Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.
Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah Pertama di Benua Tengah
Zhang Wei menghela napas ringan, membiarkan suara kegaduhan di sekelilingnya masuk ke dalam telinganya seperti irama kacau yang tak beraturan. Para penjudi yang sebelumnya begitu percaya diri kini menjerit-jerit putus asa, beberapa bahkan jatuh terduduk dengan ekspresi kosong seakan seluruh dunia telah runtuh di depan mata mereka.
"Aku… aku sudah mempertaruhkan semua tabunganku!" seorang pria berteriak, mencengkeram rambutnya sendiri dengan ekspresi tak percaya.
"Aku bahkan menjual pedang warisan keluargaku untuk taruhan ini! Huangg Jitao! Kau brengsek!" yang lain meraung frustasi, wajahnya memerah seolah siap menerkam siapa saja yang berani tertawa di dekatnya.
Di pojokan, seorang pria bertubuh besar mendadak pingsan di tempat, sementara temannya hanya bisa menatap kosong ke arah langit. "Aku sudah berjanji pada istriku kalau aku akan membawa pulang uang besar hari ini…"
Zhang Wei menyaksikan semua itu dengan ekspresi datar, tapi dalam hatinya dia tertawa kecil. Dia melihat beberapa orang yang tadinya berlagak sombong kini meratap seperti pengemis yang kehilangan uang terakhir mereka.
Sementara itu, di tangannya terdapat sebuah kantong yang terasa berat. Taruhannya telah terbayar, dan jumlahnya tidak main-main. Tiga kali lipat dari apa yang dia bayarkan ke Shen Tianhao untuk biaya perjalanan.
"Yah… setidaknya aku tak perlu khawatir tentang sumberdaya kultivasi dalam waktu dekat," gumamnya pelan sambil memasukkan kantong itu ke cincin penyimpanannya.
Di tengah kericuhan itu, suara lantang menggema di seluruh arena.
"Hahahaha! Begini saja kekuatan dari para petarung di wilayah tenggara?! Aku kira kalian memiliki sesuatu yang layak disebut sebagai kekuatan!"
Semua kepala segera menoleh ke arah pusat arena, di mana sang penantang yang baru saja menang kini berdiri dengan bangga, dada membusung dan senyum meremehkan terukir di wajahnya.
"Apa tidak ada yang lebih kuat?!" dia melanjutkan, suaranya penuh ejekan. "Aku datang dari wilayah timur laut, hanya kebetulan melewati tempat ini, dan berpikir untuk sedikit bersenang-senang dengan para orang bodoh di sini! Tapi ternyata—"
Dia tertawa sambil mengangkat tangannya. "—kalian semua hanya sekumpulan pecundang!"
Para penonton yang sebelumnya sibuk menangisi uang mereka kini mulai mendidih dengan amarah. Beberapa orang bahkan sudah mulai berteriak marah, tetapi tak ada yang cukup berani untuk benar-benar maju ke atas arena.
Zhang Wei hanya mendengus ringan. Baginya, ini bukan masalahnya. Dia bukan bagian dari orang-orang di sini. Lagipula, tujuan utamanya bukanlah bermain-main di arena pertarungan atau membela harga diri wilayah tenggara ini.
Dia berbalik, melangkah keluar dari arena tanpa menoleh lagi.
Sudah waktunya dia melanjutkan pencariannya.
Dia butuh tanaman roh yang memiliki efek menutrisi jiwa.
Agar pak tua menyebalkan itu bisa segera bangun.
Zhang Wei melangkah dengan tenang melewati gang sempit di antara bangunan tua yang mulai lapuk. Suasana di sini begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kakinya yang menggema samar. Cahaya redup dari lentera yang tergantung di dinding-dinding kayu menimbulkan bayangan panjang di tanah berbatu.
Dia tahu sejak meninggalkan arena bahwa seseorang—atau lebih tepatnya, sekelompok orang—telah mengikutinya. Mereka cukup terampil menyembunyikan niat mereka, tetapi tidak cukup lihai untuk mengelabui indranya.
Saat akhirnya sampai di bagian gang yang paling gelap dan sepi, dia berhenti.
"Kalian sudah cukup bersembunyi. Keluar."
Hening sejenak. Lalu, dari bayangan bangunan dan sudut-sudut gang, beberapa sosok muncul satu per satu. Enam orang, semuanya berpakaian seragam hitam kusam, dengan tatapan penuh keserakahan.
