Ini adalah kisah antara Andrean Pratama putra dan Angel Luiana Crystalia.
kisah romance yang dipadukan dengan perwujudan impian Andrean yang selama ini ia inginkan,
bagaimana kelanjutan kisahnya apakah impian Andrean dan apakah akan ada benis benih cinta yang lahir dari keduanya?
Mari simak ceritanya, dan gas baca, jangan lupa like dan vote ya biar tambah semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12: Di Antara Dua Dunia
Jakarta, 6 bulan setelah pameran seni.
Hidup Andrean kembali dipenuhi kesibukan. Sejak pertemuan singkat dengan Angel di Galeri Nasional, pikirannya terus dihantui bayangannya. Ia tahu, mereka udah nggak bisa bareng lagi, tapi perasaan itu nggak gampang ilang. Setiap malam, setelah semua selesai, ia tetap menatap layar laptop, ngetik sesuatu yang nggak tahu mau jadi apa. Mungkin cuma cara dia buat bertahan hidup.
Sementara itu, Angel benar-benar sibuk dengan yayasannya. Nama Angel Luiana Clarista makin sering muncul di berita. Bukan lagi sebagai penulis, tapi sebagai pejuang pendidikan. Ia mendirikan sekolah gratis di beberapa daerah pelosok. Kadang Andrean ngikutin berita itu diam-diam, lewat media sosial atau artikel online.
Suatu malam, di apartemen sederhana yang dia sewa di Tebet, Andrean nerima email dari penerbit. Novel barunya, Cinta yang Tak Lagi Kembali, resmi tembus penjualan 1 juta kopi di Asia Tenggara. Editor ngasih kabar ada tawaran adaptasi film dari rumah produksi Jepang.
Tapi anehnya, Andrean nggak ngerasa seneng-seneng amat.
Dia rebahan di sofa, menatap langit-langit. Dalam diam, dia ngerasa kosong.
---
Satu Minggu Kemudian.
Andrean diajak temannya, Rama, buat ngisi seminar kepenulisan di Bandung. Biasanya, Andrean males ikut acara kayak gitu. Tapi karena Rama yang maksa, akhirnya dia berangkat juga.
Di seminar itu, dia ngomong soal proses kreatif, soal nulis dari rasa sakit, soal gimana caranya berdamai sama diri sendiri. Pesertanya banyak yang anak SMA, mahasiswa, bahkan ada ibu-ibu yang baru belajar nulis.
Setelah acara, ada satu cewek yang nyamperin. Namanya Kayla. Umurnya sekitar 23 tahun. Rambut pendek, kaca mata bulat, bawa notes yang penuh coretan ide cerita.
"Mas Andrean," sapa Kayla sopan. "Boleh ngobrol bentar?"
Andrean tersenyum tipis. "Boleh. Mau tanya apa?"
Kayla duduk di samping Andrean, agak grogi. "Gimana caranya nulis sesuatu yang... jujur? Maksudnya, gue punya cerita yang pengen banget gue tulis, tapi gue takut. Takut jujur malah bikin orang lain sakit hati."
Andrean terdiam beberapa detik, lalu jawab pelan. "Nulis itu kayak bercermin. Kadang kita lihat hal yang nggak pengen kita lihat. Tapi itu bagian dari diri kita. Kalau lo mau jujur, siap-siap juga buat nerima resikonya."
Kayla manggut-manggut, lalu tersenyum. "Makasih, Mas. Gue suka jawaban itu."
Malam itu, Andrean ngerasa aneh. Udah lama dia nggak ngobrol kayak gini, sama orang yang bener-bener penasaran tentang nulis. Ada rasa nyaman, walau cuma sebentar.
---
Dua Bulan Kemudian.
Andrean dan Kayla makin sering ketemu. Awalnya cuma ngobrol soal nulis, lama-lama mereka jalan bareng. Kayla ngajak Andrean ke tempat-tempat sederhana: warung kopi kecil, pameran seni indie, taman kota yang sepi. Beda banget sama dunia glamor yang dulu dia jalanin bareng Angel.
Suatu sore, mereka duduk di bangku taman, makan roti bakar.
"Mas," kata Kayla tiba-tiba, "Lo percaya nggak, kalo setiap orang punya dua versi diri mereka?"
Andrean menatap Kayla, penasaran. "Maksudnya?"
"Ya... versi yang mereka tunjukkin ke dunia, sama versi yang cuma mereka simpen buat diri sendiri."
Andrean nyengir tipis. "Gue udah lama hidup sebagai dua orang yang beda."
Kayla senyum. "Gue rasa, yang duduk sama gue sekarang adalah versi asli lo."
Andrean diem. Ada sesuatu yang hangat di dadanya. Kayla nggak pernah maksa dia buat jadi siapa-siapa. Kayla nggak peduli Andrean penulis terkenal atau cuma cowok biasa yang suka ngerokok sambil nulis di warung kopi.
