Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DELAPAN
"Apa ayah sudah tidur ya? Kok ibu sudah masuk kamar. Tapi pintu belum dikunci." gumam Hera keluar dari kamar mandi di dapur.
Hera melangkah menuju pintu, hendak menguncinya tapi dia mendengar orang menutup pagar. Akhirnya Hera mengintip, jangan sampai maling. Ternyata sang kakak yang baru pulang.
"Eh, kamu belum tidur?" tanya Udin. Dia tumben baru pulang, biasanya dia hanya tinggal saja di rumah.
"Belum, kamu dari mana kak?" tanya Hera heran pada kakak sulungnya, kok jam segini baru pulang?
"Ditanya malah balik nanya." ucap Udin lagi. Dia duduk disofa untuk menenangkan diri.
"Iya aku belum tidur. Baru juga pulang setengah jam yang lalu. Nah kakak dari mana?" tanya Hera lagi. Jiwa keponya muncul kala sang kakak yang rajin di rumah kini keluar malam.
"Dari cek kerjaan di Kios. Aldi buat Kios, na harus dicek! Jangan sampai ada orang mencuri." jawabnya serius.
"Ha? Kenapa gak sekalian nginap? Maksudnya ngecek gimana? Ada-ada saja." cecar Hera tidak paham.
"Aldi buat Kios, nah kiosnya kalau malam orang yang jaga. Makanya saya datang kesana untuk cek, semoga jujur itu pegawainya." jelas Udin pada Hera.
"Aku mau ke kamar mandi, mau tidur juga ngantuk." ucap Udin berlalu pergi.
"Oh gitu. Hebat juga Aldi." ucap Hera lirih. Aldi memang sukses dibandingkan dengan Udin, tapi Udin rela membantu tenaga. Karena dia tidak memiliki kecerdasan yang tinggi seperti Aldi.
Hera masuk kamar sholat dan tidur setelah mengunci semua pintu. Ibu keluar dari kamar.
"Kakakmu sudah pulang de?" tanya ibu Rosita.
"Sudah bu, sudah masuk kamar dia." jawab Hera jujur. "Aku ke kamar ya bu." pamit Hera hendak ke kamar dan tidur.
**
Keesokan harinya seperti biasa, Hera bangun subuh, begitu pula ibu dan ayahnya. Ayahnya selalu melaksanakan sholat subuh di Masjid. Ibunya sholat di rumah baru memasak untuk persiapan sarapan.
"Sudah sholat nak?" tanya ibu Rosita saat Hera mendatanginya di dapur.
"Libur bu, lagi datang bulan." jawab Hera sambil membantu sang ibu memotong kacang panjang dan jagung, mau ditumis.
"Nanti bikin perkedel jagung saja nak." ucap ibu sambil membuat bumbu, tinggal ditumis.
"Iya bu." jawab Hera singkat. Dia fokus mengerjakan pekerjaannya yang diperintahkan ibunya.
"Katanya Hasyim mau kuliah di Palopo ya?" tanya ibu Rosita. Sambil menumis sayur kacang panjang yang dicampur jagung.
"Iya bu, emang ibu tahu ya?" tanya balik Hera pada ibu Rosita. Dia duduk dikursi dekat meja makan.
"Ibu Setia cerita katanya Hasyim mau pindah kuliah di Kota P karena kuliahnya disana berantakan. Mungkin pergaulan itu, apalagi di Kota besar seperti Kota M kan terkenal Kota Metropolitan." ucap Ibu menjelaskan.
"Ya begitulah bu, tapi kalau disini ambil jurusan berbeda katanya bu. Berarti mengulang lagi dari semester satu." ucap Hera menjelaskan kembali.
"Oh begitu, jadi tidak bisa itu kuliahnya dari sana dilanjut kesini?" tanya ibu Rosita heran. Pasalnya ibu Rosita hanya lulusan D2.
"Tidak bisa bu, karena di Kota P tidak ada jurusan Teknik, kalau ada mungkin bisa tapi susah juga karena beda kampus bu." penjelasan Hera membuat ibu Rosita menyayangkan jika Hasyim pindah tetapi kembali ke semester satu.
