JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPINGAN PUZZLE
...03...
Sesaat setelah Liora keluar dari ruangan, hatinya dipenuhi kebahagiaan. Namun, tanpa diduga, di depan pintu, berdirilah Beans Ravenscroft, putra pertama Grand Duke, kakak dari Liora Ravenscroft.
!!
Liora terdiam, mematung saat melihat sosok pria yang tampak asing namun berpakaian seperti bangsawan. Ia tidak mengenal pria gagah yang kini berdiri di hadapannya.
Beans Ravenscroft berdiri dengan sikap yang jauh dari ramah. Matanya yang gelap memancarkan ketegangan yang tak terucapkan, tatapannya tajam, seakan-akan Liora adalah musuh yang harus diwaspadai.
Ia tidak berkata sepatah kata pun, hanya menyuguhkan keheningan yang mencekam, membuat suasana semakin dingin. Setiap gerakan Beans tampak terkendali, penuh perhitungan, namun Liora justru terfokus pada detail yang berbeda.
Rambut hitam panjang Beans berkilau di bawah cahaya lilin. Ia mengikat sebagian rambutnya dan membiarkan sisanya terurai dengan anggun. Pakaian bangsawan berkualitas tinggi yang dikenakannya menyembunyikan dada bidang yang tampak terlatih, menambah kesan maskulin pada sosoknya.
Meski atmosfer di antara mereka terasa tegang, tak bisa dipungkiri bahwa rupa Beans begitu rupawan, wajahnya tampak seakan dipahat dari marmer, dengan lekukan yang sempurna, hingga membuat siapa pun lupa sejenak akan dunia di sekeliling mereka.
Liora, meski berusaha tetap fokus pada situasi yang genting ini, tak bisa menahan godaan untuk memandangi wajah Beans, sebuah wajah yang tampaknya diciptakan untuk memikat perhatian. Namun, di balik pesona itu, Liora tahu satu hal: Beans sama sekali tidak menunjukkan keramahan, dan situasi ini bisa berubah berbahaya jika ia tidak berhati-hati.
"Selamat siang," sapa Liora, menunduk dengan sopan sesuai etiket bangsawan.
Beans tetap diam, mengabaikan Liora. Setelah beberapa saat, ia berjalan melewati Liora dan dengan suara tajam berkata, "Berhenti membuat masalah, diam di ruangan mu seperti tikus mati!" setelah itu, ia masuk ke dalam ruangan Dimitri.
Liora terpaku, masih mencoba mencerna situasi yang baru saja terjadi. "Dia berbicara denganku? Aku?" bisiknya, terkejut dengan perkataan tajam dari pria yang sama sekali tak dikenalnya.
Sambil berusaha memahami apa yang baru saja terjadi, Liora tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang tak terduga. Sebuah ingatan terlintas di benaknya, seperti kepingan puzzle yang perlahan mulai tersusun. Bersamaan dengan itu, ia memuntahkan darah, yang terciprat ke gaun indahnya.
"Apa-apaan ini..." gumamnya tercekik, kebingungan melihat darah yang keluar dari tubuhnya.
Segera, Liora berlari sekencang mungkin menuju kamarnya. Ia tahu bahwa kejadian ini tidak boleh dilihat oleh siapa pun selain dirinya sendiri. Ingatan yang tiba-tiba datang bersama kondisi fisiknya yang memburuk, terasa bukan sebagai kebetulan.
Sesampainya di kamar, Liora segera berdiri di depan cermin. Matanya terbelalak melihat dirinya yang kini bersimbah darah—darah yang berasal dari tubuhnya sendiri. Lebih mengejutkan lagi, ia tiba-tiba bisa mengingat masa lalu Liora.
"Ingatan Liora...," bisiknya pelan. "Ingatan tentang hubunganku dengan Beans seolah menjadi peringatan yang mendesak, sesuatu yang harus aku ingat agar tidak tersesat."
Liora terus menatap cermin tanpa menyadari bahwa seseorang telah mengetuk pintu kamarnya sejak tadi.
"My Lady, saya akan masuk," ucap Saina dari luar, sebelum membuka pintu kamar sambil membawa teh dan kudapan. "Saya membawakan teh untuk Anda, My Lady."
!!
Kaget bukan main, Saina langsung tersentak ketika melihat pantulan Liora melalui cermin. Nampan yang digenggamnya terjatuh, menghantam lantai dengan keras.
PRANKK!
"My Lady, apa yang terjadi?" Saina bertanya panik, wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Ia segera berlari ke arah Liora, memeriksa sekujur tubuhnya, takut Nona Muda-nya terluka.
Namun, tidak ada luka di tubuh Liora. Saina semakin bingung. Jika ini bukan darah Liora, darah siapa? Berbagai pikiran memenuhi benaknya, tapi semuanya segera sirna ketika Liora dengan polosnya berkata,
"Aku baru saja memuntahkan darah."
