Felyn Rosalie sangat jatuh cinta pada karya sastra, hampir setiap hari dia akan mampir ke toko buku untuk membeli novel dari penulis favoritnya. Awalnya hari-harinya biasa saja, sampai pada suatu hari Felyn berjumpa dengan seorang pria di toko buku itu. Mereka jadi dekat, namun ternyata itu bukanlah suatu pertemuan yang kebetulan. Selama SMA, Felyn tidak pernah tahu siapa saja teman di dalam kelasnya, karena hanya fokus pada novel yang ia baca. Memasuki ajaran baru kelas 11, Felyn baru menyadari ada teman sekelasnya yang dingin dan cuek seperti Morgan. Kesalahpahaman terus terjadi, tapi itu yang membuat mereka semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Xi Xin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Momen Masa Lalu
Felyn membalikkan tubuhnya dan langsung menatap serius pada Wira. Seperti biasa, Wira tetap bersikap ramah walau Felyn mengatakan hal-hal yang buruk padanya. Sekarang pun, ia tetap menghampiri Felyn sambil tersenyum ramah.
"Halo? Kamu melamun?" tanya Wira sambil mendekatkan wajahnya pada Felyn yang terdiam.
Felyn memperhatikan kelopak mata yang dimiliki Wira, ia seperti tidak asing dengan ciri khas itu. "Apa aku salah lihat? Aku seperti mengenal mata yang seperti itu," batinnya.
Wira menyentuh bahu Felyn sekali, lalu ia pun langsung tersadar dan kembali bersikap kasar lagi. Ia menepis tangan Wira, "Hei, kenapa lo tiba-tiba nyentuh gue gitu? Emang cowok mesum!!"
Wira memperhatikan sekitar, "Ssttt, kalau ngomong yang baik napa? Setiap kali ketemu, mau berdebat terus nih?" Wira memelankan volume suaranya.
Felyn melihat sekelilingnya, "Ah, bilang aja lo takut gue ngomong ke orang-orang kalau lo itu mesum?!"
"Ya, sudah saya bilang, kalau ngomong jangan yang negatif mulu! Positive thinking napa?"
"Gini aja deh, kalau saya emang mau berbuat buruk sama kamu, kenapa saya harus nunggu sampai kamu mencari saya? Toh, gak ada gunanya juga," jelasnya berusaha meyakinkan Felyn yang masih tidak percaya dengannya.
Felyn menggeleng, "Bodo amat! Terserah, mau ngomongin apa, yang jelas gue nyariin lo karna gue mau nanyain sesuatu."
Wira mulai kembali serius, "Mau ngomongin apa?" tanya Wira.
Felyn memperhatikan sekitar, ia tidak mungkin mengatakan niatnya itu ditengah toko buku. Ia melihat di luar toko, ada sebuah kafe kopi yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya itu yang dekat dan bagus untuk memulai obrolan dengan Wira.
Ia menarik tangan Wira dan mengajaknya keluar dari toko buku itu, "Ayo, ikuti langkah gue aja! Jangan ke mana-mana."
Saat tangannya ditarik oleh Felyn, Wira hanya diam menatap tangan kanannya yang digenggam erat oleh Felyn, ia merasa sangat tenang. Bahkan ia juga sampai tidak memperhatikan jalan yang dituntun oleh Felyn. Untungnya Felyn tidak memperhatikannya, Wira puas untuk tersenyum sendirian tanpa dilihat oleh Felyn.
"Ini nih, gue sebenernya malas ya buat ngomong sama orang yang gak gue kenal. Tapi, karna lo udah baik kemarin ngasih gue payung, lebih baik lo kasih tahu deh diri lo sebenernya siapa!" ucap Felyn sambil berjalan.
Sesampainya di kafe itu, mereka langsung masuk ke dalam dan memesan satu meja dengan dua kursi. Wira terbangun dari khayalannya dan kembali ke dirinya, sedangkan Felyn terus memperhatikan wajah Wira yang terlihat aneh dari saat mereka bertemu tadi.
"Kenapa? Apa ada yang aneh dengan wajah saya?" tanya Wira dengan wajah bingung.
Felyn menggeleng, "Tidak tuh, biasa aja," sinisnya.
Mereka duduk di meja yang sudah di pesan tadi. Sambil menunggu makanan datang, Felyn langsung mengutarakan maksudnya mencari Wira dan mengajaknya mengobrol saat ini.
"Oh, iya. Gue hampir lupa. Sebenarnya...lo itu siapa sih? Kenapa lo kayaknya kenal banget sama gue?" tanya Felyn dengan wajah serius.
Wira tersenyum untuk kesekian kalinya, "Ah, itu .... Ya, tentu saja saya adalah orang yang kebetulan kenal denganmu. Kita baru bertemu beberapa kali, kan?"
"Kenapa tiba-tiba kamu bertanya tentang itu?" lanjut Wira.
"Kenapa? Lo tanya kenapa? Yang jelas adalah, setiap kali gue natap lo dengan sangat seksama, gue sadar akan sesuatu ....bahwa muka lo gak asing."
Felyn semakin penasaran, Wira tidak tahu harus menjawabnya bagaimana, ia juga sangat bingung. Ia terdiam sambil memikirkan banyak hal yang tidak seharusnya seperti ini sekarang.
