NovelToon NovelToon
RAGA LANGIT

RAGA LANGIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:497
Nilai: 5
Nama Author: zennatyas21

Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3. Nama Asli

Sesudah Adhara dan Langit ke kantin kini mereka berdua tengah menaiki anak tangga untuk segera masuk ke kelas.

"Lang, nama lengkap lo siapa sih?" tanya Dhara penasaran.

Bukannya menjawab Langit malah diam saja membuat Dhara akhirnya mengurungkan pertanyaannya tadi.

"Assalamualaikum," ucap salam Langit saat memasuki kelas.

"Waalaikumsalam," jawab seluruh anak anak serta guru yang baru saja datang.

Mereka berdua duduk berdekatan. "Silakan kalian buka halaman 56 di situ ada tugas untuk menambah nilai." perintah Bu Ririn guru Bahasa Indonesia.

"Individu atau kelompok, Bu?" tanya Edgar Bagaskara.

"Lihat itu individu atau kelompok? sudah jelas kelompok, Edgar ..." jawab Bu Ririn menghela napas sabar.

Semua anak menggeleng melihat tingkah Edgar yang aneh.

"Maaf, Bu, ini kan kelompokan, tapi saya nggak tau nama lengkapnya sebelah saya bagaimana, Bu?" tanya Dhara tanpa melirik Langit.

Bu Ririn menatap Langit. "Langit, beritahu nama lengkapmu." perintah beliau serius.

"Tengku Langit Argantara." jawab Langit santai.

Adhara menoleh ke Langit karena ia merasa kurang yakin dengan nama lengkapnya Langit. Apa benar nama lengkapnya itu?

"Nggak usah bohongin gue," bisik Dhara terdengar oleh Langit.

Entahlah, Langit malah memberikan sobekan kertas pada Dhara. "Langit Putra Ragasena."

"Jangan sebar nama asli gue," tulisan itu berada di bawah nama aslinya Langit.

"Terus gimana nulis di tugas ini?" bingung Adhara.

"Tulis aja Tengku Langit Argantara." balas pemuda itu lalu menarik buku paketnya.

Dhara hanya ber-oh-ria karena dirinya hanya sebatas teman dan tak berhak bertanya mengapa namanya di privasi.

Di sela-sela jam dinding yang berbunyi, Dhara dan Langit mengerjakan tugas bersama.

Langit mempertanyakan jawaban Dhara karena feeling-nya yang tak enak tentang jawaban yang ditulis oleh Adhara.

Melihat jawaban Dhara yang seperti itu Langit pun memasang wajah yang sulit di artikan. Adhara tau Langit pasti keberatan dengan jawabannya.

"Iya gue ganti jawabannya," ujar gadis tersebut ingin menyobek salah satu kertas yang ada jawaban itu.

Langit segera mencegat. "nggak usah diganti, jangan disobek, gue hargai lo karena lo selalu sama gue." kata itu terlontarkan dari mulut seorang Langit.

"Gak papa, Lang, gue ganti aja lagian gue juga bukan siapa-siapanya lo kan. Gue ngikutin lo cuma di hari ini aja, mulai besok nggak lagi." ucapan Adhara membuat hati Langit terasa sakit. Entah apa alasannya.

"Kenapa lo ngomong kayak gitu," nada Langit bergetar seperti merasa hancur perasaannya ketika ucapan itu di lontarkan padanya.

"Gue tau lo adalah ketua Osis di sini dan gue nggak mau nambah beban tugas lo sebagai ketua kelas." balasan Dhara semakin membuat rasa sakit Langit bertambah.

Kenapa hati gue sakit banget, padahal ucapan dia nggak salah. Dia sama gue emang cuma temen tapi kenapa gue ngerasa hancur begitu dia ngomong kayak gitu. batin Langit.

"Tapi lo nggak perlu ngejauh dari gue, karena gue nyaman sama lo." bisik Langit membuat Adhara terdiam.

"Lo serius? tapi, kita kan cuma temen." balas Dhara berbisik.

Sang guru melihat gerak-gerik Langit dan Dhara yang mencurigakan, lalu beliau pun berdehem.

"Khem! tugas kalian sudah selesai?" pertanyaan dari Bu Ririn menghentikan obrolan mereka berdua.

"Be-" jawab Dhara di potong oleh Langit.

"Sudah."

"Baik, silakan kumpulkan buku kalian di meja paling depan." perintah bu Ririn.

"Baik bu,"

Kring ... Kring ...

Bel pulang berbunyi nyaring, "baik, kita akhiri pelajaran hari ini silahkan berdoa sebelum pulang."

"Siap, berdoa di mulai."

Dhara menunggu jemputan di depan gerbang sekolah yang tak jauh dari parkiran anak anak.

Gadis tersebut berkali-kali menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 2 sore.

"Ikut nggak?" Datang seorang Langit sudah duduk di atas motor *vespa* nya.

"Nggak usah, makasih." tolak Dhara mengacuhkan Langit.

"Ya udah, gue balik duluan." ucap Langit tak memaksa Adhara.

•••••••••

Di tepi jalan raya Adhara berdiri menunggu angkutan umum karena hari itu tidak ada yang menjemputnya.

Tiba-tiba ada pengendara asing yang berhenti tepat di depan Dhara. Siapa orang itu?

"Mbak, ikut saya aja yuk. Mau dianter ke mana juga boleh." ajak laki laki berkumis dan pakaiannya terlihat seperti tukang begal.

"Oh, nggak. Terima kasih." Dhara menolak dengan perasaan mulai tak enak.

"Ayolah Mbak, saya nggak akan apa-apain Mbak kok." paksa pembegal itu kejam.

"Saya bilang tidak mau, ya berarti tidak."

Pembegal tersebut mulai murka serta menatap Dhara dengan tatapan tajam.

"Ikut aja nggak usah banyak omong!" bentak pembegal itu menarik tangan Dhara.

"Tolong! ada begal di sini, tolong!" teriak Dhara ketakutan.

"Nggak usah berisik lo!" kejam pembegal itu masih menarik paksa tangan Dhara.

Sementara Langit yang tadi meninggalkan Adhara sendirian, kini ia mampir ke sebuah warung di tepi jalan raya. Ia sering membeli martabak untuk bundanya.

Ketika Langit sudah membeli martabak, kemudian ia menaiki motornya dan memasukan martabak tersebut ke dalam tasnya.

Ada seorang pengendara ojek yang datang dari arah berlawanan. Tukang ojek tersebut tergesa-gesa lalu masuk ke dalam warung martabak tadi.

"Mas, Mas, tolong itu di pertigaan ada tukang begal yang beraksi lagi, Mas. Saya nggak berani nolongin." ucap tukang ojek itu kepada laki laki penjual martabak.

Sang penjual martabak mencoba memahami informasi dari tukang ojek tersebut. Dan secara tidak sengaja Langit mendengar berita itu.

Langit tetap berdiam di motornya. "Ya sudah ayo kita ke sana, saya akan laporkan mereka ke polisi." jawab si penjual martabak.

"Iya, Mas, ini kejadian yang ke-10 kalinya jangan sampai korban itu jadi tumbal."

"Pak, maaf. Kalau boleh tau korban begal itu ciri-cirinya seperti apa?" tanya Langit mencegat tukang ojek itu.

"Masih anak sekolah, Mas." jawab di tukang ojek itu menatap logo seragam Langit.

"Nah, korbannya itu anak SMA HARAPAN BANGSA!" sambung tukang ojol itu.

Deg!

Perasaan Langit sudah tak enak sejak tadi. Jangan sampai korban tersebut adalah...

"Nggak! nggak boleh terjadi, gue nggak mau itu terjadi." sontak Langit khawatir dengan Adhara.

Akhirnya Langit pun mendatangi tempat kejadian bersama tukang ojek dan penjual martabak.

Tak hanya itu, sesampainya Langit disana dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Dhara yang tengah di ikat kedua tangannya.

"Dhara!" teriak Langit menyebut nama gadis yang masih ketakutan akan keselamatan dirinya.

"Diam kalian! polisi akan menangkap kalian!" tegas penjual martabak.

"Kalo sampe polisi dateng, cewek ini nggak bakal selamat! ngerti lo semua!" Amarah dua pembegal ada yang mengikat Dhara dan ada yang membawa celurit.

Langit menatap wajah Adhara yang ketakutan. Tidak ada jalan lain selain Langit yang menghadapi pembegal itu demi menyelamatkan Dhara.

"Pak, tolong jaga satu pembegal itu. Saya akan menghajar pembegal kejam yang sedang mengikat teman saya!" kali ini Langit benar benar marah.

"Lang! jangan lawan mereka, Lang ... mereka itu kejam." pesan Dhara khawatir pada Langit.

Langit tak memperdulikan ucapan Adhara. Ia melepas tasnya dan melemparkan *hoodie* -nya. 

"Gue nggak akan maafin diri gue sendiri, kalo lo nggak selamat, Ra." batin Langit.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!