NovelToon NovelToon
Hak Milik Yang Ternoda

Hak Milik Yang Ternoda

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: adelita

SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.

Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.

Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.

Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

HMYT-30

Agnes menatapnya dengan tatapan penuh kebosanan, seakan dia sudah lelah dengan semua ini. Dia sedikit menyeringai, membiarkan suasana menjadi semakin tidak nyaman.

"Sederhana saja. Aku sudah tidak butuh kamu lagi. Semua yang aku inginkan darimu sudah aku dapatkan. Kita tidak lagi cocok. Kamu hanya menghalangi jalan ku untuk mencapai tujuanku."

Dia menatap Kenneth dengan rasa jijik yang disembunyikan dengan sempurna. "Aku lelah dengan semua ini. Aku sudah cukup hidup denganmu dan segala masalah yang datang bersama denganmu."

"Jadi, kamu hanya memanfaatkan aku? Tidak ada rasa sedikit pun untuk mempertahankan pernikahan ini?"

Suaranya tetap datar, tetapi di balik nada tersebut ada ketajaman yang mulai terlihat. "Jadi semua ini hanya soal rencana pribadi kamu?"

"Benar. Aku selalu memiliki rencana, Kenneth. Aku sudah terlalu lama terjebak dengan hubungan yang tidak menguntungkan. Dan aku yakin kamu tahu itu." Dia melipat tangannya, lalu berdiri, mendekatkan tubuhnya ke Kenneth. "Kamu terlalu lemah, terlalu lambat untuk memahami keinginanku."

"Lemah? Kamu yang menganggap orang lain lemah, Agnes." Kini suaranya mulai terdengar lebih keras, meski tidak kehilangan dinginnya. "Kamu yang egois, hanya mementingkan dirimu sendiri."

"Itulah yang kamu sebut egois? Kamu hanya marah karena aku tidak lagi tertarik denganmu. Ini bukan masalah aku atau kamu, Kenneth. Ini masalah masa depanku. Kamu tidak akan pernah mengerti itu." Dia tertawa sinis, menatap Kenneth dengan rasa puas. "Kau hanya sebuah penghalang. Dan aku tidak akan membiarkan penghalang itu terus ada."

"Kamu selalu begitu, Agnes. Terlalu terfokus pada dirimu sendiri, terlalu sibuk dengan apa yang kamu inginkan. Apa yang kau inginkan, memang selalu bisa didapatkan, kan?" Dia menatapnya tanpa berkedip, suaranya semakin tegas, tapi masih penuh kebekuan. "Kamu pikir, jika kamu lepaskan aku, segalanya akan menjadi lebih baik? Kamu hanya akan kehilangan aku, itu yang pasti."

"Itu bukan masalahmu. Aku sudah cukup berurusan dengan pria lemah sepertimu. Dan sekarang saatnya aku melakukan apa yang harus kulakukan."

Agnes berjalan menjauh, dengan langkah penuh kebanggaan. "Kamu sudah cukup, Kenneth. Tidak perlu ada yang perlu dibicarakan lagi."

Dia melirik ke Kenneth dengan senyuman dingin. "Kamu akan mengerti seiring waktu, tentu saja."

"Jangan pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja. Kamu belum selesai, Agnes. Kita masih ada urusan yang harus diselesaikan." Tapi suaranya masih terkontrol, tidak ada kemarahan yang nyata, hanya ketenangan yang semakin mengintensifkan ketegangan di antara mereka.

"Oh, kamu masih ingin berbicara? Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini? Hanya egoismu yang ingin dituruti, kan?" Agnes menatap Kenneth dengan penuh hinaan.

" Kamu berniat meninggalkan hutang-hutang yang harus aku bayar, dan sekarang kamu ingin kabur begitu saja kan ?" Kenneth menatap Agnes dengan penuh emosi . "Apa kamu benar-benar ingin mengakhiri ini? Tidak ada rasa tanggung jawab sedikit pun?"

