Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Ular terbang?
Falah mengajakku dan Milen kerumah Syarif teman sekelas kami yang mana rumahnya berada di sebuah perumahan di dalam lingkungan pabrik (serupa dengan rumah dinas).
Dalam perjalanan semua berjalan lancar tanpa ada hambatan sesampainya di pos satpam kami di cegah satpam yang menjaga disana sambil bertanya
"Mau kemana adik-adik?"
Kami bertiga saling lempar pandangan lalu Falah menjawab
"Kami mau kerumah Syarif Pak,"
Setelah mendengar perkataan Falah Pak satpam tersebut mempersilahkan kami masuk beberapa meter kami berjalan dan tidak jauh dari pos satpam tersebut Aku melihat ada ular melintas anehnya ular itu dominan berwana putih namun memiliki corak seperti pelangi dan memiliki sayap kecil ular tersebut melintas tepat di depanku dengan spontan Aku berkata
"Loh ada ular terbang!"
Sambil menunjuk ke arah ular itu Milen dan Falah mengernyitkan dahi heran
"Na kamu halusinasi atau bagimana, mana mungkin ada ular terbang di siang bolong begini aneh-aneh saja kamu ini,"
Ucap Milen tidak percaya dengan apa yang Aku lihat dan tanpa mendebatnya lalu Aku menjawab
"Oh iya kali ya."
Ucapku sambil nyengir terpaksa sedangkan Falah hanya menggelengkan kepala melihat tingkahku lalu kami melanjutkan perjalanan menuju rumah Syarif.
Sesampainya di depan rumah Syarif lalu Falah mengetuk pintu.
"Assalamualaikum Syarif."
Lalu Syarif membukakan pintu Aku yang tidak fokus karena ular terbang itupun tidak antusias seperti sebelumnya dalam benakku Aku bertanya
"Itu tadi ular terbang kan ya, kok bisa ada ular terbang, apa yang di ucapkan Milen tadi benar ya kalau Aku hanya halusinasi, tapi tidak lah ngapain juga halusinasi kurang kerjaan sekali. Kalau misal tidak halusinasi berarti itu tadi nyata dong! Ah sudahlah biarkan saja yang penting kita baik-baik saja."
Setelah mencoba melupakan kejadian tadi Aku mencoba fokus lalu Syarif mengajak kami mencari buah kismis yang ada didepan rumahnya setelah itu kami di ajak melihat-lihat isi perumahan.
Di dalam perumahan itu ada kolam renang, tempat tenis, lapangan untuk sepak bola (Anak SD setiap olahraga pasti diajak kelapangan itu bersama gurunya) namun kolam renangnya tidak terawat malah terkesan angker perasaanku tidak enak berlama-lama disana lalu Aku mengajak yang lainnya untuk menjauh dari kolam renang tersebut.
Setelah puas kami keliling satu komplek kami memutuskan kembali kerumah Syarif dan tidak terasa matahari semakin terik jam pun menunjukkan pukul 10.00 WIB kami bertiga undur diri.
"Syarif kami pulang dulu ya kalau ada tugas kami kerja kelompok di rumahmu saja tempatnya asri dan bisa sambil memetik buah kismis,"
Ucap Falah sambil cengengesan dan Milen menyetujuinya
"Benar sekali kita adakan kerja kelompok pasti seru,"
"Boleh sekalian ajak yang lain juga ya."
Jawab Syarif lalu kami menganggukkan kepala bersama setelahnya kami pamit pulang.
Karena keseruan yang kami lakukan tadi Aku mulai lupa dengan ular terbang tersebut Milen mengantarku pulang lalu kami berpisah di depan rumahku.
"Terimakasih ya Len, Falah ketemu besok di sekolah,"
Ucapku dengan tulus lalu Milen dan Falah mengacungkan jempol mereka bersamaan.
"Ya sudah kami pamit pulang ya Na see you tomorrow Nana bye bye."
Sambil melambaikan tangan Aku tersenyum melihat tingkah Milen dan Aku yang melihat Milen dari kejauhan merasa bersyukur memiliki teman yang tidak memandang status sosialnya Milen termasuk orang berada Ayahnya bekerja di Pabrik sebagai Manager.
Setelah Milen dan Falah tidak terlihat lagi Aku memutuskan masuk ke dalam rumah dirumah sepi Ayah, Ibu, Bude bekerja dan Buyutku jualan keliling menjajakan kue buatan Nenek lalu Aku melihat Adikku bermain bersama Kakak sepupuku yang tak lain adalah Bang Rohman.
