Tanah yang di jadikannya sandaran. Key Lin hidup di dunia yang bukan miliknya. Keras, dan penuh penindasan. Keadilan bagaimana mungkin ada? Bagi bocah yang mengais makanan dari tempat sampah. Apa yang bisa dia sebut sebagai keadilan di dunia ini?
Dia bukan dari sana. Sebagai seorang anak kecil bermata sipit penjual koran di barat, apakah di akan selamat dari kekejaman dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jauhadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Pertemuan Sang Kakak
Musim panas yang hangat hampir berakhir. Begitu pula dengan pekerjaan Key kecil yang banyak juga semakin berkurang. Jika terus begitu, maka uang yang dia dapatkan juga akan cepat berkurang.
Shoe menghampiri si kecil yang bersemangat. Memberikan ipar kerja keras Key dengan layak. Memang selalu layak, tapi itu bergantung pada penjualan juga. Semakin banyak yang di jual anak itu, maka semakin banyak uangnya.
"7 Dolar." Shoe menghampiri Key di depan kedai seperti biasa. Memberikan upah yang tak seberapa, tapi sulit di dapat itu.
"Ini... Kau jangan bercanda Shoe, ini terlalu banyak." Key menolak upah yang lebih banyak dari biasanya itu.
"Ini hanya karena kerjamu bagus, dan kau menjual banyak." Ujar Shoe meyakinkan Key kecil untuk mengambil uangnya.
"Shoe, kau sangat baik padaku, jika aku bekerja pada orang lain, aku hanya akan dapat kurang dari dua dolar seharian penuh." Key menerima uang itu, dan seperti biasa membawa 2 dolar untuknya, dan sisanya dia tabung pada Shoe.
"Bocah kecil, aku juga tahu itu. Aku memang sangat baik bukan? Hahaha. " Shoe mengacak-acak rambut Key. Anak itu tidak masalah, dan tersenyum pada Shoe.
"Ya.." Key tertawa senang saat bersama Shoe, tapi dia menangis saat bersama ayahnya. Dia ingin ayahnya menyayangi dia seperti anak lainnya yang di cintai orang tuanya.
Tapi dia tidak mengeluh, dia cukup senang ayahnya sedikit peduli padanya. Membangunkan dia saat pagi. Menimba air untuk Key mandi, dan mencuci pakaiannya. Itu sudah cukup.
Dia selalu merasa bahagia setiap mencium aroma mint, pandan, atau hanya aroma mawar. Aroma yang berasal dari minyak wangi yang di buat ayahnya. Setiap dia mengingat ayahnya yang mencuci pakaiannya, dan menyemprotkan minyak pada pakaiannya, amarah Key tentang tidak bertanggung jawab ayahnya akan sirna.
Key tak pernah mendapatkan perlakuan lebih dari itu. Ayahnya akan sangat marah jika Key tidak memasak setidaknya dua kali sehari. Key juga bertugas membersihkan rumah, merawat halaman dengan pot kecil mereka.
Mereka berdua mencari uang masing-masing, uang Key adalah miliknya, uang ayahnya adalah uang ayahnya. Namun Frederick terkadang kehabisan uang, dan mencuri diam-diam dari Key. Membuat Key sangat kesal. Sehingga anak itu secara terpaksa menyimpan uang pada Shoe.
"Bocah kecil, apakah kau akan pergi ke sekolah? " Shoe bertanya sungguh-sungguh. Shoe selalu merasa Key seperti adik perempuannya di desa. Key, dan adik Shoe seumuran. Membuat Shoe menyayangi Key seperti keluarganya sendiri. Dia memperhatikan pendidikan Key, dan memberikan upah yang layak. Di tahun di mana harga pokok makanan tidak begitu mahal seperti sekarang ini, beberapa dolar begitu berharga, tetapi kemiskinan juga berada di mana-mana. Di sebabkan oleh banyaknya pabrik, dan toko yang bangkrut, itulah juga yang Kelvin rasakan hingga dia berakhir di jalanan dengan keluarganya.
Key Lin tak menjawab pertanyaan Shoe, dia hanya menggelengkan kepala ragu. Dia tak tahu apakah dia akan benar-benar akan bisa sekolah atau tidak. Sekolah pasti butuh biaya besar, sekolah negeri mungkin saja tidak perlu membayar SPP, tapi uang seragam, uang buku, dan lain-lain. Key Lin memikirkan segalanya.
Dia mungkin akan bisa masuk dengan mudah. Tapi bukan berarti akan bisa bertahan dengan mudah juga. Biaya kebutuhan sekolah tidak kecil.
Shoe melihat Key Lin menggelengkan kepalanya. Gadis itu paham betul maksud Key kecil. Dia tahu artinya gelengan kepala itu. Key ragu dengan keputusannya.
"Ayolah, adikku seumuran denganmu, dia juga sekolah tahun ini. Rencananya aku akan memasukkannya ke asrama. Aku tahu kau tidak akan masuk asrama Key. Tapi setidaknya pergilah ke sekolah, entah nanti kau mau melanjutkan atau tidak itu keputusan kamu." Shoe mencoba meyakinkan Key Lin, dia bicara panjang lebar, dan agak cerewet soal sekolah akhir-akhir ini.
Key Lin memahami kekhawatiran Shoe.
"Shoe, aku akan sekolah, tapi tidak dengan uangmu. Aku tahu kebutuhanmu tidak kecil." Key Lin mengutarakan isi pikirannya. Dia benar-benar tidak ingin membebani Shoe.
" Ya, itu keputusanmu, tapi jika kau ada kesulitan, katakan padaku, aku akan berusaha membantumu jika bisa. " Shoe mengelus rambut Key Lin. Key Lin tersenyum hangat pada Shoe.
"Ya, berdoa saja aku tidak sampai punya kesulitan. Haha..." Key Lin tertawa lepas.
Shoe terpaku pada anak kecil tampan itu sebentar. Sesuatu yang langka melihat Key tertawa lepas.
Akhirnya Key pulang. Dia tak ingin ayahnya menunggu, dan memarahinya. Hari itu dia pulang lebih awal, sehingga Robert belum berjaga. Dia bersyukur Robert tidak memalak nya saat pulang. Setidaknya itu menghemat 40 sen uangnya.
Di rumah, seperti biasa saat sampai dia langsung masuk. Mengucapkan kata yang selalu di ajarkan oleh neneknya.
"Permisi, aku pulang." Setelah itu pergi memasak untuk ayahnya.
Tapi hari itu, entah ada angin apa? Makanan sudah tersaji, dengan segala lauk pauk, dan sayuran. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Ayah Key tampaknya belum pulang dari bekerja. Lalu siapa yang memasak?
"Kau sudah pulang pria kecil?" Suara hangat yang membuat Key Lin hampir tak percaya mendengarnya.
"Kakak.. ? "