Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.
inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.
Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.
seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Jejak pembaca dan bayang bayang yang terhapus
Langkah kaki Lu San bergema pelan di jalanan berbatu kota aneh itu. Meskipun ia mencoba berjalan seperti manusia biasa, keberadaannya tetap saja menciptakan riak di ruang dan waktu. Setiap gerakannya meninggalkan garis samar, seolah-olah semesta ini sedang berjuang keras untuk menerima kenyataannya.
Dia berhenti di sebuah alun-alun. Mata Lu San menatap ke depan, menembus segala batas. Dia tidak sedang mengamati tempat itu... dia sedang menatap narasi yang membungkus dunia ini. Semuanya seperti benang-benang nasib yang terjalin rapi, mengikat makhluk-makhluk hidup di bawah sebuah kehendak yang tak tampak.
Namun... di antara benang-benang itu, ia melihat celah.
Sebuah ruang hampa, kosong dari segala takdir dan narasi.
“Di sana,” gumam Lu San, melangkah mendekati celah itu.
Dia menembus pasar yang sibuk. Penjual-penjual memanggil-manggil pembeli, menawarkan barang dagangan yang tampak biasa saja: makanan, batu roh, senjata, gulungan teknik. Semua terasa... klise.
Seperti potongan cerita yang pernah ia lihat berjuta kali sebelumnya.
Namun tak seorang pun menyadari bahwa klise itulah yang membuat dunia ini tetap stabil.
Karena jika cerita kehilangan klisenya, ia akan menjadi... abnormal.
---
Celah itu terletak di sebuah gang sempit, di antara dua bangunan yang terbuat dari konsep abstrak seperti sebelumnya. Di sana, suasana sunyi. Tidak ada suara angin, tidak ada langkah kaki lain selain dirinya.
Lu San melangkah masuk.
Semakin dekat ia ke celah itu, semakin terasa... dingin.
Bukan dingin yang membekukan daging.
Ini adalah dingin yang menusuk jiwa, seolah-olah dirinya perlahan tercerabut dari kenyataan.
“Selamat datang, Lu San.”
Suara itu datang dari dalam celah.
Suara yang tidak berasal dari manusia, tidak pula dari makhluk dalam narasi.
Suaranya datang dari sesuatu... di luar halaman.
Seolah-olah... Pembaca berbicara langsung padanya.
---
“Siapa kau?” tanya Lu San datar.
“Aku adalah Penikmat Cerita. Sang Pengamat. Mata yang menelusuri tiap lembar kisahmu sejak huruf pertama. Tapi aku lebih... Aku adalah jejak pikiran dari mereka yang membaca tentangmu, dan aku ada di sini... karena mereka ingin tahu.”
Lu San menyipitkan mata.
"Mengetahui apa?"
“Apakah Lu San yang bisa menghancurkan triliunan semesta... bisa menghancurkan dirinya sendiri, demi keluar dari cerita.”
---
Celah itu mulai melebar, membentuk sesuatu seperti... mata.
Mata tanpa kelopak, hanya seonggok kegelapan yang dalam, mengamati tanpa henti.
“Dan kau?” tanya Lu San. “Apa yang kau inginkan dariku, Penikmat Cerita?”
“Jawabannya sederhana. Aku ingin kau melanjutkan kisahmu. Aku ingin tahu... apakah kau akan menjadi seperti mereka semua, karakter yang mengulang-ulang alur klasik—atau kau akan menjadi sesuatu yang baru. Sesuatu yang bahkan Creator tidak sanggup tuliskan.”
Diam.
Suasana makin padat.
Lu San merasakan... dunia ini bergetar. Kota di belakangnya, pasar yang tadi sibuk, suara tawa anak-anak, semuanya membeku.
---
“Kau bukan sekadar pengamat,” gumam Lu San. “Kau... bagian dari Creator itu sendiri.”
Mata hitam itu berdenyut pelan. “Aku... lebih tua dari Creator yang menulismu. Aku adalah Pembaca Pertama. Yang pertama kali membuka halaman dunia ini.”