"Bang kalau ada tugas dari Bu Roro ikut tidak kerja kelompok dirumah Syarif, asyik loh bang kalau banyak teman sekali-kali lah Abang ikut gabung dengan yang lain jangan menyendiri terus Bang,"
Ucapku sambil melihat Bang Rohman yang acuh tak acuh mendengarkan Aku bicara.
"Ih Abang selalu seperti itu kalau ada orang bicara itu dengarkan Bang!"
Bang Rohman menatap lekat mataku lalu berkata
"Kamu saja sana yang berbaur dan jangan hiraukan Aku!"
Dengan rasa penasaran Aku mencoba bertanya dengan hati-hati takut menyinggung perasaan Kakak sepupuku itu.
"Abang kenapa sih tidak mau bersosialisasi dengan yang lain, tidak pernah mengajak Aku berbicara di sekolah, kita seperti orang asing loh Bang disekolah padahal kita sepupu."
Tanpa menjawab pertanyaan ku Bang Rohman berlalu pergi sedangkan Aku yang di acuhkan seperti itu memilih pulang kerumah dan membiarkan Adikku bermain dirumah Nenek bersama Kakak sepupuku itu.
Hari menjelang sore semburat orange menghiasi langit yang cerah kala itu Ibuku sudah pulang kerja sedangkan Ayahku belum pulang mungkin masih banyak pesanan sehingga Ayah pulang terlambat.
Awalnya semua baik-baik saja namun setelah Ayah pulang dan memasuki rumah Ibu marah besar dan bertengkar hebat dengan Ayah Aku yang saat itu melihat Ayah dengan raut wajah lelahnya merasa kasihan dan memilih memasuki kamar dan di dalam kamar Aku mendengar semuanya.
"Ibumu itu di otaknya hanya ada uang uang dan uang dan hutang sana sini atas nama kamu setelah itu tidak mau membayar memang kamu itu Direktur, yang seenak jidat hutang dan lepas tanggung jawab setelah itu kamu yang melunasi hutangnya!"
Ayahku hanya mendengarkan tanpa membantah ucapan Ibu sama sekali Aku yang di dalam kamar hanya termenung dan menahan tangis.
Jujur sebagai seorang anak tidak ada yang ingin melihat orang tuanya bertengkar semuanya ingin melihat orang tua mereka harmonis tanpa menunjukkan kalau sedang berseteru dan dalam diam Aku mencoba menahan isak tangisku walau airmata bercucuran tanpa bisa di bendung.
Malamnya Aku tidak bisa tidur nyenyak yang ada dalam benakku hanya memikirkan Ayahku.
"Ayah tidur dimana ya, kalau Ayah dan Ibu satu ranjang berarti mereka sudah baikan nanti subuh Aku mau lihat ayah tidur dimana."
Ucapku dalam hati dan mencoba memejamkan mata jam menunjukkan pukul 02.00 WIB Aku yang penasaran Ayah tidur dimana akhirnya memutuskan untuk mengecek kamar orang tuaku.
Dengan memanjat meja belajar yang ada d depan kamar orang tuaku Aku melihat dari atas meja belajar tersebut dan mengintip apakah Ayahku tidur seranjang dengan Ibu atau tidak.
Ternyata kekhawatiranku tidak menjadi nyata Aku melihat Ayah tidur bersama Ibu dan dengan perasaan lega Aku turun dari meja belajar lalu kembali ke dalam kamarku.
Matahari mulai menyinari bumi semua mulai melakukan aktivitasnya masing-masing setelah berpakaian rapi Aku kerumah Nenek minta sarapan.
Ayah mengantar adikku yang sekolah di TK yang tak jauh dari rumah Nenekku (dari Ayah) sedangkan Ibu sudah berangkat kerja.
Aku menikmati makanan yang dihidangkan Nenek begitu juga dengan Bang Rohman tiba-tiba Pak Awi (Kakek Santoso) datang kerumah (Santoso teman sekelas Diana dan Rohman).
Tanpa aba-aba Pak Awi memukul perut Bang Rohman padahal Bang Rohman baru saja menyuapkan makanan ke dalam mulutnya Aku yang melihat kejadian itu kaget tidak percaya karena ada orang dewasa memukul seorang anak kecil tanpa ampun.