Saina tersentak kembali, lalu menyeret kakinya mundur sebelum berlari sekuat tenaga sambil berkata, "Bertahanlah, My Lady. Saya akan panggilkan dokter!"
Kepergian Saina membuat Liora mematung, merasa sesak dan ingin menangis. Dia bingung harus melakukan apa. Sepertinya ini adalah perasaan alami yang dimiliki oleh pemilik tubuh ini.
"Sialan! Beans adalah sumber trauma Liora," ucapnya dengan suara tercekik, sambil kini duduk di lantai, menahan rasa sakit yang luar biasa.
Bersandar di dinding kamarnya seolah menjadi satu-satunya pilihan untuk sedikit meredakan penderitaannya. Ia mencoba menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
Di tengah usahanya yang keras, Saina akhirnya datang bersama seorang dokter. Melihat kondisi Liora yang semakin memburuk, Saina dan sang dokter menjadi semakin panik.
"Dokter, tolong bantu Nona Muda! Dia sekarat!!" pekik Saina, dilanda kepanikan berlebihan.
Mendengar pekikan itu, dokter muda yang tampan turut merasakan kegelisahan. Tanpa banyak berpikir, ia mengangkat tubuh Liora dengan mudah, seolah tak ada beban, dan meletakkannya di atas kasur untuk segera diperiksa.
Dengan cepat, dokter mengeluarkan peralatan medisnya dan mulai memeriksa Liora. Setelah beberapa pemeriksaan, ia berhenti dan menatap Saina yang menunggu dengan penuh harap.
"Bagaimana, Dokter? Apa yang terjadi pada Nona Muda?" tanya Saina dengan cemas.
"Nona Muda tampaknya mengalami stres berat, yang menyebabkan tekanan pada mentalnya. Selain itu, dia juga mengalami demam tinggi. Tolong, bantu Nona Muda agar terbebas dari stres ini ke depannya. Dia perlu melupakan sumber trauma yang membuat kondisinya semakin memburuk," jelas dokter dengan sangat serius mengenai kesehatan Liora.
Setelah mendengar penjelasan dokter, Saina tak kuasa menahan tangis. Suaranya lirih dan hampir tercekik saat ia berkata, "Saya akan melakukan segala cara untuk membantu Nona Muda melupakan semua sumber sakit hati yang ia alami. Saya berjanji."
Di dalam ruangannya, Grand Duke Dimitri Ravenscroft sedang tenggelam dalam pekerjaannya, menyelesaikan tumpukan berkas yang hampir rampung.
Momen ini sangat dinantikannya, karena setelah semua selesai, ia bisa beristirahat dan makan siang bersama keluarganya. Sebuah kesempatan berharga yang tak ingin ia lewatkan. Sementara Beans, dia duduk di sofa ruang sambil membaca koran.
Namun, ketukan di pintu ruangannya menghentikan kegiatan keduanya.
"Masuklah," ucap Dimitri tanpa mengalihkan pandangan dari berkas di tangannya.
Pintu perlahan terbuka, memperlihatkan sang butler yang memasuki ruangan dengan ekspresi sulit dibaca. Ia menunduk memberi hormat pada Dimitri.
"Ada apa? Ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Dimitri, masih fokus pada berkas-berkas di depannya.
"Yang Mulia, Nona Muda jatuh sakit. Beliau belum sadarkan diri hingga kini, sudah dua jam berlalu," ujar sang butler, menyampaikan kabar yang menusuk hati Dimitri.
Terkejut, pena mahal yang sedang digenggam Dimitri terjatuh, menghantam lantai hingga patah menjadi dua. Tanpa berpikir panjang, Dimitri segera meninggalkan kursinya dan berlari secepat mungkin menuju kamar yang kini menjadi saksi bisu atas kondisi putri bungsunya.
"Apa yang terjadi pada putriku?" pikirnya yang berputar tak henti-henti di dalam kepala, seolah tidak boleh ada yang terjadi pada Liora.
Dimitri terus berlari, menerobos tatapan heran para pelayan yang melihat sosoknya bergerak dengan tergesa-gesa. Ekspresi kalut terpancar jelas dari wajahnya, sebuah pemandangan yang sangat jarang terlihat. Biasanya, Grand Duke dikenal tenang dan penuh wibawa, namun saat ini, reputasi itu seolah lenyap dalam sekejap.
Sedangkan Beans, dia masih diam di ruangan itu, skeptis pada kondisi yang dialami oleh adik bungsunya.
"Rencana apa lagi yang ingin ia buat?!" bisik Beans kesal.
Penampilan Beans Ravenscroft :
^^^TO BE CONTINUED^^^