"Apa yang harus aku katakan padanya?" batin Wira, "Akankah ini waktu yang tepat untuk memperkenalkan diri .... LAGI?" lanjutnya.
"Kenapa lo diam? Berarti emang bener kalau lo pasti orang yang pernah gue kenal, kan?" Felyn meninggikan nada suaranya.
Wira tersenyum kecil, lalu ia mengulurkan telapak tangan kanannya. Felyn pun bingung, apa yang Wira ingin lakukan sekarang padanya.
Felyn memperhatikan tangan Wira yang ada di hadapannya, "Untuk apa lo ...."
"Ya, saya mau kenalin diri ke kamu. Supaya kamu bisa kenal lagi sama saya," sambung Wira dengan sangat santai.
Tanpa menunggu jawaban Felyn, ia mengambil tangan kanan Felyn dan menyatukannya dengan tangannya. Wira ingin mereka saling berjabat tangan dan saling mengenal satu sama lain, karena mereka sudah bertemu bukan hanya sekali di tempat yang sama.
"Perkenalkan, nama saya Wira Carlovan. Saya kuliah mengambil jurusan teknologi dan informasi di Australia. Sekarang umur saya 2 tahun lebih tua dari kamu, dan saya tinggal sementara di Indonesia karena ....ingin mencari seseorang," Dia memperkenalkan dirinya secara detail sekali tanpa gugup.
Wira melepas jabatan tangannya, Ia memberi isyarat pada Felyn untuk memperkenalkan dirinya juga. Felyn pun menghirup napasnya dalam-dalam lalu membuangnya kembali untuk membuatnya tetap tenang.
"Nama gue ...."
Wira menggeleng, "Emm, kalau sama saya gak usah pakai lo atau gue, kamu lebih muda dari saya dan sebaliknya."
Felyn mengangguk mengerti, "Namaku Felyn Rosalie. Aku sekolah di SMA Kamorza, jurusan IPS. Dari lahir aku tinggal di rumah yang sama, suasana yang semakin berbeda, orang-orang yang berbeda. Lalu, Aku sekarang berumur 16 tahun, berarti ....k-kakak berumur 18 tahun."
Felyn memperkenalkan dirinya dengan sangat sopan pada Wira, padahal sebelum itu ia selalu menyebut Wira sebagai penguntit, mesum, dan lain-lainnya. Tetapi, sekarang ia bahkan memanggil Wira dengan sebutan 'KAKAK' untuk Wira.
Wira tersenyum senang mendengar ucapan Felyn, "Jadi, kamu tinggal bersama siapa di rumah?" tanya Wira.
Felyn menunduk, "Aku tinggal hanya berdua dengan Ibu setelah Ayah meninggal karena kecelakaan. Ibu harus bekerja keras untuk membesarkanku sendirian."
Seketika, Felyn menyadari bahwa ia sering mengabaikan ibunya saat fokus membaca novel. Karena Wira, ia jadi ingat kalau ibunya mungkin sangat terluka saat ia tidak memperhatikan ibu berbicara. Padahal ia menyadari bahwa ibunya sudah banting tulang sejak ia kecil untuk membesarkannya, Felyn malah tidak sopan pada ibunya.
Felyn mengingat masa kecilnya saat keluarganya masih utuh, ada ayahnya dan juga ibunya yang sangat menyayanginya. Setiap pagi, ia akan mengantar ayahnya bekerja sampai di depan pintu lalu mencium pipi ayah dengan penuh cinta, begitu juga sebaliknya. Saat berkumpul lagi, mereka saling bercerita tentang sebuah dongeng untuk Felyn, ia sangat bahagia, terlihat jelas senyum indah di wajahnya.
Ia juga mempunyai seorang teman yang lebih tua darinya, namanya Wica. Anak laki-laki yang tinggal di sebelah rumahnya itu selalu bermain dengannya jika ada waktu, sampai mereka kadang sudah seperti adik-kakak kandung yang sangat dekat sekali, tidak bisa dipisahkan. Tidak lama, 1 minggu kemudian, Wica dan keluarganya harus pindah ke Australia, meninggalkan Felyn kecil yang tidak tahu tentang apapun yang terjadi.
Sampai pada akhirnya, keluarga Felyn mendapat kabar buruk tentang ayahnya. Mereka harus menerima kenyataan bahwa, ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Untuk anak kecil sepertinya, tentu saja ia belum mengerti tentang kejadian yang menimpa ayahnya. Ibunya baru menceritakan tentang kepergian ayahnya, setelah umurnya 8 tahun, ia mulai mengerti tentang semuanya, dan berusaha tetap hidup dengan ibunya.
Tanpa ia sadari, air mata jatuh bercucuran di wajahnya. Wira hanya diam sambil memperhatikan air mata yang jatuh ke tangan Felyn, "Kak Wica! Kakak di mana sekarang? Kakak janji mau ke rumahku lagi, kenapa sampai sekarang tidak ada kabar??"
Felyn menangis histeris karena mengingat kembali masa lalunya yang sangat menyakitkan itu. Wira tidak bisa berbuat apapun untuk membuatnya tenang, ia hanya terdiam mendengarkan dan melihat apa yang Felyn ucapkan sambil menangis, walau ia tak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Felyn.
BERSAMBUNG .....