di meja panjang yang dihiasi lilin-lilin elegan, beberapa orang pria duduk dengan ekspresi serius. Mereka semua mengenakan setelan hitam, dan atmosfer di ruangan itu terasa berat.
Nichole duduk di kursi utama, sementara Elle berdiri di sampingnya, merasa seperti seorang anak kecil yang tersesat di tengah kumpulan serigala. Salah satu pria itu, yang terlihat lebih tua dan memiliki bekas luka di wajahnya, menatap Elle dengan penuh minat.
"Jadi ini dia?" tanyanya, suaranya berat dan parau. "Baru pertama kali aku melihatmu membawa orang luar ke dalam urusan kita, Nichole. Apa yang istimewa dari dia?"
Nichole tidak menjawab langsung. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengamati pria itu dengan tatapan tajam. "Dia adalah bagian dari rencanaku. Itu saja yang perlu kau tahu."
Pria itu tertawa kecil, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Pertemuan itu berlangsung selama hampir satu jam, dan Elle tidak mengerti sebagian besar yang mereka bicarakan. Tapi satu hal yang jelas: Nichole berada di puncak hierarki ini. Tidak ada yang berani membantahnya.
Setelah pertemuan selesai, Nichole berdiri dan menatap Elle. "Ayo. Aku akan menunjukkan kamarmu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kamar yang disiapkan untuk Elle lebih besar dari seluruh apartemennya. Tempat tidur king size dengan sprei sutra putih mendominasi ruangan, dan ada balkon pribadi yang menghadap ke kota. Tapi Elle tidak merasa nyaman. Semua ini terlalu berlebihan, terlalu asing.
Nichole berdiri di ambang pintu, mengamati reaksi Elle. "Mulai besok, kau akan ikut aku ke semua acara dan pertemuan. Kau akan mempelajari peranmu sebagai istriku."
Elle memutar tubuh, menatapnya dengan alis terangkat. "Dan apa tepatnya peran itu?"
Nichole tersenyum samar. "Menjadi seseorang yang bisa dipercaya. Tidak lebih, tidak kurang."
Setelah mengatakan itu, ia meninggalkan Elle sendirian di kamar. Ketika pintu tertutup, Elle akhirnya bisa menghela napas panjang. Ia duduk di tepi tempat tidur, mencoba memproses semuanya.
Tapi saat malam semakin larut, rasa takut mulai merayap di pikirannya. Apa yang sebenarnya ia hadapi di sini? Apakah ia benar-benar bisa bertahan selama enam bulan tanpa kehilangan dirinya sendiri?
Di luar, kota New York berkilauan seperti biasa. Tapi bagi Elle, malam itu adalah awal dari sebuah perjalanan yang penuh dengan bahaya, misteri, dan kemungkinan yang tak terduga.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