" Hutang-hutang itu bukan masalah mu, Kenneth. Kamu yang tidak bisa menghadapinya. Aku sudah berhasil mendapatkan uang untuk membayar semua itu, dan aku tidak butuh kamu lagi." Agnes berdiri, langkahnya tegas.

"Aku sudah memikirkan ini dengan matang. Tidak ada lagi yang bisa kamu berikan. Dan kamu tahu kan, untuk bisa keluar dari masalah ini, aku harus memberikanmu. Aku harus melepaskanmu."

"Jadi, kamu benar-benar menjualku?"

Tanya Kenneth dengan suara bergetar, seolah merasa dikhianati. "Untuk uang, kamu tega melepaskan aku begitu saja?"

Dia menatap Kenneth dengan sinis, seolah mengatakan bahwa keputusan ini bukan hal yang sulit baginya. "Jadi, iya, aku menjualmu. Dan aku tidak menyesal."

Matanya berubah tajam, amarah mulai terlihat. "Aku menyesal pernah menikahi seorang wanita seperti kamu Seharusnya aku tahu dari awal, kamu hanya menginginkan keuntungan."

"Kamu tidak tahu apa-apa, Kenneth. Kamu hanya pria lemah yang tidak bisa memberi apa-apa. Aku lelah menunggu pria yang hanya tahu menghabiskan waktu ditempat kerja saja! ."

Agnes melangkah maju, menatap Kenneth dengan penuh kebencian. "Aku menyesal menikah dengan pria yang tak bisa memenuhi kebutuhan hidupku."

"Kamu pikir aku tidak tahu, Agnes? Kamu pikir aku tidak bisa merasakan semua ini? Kamu hanya memanfaatkan aku, dan sekarang kamu ingin mengakhiri semuanya begitu saja."

Kenneth berteriak, suaranya meninggi, penuh dengan kemarahan dan kekecewaan yang sulit disembunyikan. "Kamu begitu mudah melepaskanku, padahal kamu tahu aku punya segalanya untuk kita berdua."

"Aku sudah cukup denganmu, Kenneth. Semua ini sudah selesai." Agnes menatap Kenneth dengan penuh kebencian, seolah tak ada sedikit pun rasa penyesalan di dalam dirinya. "Jadi jangan tanya lagi, karena jawabannya sudah jelas."

"Kamu benar-benar tega, Agnes."

Kenneth merasa semua yang dia lakukan untuk wanita ini tak ada artinya lagi. "Aku sudah berjuang untuk kita, tapi kamu malah memilih uang dan kenyamanan."

Kenneth menghela napas panjang, merasakan beban yang berat di dadanya. "Kamu pikir aku tidak bisa hidup tanpa kamu, tapi ternyata kamu yang tidak bisa hidup tanpa uang."

"Kamu tidak akan bisa mengubah keputusan ini. Aku sudah memutuskan." Agnes kembali ke kursinya, menatap Kenneth dengan tatapan menantang. "Kamu bisa pergi sekarang, atau kamu bisa tetap di sini, tapi percakapan ini sudah selesai."

"Kamu pikir kamu yang mengendalikan ini semua, Agnes?"

Sekarang suaranya mulai lebih tajam, lebih menusuk. "Kamu ingin mengakhiri ini, kamu hanya akan melihat seberapa banyak aku masih bisa bertahan."

"Tentu saja, aku yang mengendalikan semuanya. Selalu begitu. Kamu hanya bertahan di dunia khayalan, Kenneth."

Dia tersenyum dingin, merasa puas dengan respons yang diberikannya.

"Kamu tidak tahu siapa aku, Agnes. Kamu pikir aku akan diam saja setelah semua yang kamu lakukan? Aku akan cari cara untuk menuntutmu, agar kamu tahu betapa besar pengkhianatan ini."

Kenneth mengepalkan tangannya lebih keras, hampir seolah ingin menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Wajahnya semakin memerah, menahan amarah yang semakin tak terkendali. "Kamu akan menyesali semua ini!"