Salah satu dari mereka, pria berambut pendek dengan bekas luka di pipinya, tertawa rendah. "Wah, wah… anak kecil ini cukup tajam. Sudah tahu kami mengikutinya sejak tadi."
Yang lain, pria bertubuh besar dengan gigi menghitam karena sering mengunyah daun stimulan, meludah ke tanah dan menyeringai. "Dengar, bocah. Tidak baik bagi anak kecil sepertimu memegang uang sebanyak itu. Itu hanya akan membawamu ke dalam masalah. Jadi bagaimana kalau kau serahkan uangmu pada kami?"
Zhang Wei mengangkat alis, menatap mereka satu per satu. "Aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian. Pergilah sebelum aku berubah pikiran."
Para bandit itu tertawa, seolah ucapan Zhang Wei hanyalah lelucon yang sangat lucu.
"Sombong sekali bocah ini!" salah satu dari mereka berkata. "Lihatlah, dia bahkan tidak takut!"
"Tenang saja, nanti kita buat dia berlutut dan menangis," pria berambut pendek itu berkata sambil menarik belatinya.
Zhang Wei menghela napas. Dia sebenarnya sedang dalam suasana hati yang cukup baik setelah menang taruhan tadi. Tapi sepertinya, kebahagiaan kecil itu harus dinodai dengan darah.
Sebelum para bandit itu sempat bereaksi, tubuh Zhang Wei menghilang dalam sekejap.
Dalam satu kedipan mata, pria bertubuh besar dengan gigi menghitam itu tiba-tiba merasakan dadanya ditusuk dari belakang. Dia tidak sempat berteriak—hanya suara erangan pendek yang keluar sebelum tubuhnya jatuh ke tanah.
Panik menyebar di antara para bandit lainnya. "Apa yang—?"
Namun mereka bahkan tidak diberi waktu untuk berpikir.
Satu persatu, tubuh mereka jatuh tanpa suara. Gerakan Zhang Wei begitu cepat, tak terlihat oleh mata mereka yang hanya berada di ranah Martial Lord rendahan.
Darah mulai membasahi jalanan berbatu, menciptakan pemandangan yang kontras dengan kesunyian gang itu.
Satu-satunya yang tersisa adalah pria berambut pendek dengan luka di pipinya. Dia mundur dengan ketakutan, tangannya gemetar saat mencoba menghunus belatinya.
"A-aku… Aku hanya bercanda tadi… Jangan—"
Zhang Wei tidak memberinya kesempatan. Dengan satu gerakan cepat, napas terakhir pria itu melayang di udara.
Tanpa ekspresi, Zhang Wei merampas semua cincin penyimpanan dari tubuh mereka.
"Dungu."
Dia berbalik dan menghilang dari gang itu seolah tak pernah ada.
***
Beberapa saat kemudian, Zhang Wei muncul di sebuah hutan di luar kota. Pohon-pohon tinggi menjulang di sekelilingnya, sementara angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan.
Dia duduk di atas salah satu akar pohon besar, menarik napas perlahan sebelum mulai memeriksa hasil jarahannya.
Satu per satu, dia membuka cincin penyimpanan yang diambil dari para bandit itu.
Beberapa berisi barang-barang biasa—senjata kelas rendah, pil pemulihan berkualitas rendah, dan beberapa koin emas yang jumlahnya tidak terlalu banyak.
Namun, di dalam salah satu cincin, dia menemukan sesuatu yang menarik.
Sebuah peta tua, dengan tinta yang mulai memudar, menunjukkan lokasi sebuah gua tersembunyi di suatu tempat di sekitar kota.
Zhang Wei menyipitkan matanya.
"Menarik."
Dia menggulung peta itu dan memasukkannya kembali ke dalam cincinnya sendiri. Jika tempat itu benar-benar ada, mungkin saja dia bisa menemukan sesuatu yang berguna di sana.
Untuk sekarang, dia masih harus mencari tanaman roh yang bisa menutrisi jiwa. Namun jika ada waktu, tidak ada salahnya menyelidiki peta itu lebih lanjut.
Dengan tenang, dia bangkit dan melangkah ke dalam kegelapan hutan.
up
ditunggu story line berikutnya.
Bravo!
Muantebz