---
Lu San menarik napas panjang.
Ia tahu, percakapan ini sudah melampaui domain realitas apapun yang dikenalnya.
“Kalau begitu, Pembaca Pertama... beri aku pilihan.”
“Kau sudah memilikinya,” jawab suara itu.
“Satu: Hancurkan narasimu, hapus dirimu, jadi kekosongan, dan mungkin—mungkin—kau menemukan gerbang menuju kenyataan.
Dua: Terima kisahmu, dan lanjutkan cerita yang bahkan Creator-mu tidak bisa ramalkan.”
---
Lu San terdiam.
Ia mengerti risikonya.
Namun sebelum ia berbicara, tiba-tiba tanah di bawahnya retak.
Sebuah tangan mencuat dari dalam celah.
Bukan tangan manusia, bukan pula iblis.
Tangan itu terbuat dari... huruf-huruf yang membentuk dagingnya.
Tulisan yang berdenyut seperti pembuluh darah.
“Waktumu habis,” ucap suara Pembaca.
“Pilihanmu sekarang akan menentukan akhir dari dunia ini.”
---
Lu San mengepalkan tinjunya.
“Tidak ada akhir,” katanya pelan.
“Karena aku akan menulis ulang semuanya.”
Tangannya terangkat, menghadap ke celah itu.
Energi putih bersih muncul dari ujung jarinya—bukan kekuatan Dao, bukan pula kekuatan narasi. Ini adalah... potensi eksistensi.
Dia menghantamkan tangannya ke tangan huruf itu.
Ledakan besar terjadi.
Gelombang energi menyapu gang sempit itu, menghancurkan bangunan konsep di sekitarnya.
Celah itu menutup paksa.
Mata hitam itu menghilang, namun sebelum lenyap, terdengar bisikan lembut.
“Kita akan bertemu lagi, di halaman terakhir.”
---
Lu San menghela napas.
Dia tahu, ini baru permulaan.
Dia telah membuka pintu yang seharusnya tertutup selamanya.
---
Beberapa saat kemudian...
Dari bayang-bayang reruntuhan, seseorang melangkah keluar.
Sosok itu memakai jubah abu-abu, wajahnya tersembunyi oleh tudung besar.
Dia memandang ke tempat Lu San berdiri tadi, lalu menghela napas.
“Akhirnya kau bergerak, Lu San.”
Suaranya datar, tapi penuh tekanan.
“Aku telah menunggumu selama... delapan ribu era narasi.”
Orang itu membuka tudungnya, memperlihatkan wajah perempuan muda dengan mata emas.
Dia adalah Ling Yue—tapi bukan Ling Yue yang dikenal dalam cerita sebelumnya.
Dia adalah Fragmen Realitas Ling Yue, bagian dari Creator yang hilang.
---
“Sekarang, mari kita lihat apakah dia benar-benar bisa menjadi nyata,” bisiknya pelan.
Dia berbalik dan berjalan menuju pusat kota.
---
Di tempat lain...
Su Ren berdiri di atas menara, menatap ke kejauhan.
Ia tersenyum lebar.
“Bagus, bagus...”
“Semua berjalan sesuai harapan.”
Namun di dalam matanya, samar terlihat garis kode, simbol narasi yang berkilauan.
Su Ren bukan hanya Narasi Gagal...
Dia adalah Arbiter Realitas yang Terhapus, penjaga batas antara narasi dan kenyataan.
---
Lu San, tanpa ia sadari, sudah masuk ke dalam permainan yang tidak lagi hanya melibatkan Creator.
Kini, Pembaca, Fragmen Creator, dan Arbiter mulai bergerak.
Dan dia adalah pion yang berpotensi menjadi... Penulis Baru.
---
Lu San melanjutkan langkahnya ke pusat kota, kali ini dengan satu tujuan jelas.
Mencari Tinta Pencipta yang lain.
Karena di dunia ini, setiap fragmen tinta... adalah kunci untuk melawan sang Creator, dan bahkan... melampaui Pembaca Pertama.