Agnes tertawa dingin, seolah semua yang dikatakan Kenneth hanyalah omong kosong. "Menyesal? Untuk apa? Kamu pikir aku takut denganmu? Kamu tidak bisa berbuat apa-apa, Kenneth."

Dia melangkah lebih dekat ke Kenneth, menatapnya dengan penuh kebencian.

"Aku sudah lelah dengan semua drama ini. Kamu tidak punya apa-apa lagi untuk kupertahankan."

Kenneth menggerakkan tangan, seolah hendak meninggalkan ruang itu, tapi seketika dia berhenti. "Aku akan hidup tanpa kamu, dan kamu akan tahu seberapa besar kesalahannya."

Agnes menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu bisa mencoba, Kenneth. Tapi kamu tidak akan pernah bisa menyakitiku lebih dari yang sudah kamu lakukan. Aku sudah menyiapkan semuanya, dan tidak ada yang akan menghalangi jalanku."

Dengan tatapan penuh kebencian, Kenneth memandang Agnes, seolah melihatnya dengan mata yang berbeda. "Aku tahu apa yang terjadi, Agnes. Kamu pikir aku bodoh kan?"

Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Agnes, suaranya tegang dan penuh emosi. "Kamu sudah menemukan pria lain, kan? Itu sebabnya kamu ingin berpisah denganku, bukan?"

Agnes mengangkat alis, mencoba terlihat tenang meskipun hatinya mulai bergetar. "Kamu... apa maksudmu?"

Agnes menahan napas, berusaha menutupi kekesalan yang mulai muncul di wajahnya. "Apa yang kamu katakan itu gila, Kenneth. Aku tidak pernah selingkuh dengan siapa pun."

Kenneth tersenyum sinis, nada suaranya berubah tajam dan dingin. "Jangan coba bohongi aku, Agnes. Aku tahu ada yang aneh. Kamu sudah terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri, berpura-pura tidak tahu apa-apa. Aku rasa aku tidak perlu menyebutkan siapa dia, kan?"

Kenneth melangkah mundur, memberi Agnes ruang untuk berpikir, namun tetap memandangnya dengan tajam. "Kamu pikir aku tidak tahu kamu sudah bertemu dengan orang itu hampir setiap hari kan?"

Agnes terdiam sejenak, wajahnya berubah dingin. "Apa yang kamu lihat, Kenneth? Kamu sudah mulai paranoia. Jangan jatuhkan tuduhan tidak masuk akal. Aku tidak pernah melakukan apa yang kamu katakan."

Namun, ada kesan ketegangan di matanya, seolah tuduhan itu menempel lebih dalam daripada yang dia inginkan. "Dan bahkan jika itu benar—apa urusanmu?"

Kenneth semakin mendekat, amarahnya semakin memuncak. "Kamu benar-benar tidak tahu malu, kan? Aku bisa mencium bau kebohongan darimu! Ini semua sudah jelas. Kamu menipu aku di belakangku."

Kenneth mengepalkan tangannya, suara mulai meninggi. "Kamu pikir aku tidak melihat apa yang terjadi? Kamu sudah meninggalkan aku untuk pria lain, dan kamu berani bilang tidak ada yang salah? Jangan coba menutupi kebusukanmu."

Dengan wajah yang mulai menunjukkan rasa kesal yang terpendam, Agnes mendekati Kenneth dan menatapnya tajam. "Kamu benar-benar tidak tahu apa yang aku hadapi, Kenneth. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya dikecewakan oleh suami sendiri."

Agnes tertawa sinis. "Jika kamu berpikir aku akan menangis atau merasa bersalah, kamu salah besar. Aku tidak merasa perlu menjelaskan apa-apa padamu."

Kenneth meletakkan tangannya di meja, menahan diri untuk tidak menghancurkan apa pun di hadapannya. "Jangan pernah anggap aku bodoh, Agnes. Kamu sudah jauh melampaui batas. Kita berdua tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Dia mendekat lagi, suaranya rendah dan penuh ancaman. "Aku tidak akan biarkan ini berlalu begitu saja."