"Kayaknya ibunya deh yang nyuruh Hasyim pindah bu, karena nilainya hancur disana. Tapi adiknya juga Hasyim selalu menangis kalau Hasyim akan berangkat ke Kota M. Itu susahnya dia bu." ucap Hera kasihan. Meski Hera anak bungsu tapi dia tidak sampai begitunya di manja.
"Memang itu ibu Setia kalau saya lihat-lihat tidak bisa jauh dari anak-anaknya. Susah juga anak-anak mau sukses kalau ditahan - kasihan." ucap Ibu Rosita kepada Hera.
"Mau gimana lagi bu. Itu urusan mereka." jawab Hera melanjutkan menggoreng perkedel jagung untuk lauk saat sarapan.
"Iya-iya betul juga nak. Biarkan saja mereka." ucap Ibu Rosita akhirnya dengan helaan nafas pasrah.
"Iya bu." mereka menyelesaikan masakan mereka kemudian menghidangkan di atas meja makan. Usai di dapur, Hera membersihkan rumah baik menyapu dan mengepel jika mulai terlihat kotor.
Ibu Rosita disibukkan dengan menyiram bunga-bunganya. "Banyak bunganya bu, bagus-bagus." ucap Bu Setia sambil membeli sayuran yang lewat.
"Iya bu Setia, ini sudah mulai tumbuh. Saya ambil dikampung ini, banyak bunga bagus-bagus disana." jawab Ibu Rosita semangat.
"Beli sayur Mbak?" tanya penjual pada ibu Ros. "Sudah memasak saya Mbak, besok-besok insya Allah kalau habis sayur di rumah." tolaknya halus.
"Iya bu Ros, nanti saya minta kalau sudah ada anaknya atau bibit kecilnya." ucap bu Setia mendatangi Bu Ros.
"Bu Setia, bagaimana Hasyim. Jadi pindah kuliah disini?" tanya bu Ros penasaran. Untung ayah Rahim belum pulang jadi bisa bergosip dulu.
Biasa kalau ada ayah Rahim ditegur jika bergosip, tapi dia juga suka bercerita. Beda pembahasan kalau laki-laki dengan perempuan. Kalau laki-laki pembahasan yang real atau nyata, ungkapnya.
"Iya bu, berantakan kuliahnya di Kota M, mungkin pergaulan disana. Padahal biaya banyak dihabiskan. Mulai pendaftaran, biaya semester, uang makan sehari-hari, saya sewakan rumah sama sepupu-sepupunya, saya lengkapi segala keperluan mereka, biaya transformasi. Saya pusing bu, apakah yang dia inginkan?" keluhnya seolah sepenuhnya salah Hasyim.
"Begitu namanya anak-anak bu, kalau dapat pergaulan bagus pasti jadi anak baik. Sayang juga kalau dapat teman yang buruk itu bisa berpengaruh buruk juga bu." sahut ibu Rosita ikut perihatin.
"Sabar saja bu, bagus juga kalau kuliah disini supaya dekat dengan orang tua. Gampang juga kita pantau bu." imbuhnya menyarankan.
"Iya bu. Hanya saja kalau pindah kesini harus mengulang semester satu lagi dan ambil jurusan berbeda. Tapi ayahnya sudah setuju ya biar lah." ucap ibu Setia menceritakan apa yang terjadi terhadap anaknya.
Ibu Setia memang baik, sangat baik kalau sama orang. Tetapi jika sama Hasyim seperti ibu yang membebankan segala sesuatunya pada anak. Sejak kecil Hasyim sudah diperintah untuk mandiri, harus mampu bertanggung jawab, pekerja keras, dan penurut.
Sampai Hasyim pernah bergumam dan bertanya pada diri sendiri bahwa, apakah memang hidupnya harus selalu menurut pada orang tuanya? Bahkan dia tidak dibolehkan mengejar cita-cita yang dia impikan. Dosa apakah Hasyim pada kedua orang tuanya?
Karena Hera sayang terhadap Hasyim maka dia sangat bersimpati dengan kehidupannya. Biasa mereka pergi berdua jika Rika dan Rudi sibuk. Saat Hasyim masih di kota M pun merka masih sering acara sesekali.
"Begitu memang bu Setia, setiap orang tua ingin yang terbaik buat anaknya." ujar ibu Ros bijak.
cocok