---
Sementara Itu, di Yogyakarta.
Angel dapet undangan jadi pembicara di UGM soal program pendidikan. Malam setelah acara, dia duduk sendirian di rooftop hotel, minum teh sambil liat bintang.
Dia buka Instagram, liat story Andrean. Ada foto secangkir kopi dan buku catatan di meja kayu sederhana. Caption-nya: "Kadang, kita cuma butuh tempat buat jadi diri sendiri."
Angel senyum tipis. Dia tau Andrean udah nemuin tempat itu. Dan mungkin juga orang yang ngasih tempat itu.
Jean-Claude udah lama nggak ada di hidup Angel. Mereka cuma temen, dan akhirnya Jean-Claude balik ke Paris, ngejalanin hidupnya sendiri. Angel nggak pernah pacaran lagi. Fokusnya cuma anak-anak di yayasan, sekolah, dan mimpinya buat ngebangun lebih banyak harapan.
Tapi malam itu, Angel ngerasa kosong. Dia tau, dia masih nyimpen sesuatu buat Andrean. Sesuatu yang nggak pernah bisa dia ungkapin.
---
Jakarta, Tiga Bulan Kemudian.
Andrean akhirnya nerima tawaran adaptasi film Cinta yang Tak Lagi Kembali. Produksinya bakal dimulai tahun depan di Jepang. Tapi sebelum itu, dia dapet undangan jadi juri lomba cerpen nasional di Jakarta.
Hari pertama seleksi, dia duduk di kursi panelis, baca-baca cerpen peserta. Ada satu cerita yang bikin dia berhenti lama. Judulnya "Rumah yang Tak Lagi Ditinggali".
Penulisnya: Angel Luiana Clarista.
Andrean baca pelan-pelan. Cerita itu soal dua orang yang saling mencintai, tapi nggak bisa tinggal di rumah yang sama lagi. Rumah itu jadi kosong, tapi kenangannya tetap hidup di dinding-dindingnya. Cerita itu sederhana, tapi nyentuh banget.
Selesai baca, Andrean diem lama. Dia liat ke luar jendela, ngerasain sesuatu yang susah dia jelasin.
Sorenya, dia WA Angel.
Andrean:
"Cerita lo bagus. Gue nggak nyangka lo ikut lomba ini."
Angel:
"Gue cuma mau tau... rumah itu masih ada nggak?"
Andrean bales pelan.
"Masih. Tapi udah direnovasi."
Angel bales lagi.
"Siapa yang ngerenovasi?"
Andrean senyum kecil.
"Gue sendiri. Dan ada yang bantu."
Angel nggak bales lagi malam itu. Tapi Andrean tau, mereka udah saling ngerti.
---
Beberapa Minggu Kemudian.
Film Cinta yang Tak Lagi Kembali resmi diumumkan. Andrean berangkat ke Jepang buat persiapan produksi. Sebelum pergi, dia ketemu Kayla di kafe kecil tempat mereka biasa nongkrong.
"Lo beneran mau berangkat?" tanya Kayla.
Andrean angguk. "Iya. Ini kesempatan gede."
Kayla diem sebentar, lalu bilang pelan, "Kalau lo udah selesai di sana, jangan lupa pulang."
Andrean natap Kayla lama. "Pulang ke mana?"
Kayla senyum. "Ke diri lo sendiri."
Andrean ketawa kecil. "Gue janji."
---
Tokyo, Jepang.
Proses syuting berjalan lancar. Andrean sibuk tiap hari. Tapi malam-malamnya, dia nulis cerita baru. Kali ini tentang seseorang yang kehilangan rumah, tapi akhirnya sadar rumah itu bukan tempat. Rumah itu orang.
Dia ngasih judul Rumah yang Lain.
---
Enam Bulan Kemudian.
Andrean pulang ke Jakarta. Filmnya sukses berat. Ia dijemput Kayla di bandara, mereka nggak banyak bicara. Cuma saling pandang, dan senyum.
Di perjalanan pulang, Andrean dapet WA dari Angel.
Angel:
"Gue denger film lo sukses. Selamat, Dre."
Andrean bales singkat.
"Makasih, Angel."
Angel:
"Lo udah nemuin rumah lo, kan?"
Andrean liat Kayla yang nyetir sambil nyanyi pelan lagu favorit mereka.
Andrean jawab.
"Udah. Dan gue nggak bakal pergi jauh lagi."
Angel bales dengan emoji hati kecil, tanpa kata-kata.
Andrean simpan ponselnya, lalu liat ke luar jendela. Jalanan Jakarta sore itu macet, tapi hatinya tenang. Dia tahu, hidup nggak selalu kayak cerita di novel. Kadang yang lo kira akhir, ternyata cuma jeda.
Dan sekarang, dia udah siap buat mulai babak baru.
---
BERSAMBUNG...