NovelToon NovelToon
Bloodlines Of Fate

Bloodlines Of Fate

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / CEO / Vampir / Cinta Beda Dunia
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Detia Fazrin

Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.

Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.

Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...

Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilema Vampir

...»»————> Perhatian<————««...

...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....

...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...

"Dilema Vampir"

Elara Grey merasa gugup dan penasaran saat melangkah masuk ke dalam rumah besar itu, diantar oleh Kevin, sekretaris setia Aiden. Ketika mereka berjalan melalui lorong panjang dengan dinding-dinding yang dihiasi karya seni klasik dan lampu-lampu kristal yang berkilauan, Elara tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.

"Kevin, kamu pernah diundang makan malam seperti ini sebelumnya?" tanyanya, sambil melirik Kevin yang tetap tenang di sampingnya. Kevin hanya tersenyum tipis, tapi tidak memberikan jawaban yang jelas.

Elara, dengan rasa penasaran yang semakin menggelitik, mencoba bertanya lebih jauh, "Aiden itu bos yang baik, kan? Maksudku, dia bukan semacam penjahat kelamin atau semacamnya, kan?"

Kevin menggeleng, tertawa kecil sambil melihat ke depan. "Kamu benar-benar memiliki imajinasi yang liar," jawabnya singkat, namun tak menghentikan Elara untuk terus berbicara.

"Ah bukan maksud ku begitu.... " jawab Elara, kemudian dia kembali bertanya.

"Sudah berapa lama kamu jadi sekretarisnya? Pasti seru bekerja dengan dia, kan? Apa dia suka marah? Atau lebih suka diam-diam menegur orang?"

Elara terus bertanya, namun Kevin tetap membisu, lebih banyak mendengarkan daripada menjawab. Dia sudah terbiasa dengan sikap ceria dan banyak bicara Elara selama dua hari di kantor. Meski kadang lelah dengan pertanyaannya yang tak ada habisnya, Kevin menganggapnya sebagai hiburan di tengah kesibukan hari-hari mereka.

Ketika mereka akhirnya tiba di ruang makan, Elara terdiam. Ruangan itu luar biasa megah, dengan meja kayu panjang yang dikelilingi oleh kursi-kursi berlapis emas. Dindingnya dihiasi dengan cermin besar dan lampu gantung yang terbuat dari kristal. Elara terpana melihat keindahan dan kemegahan ruangan itu, seperti sedang melangkah ke zaman kuno dengan barang-barang antik yang sangat terawat.

"Wow," Elara berbisik kagum, matanya menyapu setiap sudut ruangan. "Apakah aku sedang berada di museum atau di rumah seseorang?"

Kevin, yang mengerti rasa heran Elara, hanya tersenyum kecil dan menunjuk ke kursi di mana dia seharusnya duduk. "Silakan duduk. Tuan Aiden akan segera datang."

Elara duduk di kursinya dengan perasaan campur aduk antara kagum, canggung, dan sedikit takut. Dia menyesap napas dalam-dalam, merasa seperti telah melangkah ke dunia lain yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Aiden melangkah perlahan menuruni tangga, tubuhnya tegap dan setiap gerakannya penuh dengan kewibawaan. Malam ini, energi yang dipancarkannya jauh lebih intens daripada yang biasa Elara lihat di kantor. Aiden terlihat berbeda, karismatik dengan aura misterius yang kuat. Saat dia mendekat ke meja makan, Elara hampir tidak bisa berkedip, terpukau oleh pesona pria itu. Aiden tersenyum tipis, menyapanya dengan suara lembut yang menggetarkan.

"Selamat malam, Elara. Senang kau bisa datang," katanya, dengan nada suara yang begitu halus namun tegas.

Elara balas tersenyum, meski hatinya berdebar. Tidak hanya karena berada di rumah yang begitu megah, tapi juga karena kehadiran Aiden yang begitu dominan malam ini. Makan malam ini bukanlah sekadar undangan biasa, Elara merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan bisnis, meski dia tidak bisa sepenuhnya mengerti apa.

Di dalam benak Aiden, perasaan yang bertentangan terus menghantuinya. Di satu sisi, Elara adalah kunci dari segalanya. Darahnya, yang langka dan suci, bisa menjadi harapan terakhir untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran yang dibawa Morvok. Musuh lamanya itu tidak akan berhenti sampai ia menguasai darah suci dan menghancurkan umat manusia. Tapi apakah Aiden benar-benar bisa melakukan ini? Apakah dia mampu menggigit Elara dan mengambil darah yang begitu berharga itu?

Selama berabad-abad, Aiden telah berusaha menjauhkan dirinya dari sisi gelap vampirnya. Dia tidak lagi meminum darah manusia, bahkan sejak beberapa dekade terakhir, dia hanya meminum darah sapi. Namun, kini dia dihadapkan pada dilema besar menyelamatkan dunia dengan kembali menjadi monster, atau tetap memegang prinsipnya dan membiarkan dunia jatuh ke tangan Morvok.

Aiden menepis keraguan itu. Lebih baik dia bertindak cepat sebelum Morvok menemukan Elara. Jika darah suci itu harus diambil, lebih baik dia yang melakukannya daripada membiarkan Morvok menguasai semuanya. Tapi hati kecilnya berbisik, apakah ini benar-benar jalan yang harus diambil?

Sementara itu, Elara duduk di seberang Aiden, senyum cerah menghiasi wajahnya. Tatapannya beralih ke meja yang penuh dengan makanan yang terlihat lezat. Hidangan-hidangan itu ditata dengan begitu indah, mengingatkannya pada pesta besar di film-film klasik. Perutnya sudah mulai keroncongan, dan dia berharap Aiden segera mempersilakannya untuk makan.

Namun, Aiden hanya diam, duduk dengan wajah yang sulit dibaca, seperti patung. Ketidaknyamanan mulai merayapi diri Elara. Apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus memulai percakapan? Tapi apa yang bisa dia katakan di hadapan pria seperti Aiden yang auranya begitu mendominasi?

Merasa semakin canggung, Elara akhirnya berpura-pura batuk pelan, berharap itu akan memecah keheningan. Dan untungnya, batuknya berhasil.

Aiden tersadar dari lamunannya. "Oh, maafkan aku," katanya, dengan senyum tipis. "Silakan makan, Elara. Jangan ragu. Semua ini untukmu."

Elara tersenyum lebar dan tanpa ragu mulai menyantap hidangan di depannya. Setiap gigitan terasa lezat, mengingatkannya pada saat-saat spesial ketika ia bisa makan makanan mewah seperti ini. Dia tidak pernah menyangka akan diundang ke rumah mewah seorang CEO dan disuguhi makanan yang begitu mewah.

Aiden memperhatikannya dengan tenang, tapi dalam pikirannya, ingatan masa lalunya menyeruak. Dulu, sebelum dia memutuskan untuk berhenti meminum darah manusia, Aiden pernah diundang ke pesta kerajaan vampir. Makanan manusia yang disajikan di sana adalah hal yang paling dia nikmati, meski itu adalah saat terakhir dia benar-benar bisa menikmati makanan seperti manusia biasa. Setelah itu, dia hanya hidup dari darah.

Pemandangan Elara yang makan dengan lahap, begitu bersemangat menikmati setiap hidangan, mengingatkannya pada hari-hari itu, hari-hari sebelum keabadiannya menjadi beban, sebelum rasa lapar akan darah menguasai hidupnya. Dia ingat bagaimana dia, saat masih menjadi vampir muda, duduk di meja kerajaan vampir dengan hidangan manusia di hadapannya. Satu gigitan terasa seperti kenikmatan dunia yang tak terlukiskan, tetapi sekarang, kenangan itu terasa begitu jauh dan suram.

Di hadapan Aiden, Elara terlihat polos dan tak menyadari situasi berbahaya di mana dia berada. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal ini padanya? Meski Elara tampak ceroboh dan tidak berguna sebagai sekretaris di perusahaannya, dia tidak bisa memungkiri bahwa gadis itu memiliki hati yang tulus. Aiden juga mendengar dari para karyawan lain, meskipun Elara sering membuat kesalahan, semua orang di kantor senang berada di dekatnya karena keceriaan nya yang alami.

Sambil melihat Elara menikmati makanannya, Aiden kembali terjebak dalam keraguan. Apakah benar dia harus mengambil darahnya? Elara tidak tahu bahwa nyawanya terancam oleh keputusan besar yang harus diambil Aiden. Hanya dengan satu gigitan, dia bisa menyelamatkan dunia dari kehancuran, tapi apa harga yang harus dibayar untuk itu?

Elara tidak menyadari pergulatan batin yang sedang dialami Aiden. Baginya, ini hanyalah makan malam dengan seorang bos yang mungkin bisa memberikan kesempatan baru di tengah hidupnya yang penuh kegagalan. Namun bagi Aiden, malam ini adalah malam penentuan, malam yang bisa mengubah takdir mereka berdua, dan mungkin juga nasib dunia ini.

1
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
Mamah Tati
Wah anak nya berkhianat tuh Max! Kirain bkl jahat juga tuh si Nate
Mamah Tati
Jadi si Max Maxwell ini adalah Monvok. si Nate ini Lucian, yt si Dennis ayah tiri El
Mamah Tati
Nenek mu diculik oleh Monvok
miilieaa
semangat berkarya kak🥰
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
Cute
Imajinasi yang bagus, cerita luar biasa
sella surya amanda
lanjut kak
Mamah Tati
Makin seru aja ni cerita. lanjutkan/Angry/
Mamah Tati
Elara seharusnya dengan pernyataan ini dia sudah tahu siapa jati dirinya.
Mamah Tati
baik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!