Nenekku yang mendengar kegaduhan di ruang tamu akhirnya melihat apa yang terjadi akhirnya adu mulut tidak bisa di hindari dan Aku memilih berangkat sekolah tanpa menghabiskan sarapanku.
Aku mencoba melupakan kejadian tadi pagi tapi Aku masih kepikiran dengan Bang Rohman dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi Aku bertekad pulang sekolah akan menanyakan penyebab dia sampai di pukul seperti itu oleh Kakeknya Santoso.
Jam pulang sekolah telah berbunyi Aku tidak sabar mendengarkan cerita yang sebenarnya dan sesampainya dirumah Aku langsung menemui Bang Rohman.
"Bang kenapa Abang sampai dipukul seperti itu dengan Kakeknya Santoso, memangnya Abang ada masalah apa dengan Santoso?"
Dengan raut wajah datar Bang Rohman menjawab
"Santoso bohong ke Kakek Neneknya dia bicara kepada mereka kalau kemarin Aku yang yang memukul dia sepulang sekolah padahal dia di keroyok anak lain saat Aku lewat di tempat kejadian dan Aku hanya melintas tanpa ikut campur Aku juga tidak tahu kenapa Santoso menyebutkan Aku yang memukul dia."
Mendengar penjelasan Bang Rohman Aku mengambil kesimpulan kalau Santoso memang sengaja menjadikan sepupuku sebagai kambing hitam entah apa alasan dia seperti itu padahal kita sekelas dan sepupuku juga tidak pernah mengusik kehidupan orang lain.
"Ya sudah lain kali Abang hati-hati jangan berteman dengannya bikin emosi saja kok bisa-bisanya dia memfitnah Abang terus Nenek tadi bicara apa dengan Kakeknya Santoso Bang?"
Aku yang penasaran akan kejadian tadi pagi tidak mendapat jawaban dari sepupuku itu dia hanya mengedikan bahu Aku yang melihat tingkahnya seperti itu semakin emosi di buatnya lalu Aku memutuskan kembali ke rumah dan mengerjakan tugas yang diberi Bu Roro tadi disekolah.
Pada malam yang gulita tidak ada hujan tidak ada angin Ibuku tiba-tiba mengabarkan bahwa akan kerja ke luar negeri dan Aku yang kala itu masih kecil tidak tahu menahu apa yang ada dipikiran orang dewasa.
"Nana Ibu mau bekerja di luar negeri Kamu dan Adik harus bisa mandiri ya Ibu yakin Ayah kalian akan menjaga kalian jadi kalian jangan khawatir ya walaupun tidak ada Ibu."
Suara itu selalu terngiang saat Aku mencoba memejamkan mata dan tidurku tidak nyenyak sama sekali.
Pada magi harinya saat disekolah tiba-tiba perasaanku tidak enak pada saat itu bertepatan ada petugas puskesmas untuk memberikan imunisasi Aku yang biasanya tidak pernah menangis saat disuntik tiba-tiba nangis dan Aku pun tidak tahu penyebabnya.
Bel pulang berbunyi Aku yang tidak sabar untuk pulang kerumah sejurus kemudian lari dari sekolah sesampainya Aku dirumah bak tersambar petir disiang bolong ternyata perasaan tidak enakku pertanda Ibu berangkat menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita).
Tanpa berpamitan kepadaku Ibu pergi begitu saja Aku masuk ke kamar dan nangis sejadi-jadinya menahan sakit yang teramat dalam Aku mengurung diri di dalam kamar hingga malam.
Keesokan harinya Aku mimisan seperti biasa Aku tidak bisa terlalu banyak mikir dan itu akan mempengaruhi kekebalan tubuhku akhirnya Aku drop.
Satu bulan sudah Ibu meninggalkan kami dan Aku tidak tahu apa Ayah sudah menghubungi Ibu atau tidak anak sekecil itu tidak bisa memahami apa yang terjadi dan kenapa bisa terjadi hanya bisa menerima tanpa mendengar penjelasan ataupun alasan.
Sudah biasa atau telah terbiasa hari-hariku tanpa seorang Ibu membuatku terbiasa sendiri walau Aku sedikit manja kepada Ayahku tapi tidak membuatku bermalas-malasan.
Setiap libur sekolah Aku dan Adikku membantu Ayah bekerja. Tanpa figur seorang Ibu yang seharusnya memperhatikan anak-anak dan suaminya tak bisa di pungkiri Aku terkadang iri melihat teman yang orang tuanya harmonis dan Aku tidak bisa menyalahkan keadaan.
Entah berapa lama kami harus menunggu kedatangan Ibu tanpa kusadari airmata menetes saat mengingat kenangan bersamanya walau penuh dengan bentakan tapi Ibu tetaplah Ibu yang melahirkan ku didunia ini dan mengajarkan ku bagaimana bertahan dalam keadaan genting sekalipun.
Hari ini Ayah mengajakku ke sebuah wartel dengan berbekal nomor yang ada di genggaman tangannya Aku melihat Ayah mengatur nafasnya perlahan namun pasti Ayah memencet setiap deretan nomor yang ada di dalam tulisan itu sambil menunggu panggilan terhubung Ayah menoleh kepadaku.
"Nak bisa tunggu Ayah di luar?"
Antusiasme yang semula ku pancarkan perlahan menyurut kala mendengar Ayah menyuruh menunggu di luar dengan terpaksa Aku melangkah kaki keluar dari dalam wartel tersebut dan Aku bergumam lirih
"Apa salahnya sih ikut mendengar apa yang Ayah dibicarakan Aku kan penasaran!"
Beberapa saat kemudian Ayah keluar dari wartel dan mengajakku pulang tanpa bertanya Aku mengikuti Ayah dari belakang.
Keesokan harinya saat disekolah Milen mengajakku bermain kerumahnya bermain dengan Milen membuatku melupakan semua rasa rinduku terhadap Ibu dan membuatku sedikit bisa bernafas lega karena disaat seperti ini Aku mempunyai teman yang bisa membuatku melupakan sejenak kesedihanku.
"Na nanti sore kamu kerumahku ya tapi kamu sibuk tidak?"
Aku yang semula melamun mengakhiri lamunanku dan menoleh kepada Milen.
"Sepulang Aku ngaji ya Len Aku pulangnya sekitar jam 4 bagaimana, apa kamu tidak dimarahin Mamamu kalau bermain sore sekali?"
Berpikir sejenak lalu Milen menjawab
"Tidak papa dong kan mainnya di rumahku pasti boleh-boleh saja lah."
Setelah mendengar jawaban Milen Aku mengangguk kepala dan melanjutkan kegiatan yang semula tertunda.
Hari berganti minggu minggu pun berganti bulan tidak terasa hampir 4 bulan lamanya Ibu meninggalkan kami tanpa tahu bagaimana kabar Ibu disana.
Tepat pukul 00.00 terdengar pintu di ketuk dari luar Aku yang semula terlelap merasa terganggu dengan ketukan pintu tersebut saat Aku membuka pintu kamarku kulihat Ayah menuju pintu depan saat Aku mengikuti Ayah betapa terkejutnya Aku melihat Ibu pulang kerumah.
Tanpa basa-basi Aku memeluk erat Ibu sambil berkata
"Bu Na kangen Ibu,"
Meluapkan kesedihanku Aku memeluk Ibu dengan deraian airmata setelah itu Ibu bercerita kepadaku dan Ayah bahwa selama ini Ibu di jual temannya entah bagaimana cerita spesifiknya yang pasti Ibu berhasil kabur dari penampungan dan berkat satpam yang ada di tempat penampungan tersebut Ibu bisa melarikan diri.
Tanpa membawa pakaian Ibu melarikan diri dari sana dan di beri ongkos untuk pulang dalam hati Aku bersyukur masih ada orang baik yang menolong Ibu pergi dari sana setelah puas bercerita Aku tertidur lelap dan berharap kejadian malam ini bukan mimpi belaka.
"Ya Allah terimakasih engkau telah menyelamatkan Ibuku hanya engkau yang mampu membalas kebaikan orang tersebut Aamiin."
Kujalani hari-hariku seperti biasanya dan saat ini untuk pertama kalinya Aku menerima raport semester ganjil Aku deg-degan ingin melihat nilai raport ku dengan gelisah Aku menanti Ibu pulang tidak lama kemudian Ibu datang dan membawa hasil raport ku alhamdulilahnya Aku mendapat peringkat pertama.
Aku senang sekali tapi sayang tidak ada apresiasi sama sekali dari orang tuaku seakan-akan apa yang Aku capai itu hal wajar tanpa perlu d apresiasi Aku merasa sakit kala itu tapi Aku mencoba untuk melupakannya dan mengganggap hal itu hanya masalah sepele yang tidak perlu di permasalahkan.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya