"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
"Lepaskan!"
"Kita harus keluar dari sini!"
Zavin terbangun dengan napas tersengal-sengal. Ia duduk tegak, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Sekelilingnya begitu gelap, membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Napasnya terasa berat seolah ruangan itu mengurungnya dalam mimpi buruk yang tak pernah usai.
Dengan tangan gemetar, Zavin meraih saklar di samping tempat tidur dan menyalakan lampu kamarnya. Cahaya putih yang tiba-tiba memenuhi ruangan membuat matanya menyipit sesaat. Ia menatap sekeliling untuk memastikan bahwa ia sudah kembali ke kenyataan, jauh dari mimpi yang selalu menghantuinya.
Ia melangkah gontai menuju meja kecil di sudut ruangan dan meraih botol air mineral. Ia membuka tutupnya dengan tergesa-gesa, lalu meneguk air tersebut hingga hanya tersisa setengah botol. Air dingin itu mengalir melalui kerongkongannya, sedikit demi sedikit menenangkan gejolak dalam hatinya.
"Sudah 15 tahun berlalu, tapi aku belum juga melupakannya," gumam Zavin pada dirinya sendiri.
Zavin menatap bayangannya di cermin besar yang tergantung di dinding. Ia mengusap pelipisnya yang basah oleh keringat dingin, lalu pandangannya turun ke bekas luka samar di dekat rambutnya. Luka yang nyaris tak terlihat lagi, tapi tetap membekas dalam setiap ingatannya. Bekas luka itu adalah saksi bisu dari masa lalunya—masa yang telah membentuknya menjadi sosok yang sekarang.
Ia berjalan perlahan menuju kamar mandi, menyalakan keran dan membasuh wajahnya. Ia sekarang sudah 24 tahun dan sudah mulai memimpin perusahaannya sendiri.
Zavin mengeringkan wajahnya dengan handuk, lalu berganti pakaian. Ia mengenakan kaos dan celana olahraga yang sudah disiapkannya di kursi dekat pintu. Seperti biasa, setelah mimpi buruk itu, ia tak mungkin kembali tidur. Satu-satunya cara untuk mengatasi gejolak batinnya adalah dengan berolahraga, membiarkan tubuhnya lelah sampai tak ada ruang bagi pikiran-pikiran gelap itu.
Ia melangkah keluar dari kamarnya menuju taman di halaman rumah, berharap udara segar sebelum fajar bisa meredakan ketegangan dalam dirinya. Saat ia baru keluar dari kamarnya, ia melihat pintu kamar Viola yang sedikit terbuka. Ia berhenti. Pikirannya sejenak kembali pada Viola yang telah menjadi satu-satunya alasan ia terlihat kuat saat ia diculik semasa kecil dulu. Sejujurnya, ia juga sangat ketakutan sama seperti Viola.
Zavin mendekati pintu itu, berniat menutupnya perlahan agar tidak membangunkan Viola. Namun, dari celah pintu yang terbuka, ia melihat selimut Viola tersingkap dan memperlihatkan paha mulusnya yang terpapar cahaya lampu kamar. Wajah Zavin memerah, dengan cepat ia berpaling. Segera, ia menarik pintu hingga tertutup dengan keras.
"Kak Zavin!" teriak Viola dari dalam kamar.
Zavin tak peduli dengan teriakan itu. Ia segera berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju taman. Di bawah langit yang mulai terang, Zavin mencoba memfokuskan pikirannya pada gerakan-gerakan olahraga yang akan ia lakukan. Ia meninju udara beberapa kali, mencoba mengeluarkan semua beban dari pikirannya. Lalu berlari mengelilingi taman.
"Kak Zavin!" Viola berteriak sambil berlari menghampiri Zavin yang sedang berlari. Dengan sengaja, ia menjulurkan kakinya, membuat Zavin hampir tersandung. Tapi Zavin tak sampai terjatuh, karena kakinya begitu kuat menopang tubuhnya.
"Apa?" tanya Zavin dengan nada kesal, menatap Viola yang kini sudah berusia 20 tahun dan sedang menempuh semester lima kuliahnya.
"Kenapa Kak Zavin ganggu aku tidur?" Viola menggerutu, memasang wajah kesal seperti anak kecil yang baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
Zavin berdiri tegak dengan kedua tangannya berkacak pinggang. Pandangannya tertuju pada Viola yang kini berdiri di depannya dengan wajah cemberut. "Aku cuma tutup pintu kamar kamu. Kalau tidur, pintunya ditutup."
Viola menggembungkan pipinya, ekspresi yang biasa ia lakukan setiap kali merasa kesal atau tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Wajahnya yang menggemaskan membuat Zavin semakin jengkel. "Memang kenapa? Di dekat kamarku cuma ada Kak Zavin."
"Kamu itu udah gede, Viola. Harus jaga privasi kamar kamu sendiri. Dan satu lagi, jangan masuk ke dalam kamarku sembarangan." Zavin menatap Viola dengan tegas, berusaha menyampaikan batasan yang harusnya sudah dimengerti oleh gadis seusia Viola.
"Kapan aku masuk ke dalam kamar Kak Zavin sembarangan?" Viola berkilah dan memasang wajah tak berdosa, seolah ia tidak pernah melakukan hal yang Zavin maksud.
Zavin menghela napas panjang, mencoba mengingatkan kembali. "Sebulan yang lalu, waktu aku lagi tidur, tiba-tiba kamu masuk dan peluk aku. Kamu cerita panjang lebar tentang masalah cowok kamu. Lalu, seminggu yang lalu, kamu masuk saat aku lagi ganti baju karena aku lupa gak kunci pintu. Jangan seperti itu lagi."
Viola menatap Zavin dengan tatapan bingung bercampur kesal. "Dih, kita ini kakak adik. Memangnya Kak Zavin nafsv sama adik sendiri? Bilang aja, gak mau aku ganggu. Oke, mulai sekarang aku akan jaga jarak dan Kak Zavin jangan larang aku lagi jalan sama cowok aku." Viola sangat kesal. Ia membalikkan badannya dan berjalan menjauh sambil terus menggerutu pelan, tidak peduli apakah Zavin bisa mendengarnya atau tidak.
Zavin hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah Viola. Ia mengacak rambutnya sendiri dengan frustrasi sebelum akhirnya duduk di kursi taman yang terletak di halaman samping rumah. Dari sudut matanya, ia melihat bayangan Viola yang perlahan menghilang di balik pintu rumah.
"Untung kamu lupa masa kecil kamu," gumam Zavin dengan suara yang hanya bisa didengarnya sendiri. "Coba saja kalau kamu masih ingat. Apa kamu masih berani berbicara seperti itu sama aku?"
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?