Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Pilihan Aqilla
Stevan memeluk Aqilla erat. Dekapan refleks yang dilakukan karena rasa takut dan bisa membuatnya terancam kehilangan. Jika tidak begitu, mana mungkin Stevan terus membuat pelukan erat tersebut terjadi di tengah tubuhnya yang gemetaran, sementara jantungnya berdetak sangat kencang.
“I—ini?” batin Aqilla yang berangsur menengadah dan bermaksud meminta Stevan untuk mengakhiri dekapannya. Akan tetapi, ulahnya tersebut justru membuat keningnya menempel di bibir Stevan. Sebab ternyata, Stevan sampai mengunci ubun-ubun Aqilla.
“Aku bukan Chilla, Kak!” sergah Aqilla buru-buru mendorong tubuh Stevan sekuat tenaga menggunakan kedua tangannya.
Ulah Aqilla hanya sedikit membuat Stevan sempoyongan, dan malah membuat tubuhnya jauh lebih mental. Tak lama kemudian, tatapan keduanya bertemu. Aqilla menatap Stevan dengan tatapan tidak nyaman. Sedangkan Stevan menatapnya dengan tatapan penuh keputusasaan.
“Selama Liara dan Angkasa belum diamankan, tolong tetap di dalam rumah!” ucap Stevan benar-benar memohon. Ia merasa frustrasi jika keadaannya terus seperti sekarang.
“Setelah semua yang terjadi, ... setelah berita ... kasus Chilla dan semua yang berkaitan dengan Rumi apalagi keluarga Liara.” Aqilla juga jadi tak kalah putus asa. Permintaan Stevan alasannya.
“Kezaliman penegak hukum dan aparat di negara ini, masih bisa membuat Kakak percaya?” lanjut Aqilla dengan nada suara lebih rendah. Air matanya jatuh membasahi pipi.
“Minimal kamu harus aman dulu!” yakin Stevan lebih sendu.
Seiring tatapannya kepada Stevan yang jadi sarat kekecewaan, Aqilla juga menggeleng tegas. “Memulai semuanya dengan kebohongan sama saja dengan membangun kebohongan demi kebohongan lain, untuk menutupi kebohongan yang sudah ada. Itu benar-benar bukan aku. Sementara memintaku menjadi orang lain, sama saja membunuhku! Karena jangankan kepada kembaranku, mereka yang zalim kepada orang lain dan aku mengetahuinya, aku pastikan pezal*im itu akan menyesal!”
Balasan dari Aqilla membuat hati Stevan teriris pedih. Air matanya berlinang karenanya, seiring ia yang jadi menghela napas dalam sekaligus pelan guna meredam rasa sakit di dadanya. “Lalu, bagaimana dengan dirimu? Kamu terlalu sibuk memikirkan orang lain. Kamu ... kamu definisi manusia paling egois karena kamu hanya sibuk memikirkan orang lain, sementara kepada dirimu saja, kamu tidak peduli—” Stevan refleks berhenti berbicara karena Aqilla justru buru-buru meninggalkannya.
“Tolong tutup pintunya, Pak! Sekalian kunci saja!” sergah Aqilla sambil menaruh asal sapunya ke sebelah pintu gerbang.
“Kenapa dia berbicara seperti itu?” pikir Aqilla langsung kesal. “Memangnya sejak kapan aku harus memedulikan diriku, jika adik-adikku, apalagi orang tuaku saja terluka?”
“Sudah kuduga, dia pasti akan begitu!” batin Stevan tak kalah kesal. Ia membiarkan tubuhnya terguyur gerimis yang makin lama makin deras. Kedua matanya tetap memandangi kediaman orang tua Aqilla, meski Aqilla sudah masuk dan tadi tak sedikit pun meliriknya.
Stevan berangsur mengemasi helmnya yang jadi pecah, kemudian melakukan hal yang sama pada motor CBR warna merah hitamnya. Kaca spion sebelah kiri motor kesayangannya pecah sekaligus patah. Selain itu, tubuh motor sebelah kirinya juga baret parah. Setelah membuat motornya berdiri dengan benar, Stevan sengaja menulis pesan untuk Aqilla.
Kak Stevan : Besok aku minta orang papaku buat jaga kamu karena aku enggak mungkin melakukannya. Aku akan ke psikiater dulu. Aku absen sekolah, tetapi malamnya aku akan ke sini lagi.
