Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bukan Pembunuh
Baru saja Lara hendak berbalik suara Alena membuatnya kembali menoleh.
"Bukankah kamar kakak sudah menjadi kamarku."
Lara mengabaikan Alena ia beralih menatap Ravindra seperti meminta penjelasan. Ravindra tak merasa bersalah sedikitpun membuat Lara kesal sekaligus bercampur sedih.
"Lara, kamu akan pindah kamar karena kamar kamu yang sebelumnya akan menjadi milik Alena. Lagi pula kamar itu sedang di renovasi untuk menyesuaikannya dengan keinginan Alena."
Bukan Ravindra yang berkata seperti itu melain Rania.
"Maaf tante, tapi saya bicara dengan ayah bukan tante. Tante sebaiknya diam tante hanya orang luar."
Entah keberanian darimana Lara berkata seperti itu di depan Ravindra. Mungkin ini karena Lara tidak dapat mengontrol emosinya kembali.
"Lara! Ayah tidak pernah mengajarkan kam..."
"Apa ayah lupa? Ayah bahkan tidak pernah mengajariku sejak tujuh tahun yang lalu."
Wajah Ravindra merah padam ia menjauhi Lara karena kesalahan anak itu sendiri.
"Itu karena kesalahan kamu sendiri."
"Bukan Lara Ayah! Bukan Lara!" Tanpa sadar Lara berteriak membentak Ravindra. "Bukan, aku bukan pembunuh." Ucap Lara lirih.
Anak ini, Ravindra berjalan dengan langkah lebar hendak menghukum Lara. Anak itu baru saja pulang tetapi sudah bersikap kelewatan.
Lara yang sadar bahwa nyawanya saat ini terancam segera berlari menuju salah satu kamar yang Lara yakini kamar itu kosong.
"Lara"
Tok tok tok
Brak
"Lara cepat buka pintunya kamu harus ayah hukum."
Tak lama, Lara dapat mendengar Rania menyusul bersama Alena untuk menenangkan Ravindra. Setelah itu Ketiga pergi dari entah kemana Lara juga tidak peduli.
Lara memeluk kedua lututnya di balik pintu gadis itu menangis tenggorokannya terasa sakit karena menahan isak tangisnya.
Saat ini hanya bayangannya yang sedia memberikan pelukan dan sandaran untuk Lara. Tak terasa, Lara begitu nyaman menangis hingga akhirnya gadis itu tertidur.
~-----~
tok tok tok
"Nona sudah saatnya makan malam."
Lara mencoba membuka matanya dengan berat. Nyawanya masih belum sepenuhnya terkumpul, pusing itulah yang Lara rasakan saat ini mungkin ini efek karena Lara menangis dalam waktu yang lumayan lama.
"Nona, apa nona baik baik saja?"
"Aku baik, pak Joko tenang aja. Aku akan menyusul sebentar lagi."
Setelah memberi sahutan pada Joko Lara segera bersiap untuk makan malam.
Suara langkah kaki Lara berhasil menarik perhatian Ravindra, Rania, dan Alena yang tengah asik bercengkrama. Lara sadar ada perubahan dari wajah ketiganya tetapi gadis itu mengabaikan dan duduk di meja makan.
"Apakah sopan membuat orang tua menunggu?" Ravindra bertanya tajam.
Rania menepuk bahu Ravindra lembut.
"Lara sudah 6 bulan di Roma, kota itu pasti sangat bebas. Kamu tenang saja setelah ini aku akan mengajarkan hal baik padanya."
Lara tak peduli dengan drama sampah di depannya meskipun begitu tetapi Lara tetap saja merasa sedih dan iri. Lara menyuapkan steak ke dalam mulutnya, gadis itu makan dengan table manner yang sangat sempurna.
"Terima kasih tante sangat perhatian padaku, tapi aku tidak menyuruh kalian keluarga cemara menungguku. Jadi sepertinya tak ada yang perlu diajarkan disini."
Lara berucap dengan nada santai tanpa ada penekanan di setiap katanya. Tapi, entah kenapa Ravindra merasa tertusuk dengan kata tersebut.
"Tidak bisakah kamu bersikap sopan Lara? Atau ayah terpaksa memberimu peringatan?"
Lara diam, tak ingin membalas gadis itu segera bangkit hendak meninggalkan meja makan.
"Tunggu."
"Aku sudah selesai."
"Sebentar saja berikan kehangatan keluarga untuk Alena."
Lara seketika membeku.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya