NovelToon NovelToon
Day Without Daylights

Day Without Daylights

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Epik Petualangan / Hari Kiamat / Trauma masa lalu
Popularitas:812
Nilai: 5
Nama Author: Ahril saepul

Raika adalah seorang anak yatim piatu yang telah lama sendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksa Raika bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah: sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.

Saat pertama kali mengikuti raid, tanpa sengaja Raika memakan jantung Wanters yang membuatnya tak sadarkan diri ... ketika Raika membuka mata, ia terkejut berada di tengah kawah yang sangat luas dengan asap dan debu di mana-mana, seperti hasil sebuah ledakan.

Cerita ini mengisahkan; perjalanan Raika bertahan hidup di dunia yang tergelapi malam abadi. Setelah bertemu dengan seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, tapi apa mereka bisa? Bukankah Wanters sudah ada selama ratusan tahun. "Mustahil! ...."

---

Upload Bab: Senin, Rabu, Jum'at / 20:00

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Kegilaan.

Tanganku bergetar sendiri meski sedang tengkurap di atas batu. Aku tidak sendirian; ada beberapa penembak lain tidak jauh dari tempatku berada. Eldritch telah menyiapkan Beasthearts-nya yang seperti meriam. Semua orang telah berpencar di tempat masing-masing sesuai dengan Beasthearts yang mereka gunakan.

Seorang pria berdiri di atas mobil terbang di ketinggian. Berteriak. "Bersiaplah kalian para bajingan! Hidup kalian ada di tanganku. Jika kalian ingin tetap hidup," dia memegang handphone di tangan, suaranya berubah pelan, "Maka berusahalah, he-he."

CLIK.

Beasthearts mulai menyala, Oaris membentuk garis-garis merah yang menyelimuti meriam. Pancaran merah keluar dari ledakannya, menghantam kuat ke arah kristal. Tidak lama kemudian, suara berdengung menghiasi seluruh area, angin kencang berhembus ke segala arah, menandakan sesuatu telah terbangun. Mataku terbelalak saat melihat perisai kuning mengitari lapangan luas, membuat semua orang di dalam tidak bisa keluar.

Teriakan mereka menyadarkan-ku yang sedang terfokus pada perisai itu. Wanters telah menghilang dari Kristal. Dalam keadaan bingung, kami dikejutkan oleh Wanters yang tiba-tiba jatuh dari udara; cahaya emas menggelegar seperti petir di seluruh tubuhnya, dalam sekejap membunuh puluhan ribu orang yang berada di dekatnya.

Mereka yang selamat mulai bergerak ke arah Wanters itu. Namun, mereka mati hanya dalam hitungan detik akibat serangan dari mulutnya, seperti laser berwarna emas. Selain tubuhnya yang besar, dia juga sangat lincah. Meriam diaktifkan kembali mengarah ke tempat Wanters yang mengamuk, saat peluru dilontarkan ke arahnya.

Aku tidak bisa berpikir jernih saat tubuh besarnya menghilang tanpa jejak.

Mendadak ia muncul dari tempat meriam, membunuh semua orang yang ada di sana.

Situasi sudah mulai tak terkendali. Tubuhku bergerak sendiri, berlari sekuat tenaga menuju ujung perisai berharap bisa keluar dari area ini. Namun, langkahku terhenti saat melihat seorang wanita hancur ketika melewati perisai kuning itu. Batu terbang tepat di samping kananku seketika menewaskan mereka dalam sekejap.

Aku berpaling ke belakang, menatap lurus ke arah Wanters yang sedang mencincang-cincang mereka dengan brutal.

"Apakah ini akhirku? Jika Ayah masih hidup, apa yang akan Ayah lakukan dalam situasi seperti ini," menggenggam sniper dengan erat. "Aku tidak akan sebodoh dirimu yang melakukan segalanya secara nekat, tetapi hanya sedikit saja, mungkin, tidak apa-apa."

Menarik napas dalam-dalam, aku mulai berjalan, secara perlahan mempercepat langkahku. Mengaktifkan Oaris untuk bersiap menyerang. Jika aku bertindak ceroboh maka ini adalah akhir. Tidak ada tempat bersembunyi, tidak ada tameng, tidak ada pertolongan. Pandanganku tertuju pada meriam yang mungkin masih bisa digunakan. Namun, setelah aku sampai dan memeriksanya, beberapa komponen sudah tidak berfungsi akibat serangan barusan.

Seorang lelaki berlari mendekatiku. "Serahkan ini padaku, tolong alihkan perhatiannya selama 15 menit," suruhnya dengan napas tersengal-sengal.

"Baik!" ucapku, mempercayakan meriam itu padanya. Aku berlari.

'15 menit ya, semoga bisa lebih cepat lagi.'

Berharap meriam itu bisa menjadi kunci dalam pertarungan ini. Aku menembak dan menembak untuk membantu yang lain. Namun, pandangannya malah teralihkan padaku.

Merasa tidak ada lagi harapan untukku hidup, aku menatap kosong ke arah Wanters yang semakin mendekat; Ayah pernah bilang, jangan pernah melawan musuh yang lebih kuat jika kau tidak yakin bisa menghadapinya. Apa benar begitu?

***

Kilasan:

"Raika, lihat benda itu," di atas bangunan. Menunjuk ke arah Wanters. Ia membidiknya dan menembak tepat pada mata biru di kepalanya, "Mau sekuat apa pun dia, kau masih dapat mengalahkannya."

***

Memegang erat sniper, aku menyalurkan sebagian Oaris ke tubuhku untuk menambah kemampuan fisik. (Fury mode) Sebagai gantinya, rasa terbakar akan dirasakan pengguna, suara jantung mengganggu pendengaran telinga, jika menggunakannya terlalu lama bisa menyebabkan kematian.

Wanters mengumpulkan energi pada mulutnya, kemudian ia menembak tepat ke arahku---beruntung berkat peningkatan fisik, aku masih bisa menghindari serangannya, pandanganku tertuju pada celah yang memungkinkan-ku untuk naik ke atas tubuhnya, dengan cepat aku berlari hingga tanganku berhasil mencengkeram kulit tebal pada kakinya. Aku berusaha bertahan, karena dia memberontak mengincar orang lain yang masih selamat.

Dirasa ada kesempatan untukku naik, aku berlari di pinggir tubuhnya hingga berhasil sampai di bagian perut. Aku menoleh ke segala arah, mencari titik lemah dari Wanters Vicuris. Namun, hasilnya nihil. Suara gempuran keras terdengar tidak jauh dari tempatku berada, lelaki itu berhasil mengaktifkannya. Aku mempererat genggamanku, dan fokus mencari bola mata yang seharusnya berada di atas.

Namun, lagi-lagi aku ceroboh; saat aku hendak melanjutkan. Tubuh besarnya menghilang dalam sekejap, membuatku terjatuh membentur tanah dengan keras. Pandanganku terasa kabur melihat Vicuris berada di tempat meriam, menghancurkannya berkeping-keping.

Dari 100 ribu orang yang mengikuti raid kini hanya tersisa beberapa orang saja, mereka hanya menunggu giliran mereka selanjutnya, dan aku juga seperti itu.

Menutup mata.

'Ahh ... aku lupa, daripada mati konyol sepertinya, lebih baik mati dengan caraku sendiri ...' batinku.

Perlahan bangun.

'Meski aku akan mati di sini, paling tidak aku ingin menguji hasil latihanku sendiri selama menjalani kesendirian ini.' Oaris kembali mengalir ke seluruh tubuh, aku mengambil napas dan berlari ke arah Wanters itu sembari menembakkan energi dari sniper. Pandangannya tertuju kembali ke arahku, ia mulai mendekat. Aku terus menembaknya hingga ia menembakkan energinya lagi dari mulut. Dengan cepat aku menerobos untuk menghindar hingga berada di bawah tubuhnya. Tanpa sengaja aku melihat sebuah mata tepat di bawah dagu.

Aku berbalik arah dan menembaki titik inti dari Wanters itu. Namun, itu masih belum cukup. Ia muncul tiba-tiba di hadapanku dalam posisi menyerang, refleks aku menghentakkan kaki untuk menghindari serangannya, aku bergerak ke arahnya sembari menembak dan menembak. Berlari di atas tanah hancur nan rusak, aku melompat ke arah kaki bagian belakang dan mendorong kakiku sekuat tenaga mementalkanku menuju inti dari Wanters yang hampir hancur. Peluru terakhir kutembakkan, seketika menghancurkannya.

Arcis berwarna ungu, tanpa sengaja ku makan, Wanters itu mengamuk dan menghempaskan diriku hingga menyentuh tanah dengan kasar. Dalam posisi berbaring kulihat ia berhenti bergerak, secara perlahan terjatuh kemudian menjadi abu.

Aku terdiam sejenak, tidak percaya bahwa Vicuris telah mati. Namun, tubuhku mulai bergetar hebat, seolah-olah mau pecah. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuh, darah mulai merembes dari mataku, telingaku, hidungku, dan mulutku. Denyut nadiku menggila, terasa seperti akan meledak.

Tubuh merintih tidak terkendali, sendi-sendi mulai patah satu per satu dengan suara retakan yang mengerikan. Aku berteriak keras, namun suara itu tenggelam dalam kabut yang perlahan menutupi pandangan. Segalanya menjadi hitam.

End bab 3

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka,
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.
Born
semangat Thor 💪
Ind
semangat kak 😊💪
🅷🆈🅰🅽🅳🅰🐿️
aku sudah mampir kak, saling dukung ya🙏 iklan 1🙏
Orpmy
bagus banget
EMBER/FIGHT: Terima kasih kakak.
total 1 replies
Orpmy
keren
Ind
udah ngantuk,besok tak lanjut lagi yah,semangat pokonya
ica
semangat berkarya!!!
mari saling mendukung untuk seterusnya😚🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!