Qilla : Enggak perlu peduli kepadaku. Lebih baik kamu peduli ke Chilla karena yang pacarmu dia. Urusan aku sudah ada yang urus.
Balasan cepat yang Aqilla berikan sukses membuat Stevan lemas. Stevan terpaksa pergi dari sana menggunakan motornya tanpa memakai helmnya yang remuk.
“Sudah waktunya tidur. Ayo tidur!” ucap Aqilla kepada dirinya sendiri.
Aqilla sudah ganti pakaian. Ia merasa baik-baik saja karena sudah terbiasa dengan gaya hidupnya. Meski dari sekian banyak orang dalam hidupnya, Stevan menjadi satu-satunya yang tidak menyukai gaya hidup Aqilla.
Kini, Aqilla yang sudah berbaring dan siap tidur, justru mendadak teringat adegan Stevan refleks menubruk kemudian memeluknya sangat erat. Stevan ketakutan, seolah Aqilla sangat penting untuknya. Hingga Stevan tak mau jika Aqilla kenapa-napa apalagi jika sampai terluka. Seolah, Stevan merasa memiliki, bahkan sangat menyayangi Aqilla.
“Enggak usah dipikirin. Fokus saja ke kedatanganmu ke sini dan itu untuk membalaskan dendam Chilla. Setelah itu, kembali ke luar negeri kemudian menetap dan menikah di sana!” pikir Aqilla berangsur memejamkan kedua matanya.
“Kata siapa aku tidak memikirkan diriku? Buktinya aku sudah menyusun semuanya, dan pilihanku memang menetap di luar negeri!” batin Aqilla mulai merasa lelap.
****
Keesokan harinya, semuanya berjalan layaknya biasa. Sejak pagi, Aqilla sudah memeriksa keadaan motornya dibantu oleh kedua opanya. Tak lupa, Aqilla juga sarapan bersama adik-adik maupun opa omanya.
“Si Angkasa pasti merasa sangat bangga hanya karena acara tabrak larinya enggak aku unggah. Silakan merasa senang bahkan menang Angkasa. Tipikal kayak kamu kan wajib dikasih yang wah level langit dulu, biar kamu sekalian lupa daratan!” batin Aqilla sudah memakai perlengkapan lengkap bermotor. Sarung tangan kulit, jaket kulit, celana panjang, kaus kaki, sepatu, dan juga helm, sudah Aqilla pakai.
Semuanya sesuai rencana. Hari ini, mereka akan menjebak Liara maupun Angkasa ke bendungan Chilla dibuang. Namun ternyata, Stevan tidak main-main dengan ucapannya. Stevan mengutus dua orang ajudan untuk mengawal Aqilla.
“Tuh orang kenapa, sih? Ngapain beneran kirim orang buat jaga aku?” pikir Aqilla jadi kesal sendiri. Ia yang terpaksa menghentikan motornya di depan gerbang rumah orang tuanya, sengaja meminta satpam yang berjaga untuk memanggilkan sang opa.
Aqilla menyerahkan kedua ajudan kiriman Stevan kepada sang opa. Sebab ia tetap ingin dengan rencananya. Agar semuanya cepat selesai dan ia juga bisa secepatnya kembali ke luar negeri. Setelah mendapat arahan dari mbah atau itu kakek Akala. Karena opa Devano sudah diam-diam mengikuti Aqilla, kedua ajudan kiriman Stevan sengaja dipulangkan ke pemiliknya. Sebab mereka juga memiliki keamanan sendiri dan diam-diam sudah dipasang sepanjang jalan dekat bendungan.
Layaknya kecurigaan mereka. Liara dan Angkasa memang sudah mengincar Aqilla. Keduanya menggunakan kendaraan berbeda. Angkasa memakai motor kawasaki, sedangkan Liara yang tak mau kepanasan apalagi jika sampai keringetan, sengaja memakai mobil hitam. Keduanya membuntuti opa Devano, tanpa tahu jika di belakang mereka ada kakek Akala yang juga sudah diboyong menggunakan mobil oleh dua orang ajudan Stevan. Sebab Stevan tetap ngotot membuat kedua ajudannya menjaga Aqilla.
Kali ini, apakah rencana mereka dalam menjebak Angkasa dan Liara akan berakhir sesuai ekspetasi?
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