Dengan senyum dingin, Agnes berkata, "Kalau begitu, lakukan saja. Aku tidak peduli lagi denganmu, Kenneth." Dia menatapnya, tatapan penuh kebencian. "Aku sudah cukup dengan semua permainanmu. Sekarang, kamu dan aku—selesai."

Dia berbicara dengan suara rendah, penuh ancaman. "Kamu akan menyesal."

Agnes hanya menatapnya dengan pandangan yang semakin tajam, tak sedikit pun ragu dengan keputusannya. "Itu yang kamu pikirkan, Kenneth. Tapi aku sudah terlalu lama menunggu. Sekarang giliran aku yang mengontrol semuanya."

Kenneth berbalik, berniat meninggalkan rumah dengan perasaan yang semakin terperosok dalam kebencian. Dalam hatinya, kemarahan dan rasa dikhianati makin menguat.

Agnes tetap berdiri di ruang tamu, tidak sedikit pun tergoyahkan. Kata-kata Kenneth mungkin menembus, tapi dia sudah tidak peduli. Baginya, ini adalah langkah yang harus diambil. Apa pun yang terjadi setelah ini, dia sudah siap menghadapi apa pun, bahkan jika itu berarti menghancurkan segala yang ada di depannya.

Dengan senyum dingin, Agnes mendekati Kenneth yang masih terdiam. "Oh, satu hal lagi yang perlu kamu tahu," katanya, suaranya penuh dengan nada meremehkan.

" Wanita itu... dia akan memberikan surat cerai padamu setelah semuanya selesai." Dia berhenti sejenak, memastikan bahwa kata-katanya mempengaruhi Kenneth, lalu melanjutkan dengan tegas. "Setelah itu, semuanya dianggap selesai. Tidak ada lagi hubungan di antara kita."

Kenneth terdiam, seolah kata-kata itu menembus hatinya. Matanya terbuka lebar, dan amarah yang awalnya membara berubah menjadi kekosongan. Dia merasa dipermainkan, namun di sisi lain, perasaan itu berubah menjadi pahit. "Kamu sudah merencanakannya semua, ya sejak awal rupanya ?" suaranya hampir tak terdengar, penuh dengan kekecewaan. "Jadi itu yang sebenarnya kamu inginkan."

Agnes mendekat, senyumnya semakin melebar, namun ada kejam yang terkandung di dalamnya. "Aku tidak perlu menjelaskan semuanya padamu, Kenneth. Semua yang terjadi ini adalah hasil dari keputusan yang sudah tepat."

Kenneth hanya bisa menatapnya, tidak tahu harus berbuat apa lagi. Perasaannya campur aduk—antara kemarahan, kekecewaan, dan perasaan telah dikhianati.

Dia berbalik dan melangkah menuju pintu, menambahkan dengan suara penuh kekuatan, "Aku tidak peduli apa yang kamu rasakan sekarang. Ini adalah pilihanmu. Kamu tidak lebih dari sekadar pria yang tidak tahu diri, dan itu harus berakhir sekarang."

Agnes meninggalkan Kenneth yang berdiri terdiam, membiarkan kata-katanya menggantung di udara. Kenyataannya mulai meresap perlahan, dan Kenneth tahu dia sudah berada di ujung jalan. Surat cerai itu akan datang, dan Agnes—wanita yang pernah ia nikahi—telah membuat keputusan yang tak bisa dibatalkan lagi.

1
Dinar
kakak aku kirim dua mawar 🌹 sebagai pengantar cinta dari Kenneth untuk istri barunya
Tiramisyuu
kak cover kita sama wkwk , tp untuk ceritaku di platform sebelah
Adelita0305: Oke deh kak
Tiramisyuu: judulnya Kubalas Penghianatan Sahabatku , ada di platform Fi**o hihi .
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!