Kisah mengharukan datang dari seorang gadis yang bernama, Shafina yg dulu pernah terjerat pergaulan bebas bersama dengan kekasihnya sehingga membuat dirinya hamil di luar nikah dan melahirkan anak seorang diri.
Beruntung waktu itu ada seorang lelaki yang tak di kenal datang membantunya hingga membawanya ke rumah laki-laki yang menghamili Shafina.
Setelah berdebatan yang cukup alot dan dengan desakan Pak RT dan warga setempat akhirnya laki-laki yang bernama Seno itu yang merupakan ayah dari anak Shafina. Mau untuk bertanggungjawab.
Tapi setelah itu pernikahan Shafina dan Seno melalui banyak ujian dan cobaan yang datang dari orang tua Seno yang tidak merestui hubungan keduanya.
Akankah gadis malang ini bisa menemukan kebahagiaannya? temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 03 Meminta pertanggungjawaban
Selesai makan gadis itu langsung berlalu ke kamarnya, menengok kembali bayinya yang masih terlelap dalam tidurnya itu, perlahan tubuh lelahnya mulai berbaring di atas dipan sederhana milik pria bertato itu, air mata kian membasahi pipinya memikirkan akan kejadian yang menimpanya tadi, andai saja dirinya tidak di tolong pria yang belum dia ketahui namanya itu, pasti dirinya tidak bisa tidur nyaman seperti ini.
Pria itu bagaikan malaikat tidak bersayap, yang sudah di rancang oleh Tuhan untuk membantunya di saat keadaan pelik seperti ini, lelah sudah tubuh ringkih ini, sehingga gadis itu dengan mudahnya memejamkan matanya.
Berbeda dengan pria yang masih terduduk di ruang tamu yang masih beralaskan tikar tersebut, dirinya tersenyum simpul mengingat kejadian tadi, ada rasa sakit yang berdesir di hatinya manakala dia mengingat seorang bayi yang tergeletak di atas lantai begitu saja.
"Ya Allah, aku melihat bayi itu seperti melihat diriku sendiri, jika kau mengijinkan biarlah bayi itu hidup di dalam genggamanku, aku tidak ingin anak itu memiliki nasib yang sama seperti diriku dulu," pinta Adli kepada Tuhannya.
Di tengah dirinya menyematkan doa terhadap Ilaihi Robbi, tiba-tiba saja suara tangis menggema seantero ruangan ini, reflek pria tersebut langsung berlari memasuki kamar itu, tanpa aba-aba dirinya langsung mengangkat bayi itu dari samping ibunya, yang masih terlelap, mungkin gadis itu terlalu lelah sehingga dirinya tidak mendengar tangisan dari anaknya itu.
"Cup, cup, cup, Sayang," ucap pria itu sambil menimang-nimang bayi yang masih berusia belum genap satu hari itu.
Tangisan bayi itu semakin menggema, sehingga mampu membangunkan tidur ibunya yang lelap, perlahan Shafina mulai membuka matanya, dirinya langsung terkejut melihat bayi itu sudah berada dalam dekapan tangan bertato itu.
"Mas, maaf ya, aku tidak kedengaran," ucap Shafina sambil menahan malu.
"Gak apa-apa mungkin kamu kecapean," sahut Adli.
"Popoknya sudah basah, apa kamu kuat untuk menggantinya," terang Adli yang memang tangannya terkena tembusan air kencing dedek bayi.
"Iya aku bisa," sahut Shafina, sambil mengambil bayinya dari dekapan pria bertato itu.
Shafina mulai meletakkan bayinya itu, diatas dipan, perlahan tangan kecilnya itu mengambil Pampers yang ada di meja kecil samping tempat tidurnya, lalu dirinya mulai menggantinya dengan yang baru, alhasil bayi tersebut perlahan langsung diam, segera pria bertato itu mengambilnya kembali dalam dekapannya.
"Kamu istirahat dulu biarkan anakmu ini denganku," pinta Pria itu.
"Mas, siapa namamu." Tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari bibirnya.
"Namaku Adli," sahutnya datar.
"Mas, Adli terima kasih banyak untuk semua," ucap Shafina yang di angguki oleh Adli. Lalu pria itu memilih untuk keluar dari kamar dan menimang-nimang bayi yang masih membuka mata itu.
Pukul sudah memasuki 03.00, dini hari, bayi mungil itu perlahan mulai memejamkan matanya, segera pria itu meletakkannya diatas dipan samping ibunya, di lihatnya pelan-pelan dua manusia yang tertidur pulas itu, angannya kian mengingat ke belakang, mana kala dirinya dulu yang memiliki nasib yang sama dengan bayi mungil itu.
"Semoga hari esok dan seterusnya aku mendapatkan kerjaan yang banyak, agar bisa membelikan mu Pampers,' ucap Adli dalam hatinya.
*****
Keesokan harinya, saat ini Adli dan Shafina sedang menikmati sarapan nasi uduknya, Shafina begitu lahap menyantap makanan sederhana itu, seperti janjinya kemarin setelah sarapan Adli mengajak ibu dan bayinya itu pergi ke rumah seseorang, yang memang harus bertanggung jawab terhadap Shafina dan juga anaknya, dengan menaiki motor keluaran lamanya pria itu membawa ibu dan bayi tersebut di dalam perjalanan yang memang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya pria itu sampai juga di depan rumah Seno yang merupakan ayah dari bayi yang dilahirkan Shafina kemarin, tangan kanannya mencoba untuk memencet bel yang ada di tembok pintu gerbang itu, setelah itu barulah seorang satpam keluar menemui mereka.
"Selamat pagi ada yang bisa kami bantu," ucap satpam itu dengan ramah.
"Pak, apa benar ini rumah Mas Arseno?" tanya Shafina.
"Iya, Mbak, ini memang rumahnya Tuan Seno," sahut satpam tersebut.
"Pak, apa boleh kita bertemu dengan Mas Seno," pinta gadis muda itu.
"Baiklah mari saya antar," ucap satpam tersebut.
Perlahan mereka pun masuk ke rumah Seno yang terbilang sangat megah dan mewah itu, setelah itu Adli dan Shafina duduk di tempat khusus untuk tamu.
Lalu satpam tersebut mulai menyuruh ART untuk memanggilkan Tuannya itu, dan sekitaran lima belas menit Seno keluar dengan mata yang begitu terkejut melihat gadis yang merupakan kekasih hatinya datang dengan menggendong bayi, yang sudah pasti merupakan anak kandungnya.
"Fina," ucap pria tampan itu, dengan menghentikan langkahnya, seakan takut untuk mendekati mereka.
"Mas, kamu ke mana saja, sudah satu bulan ini kamu tiada kabar, apa kamu sengaja ingin lepas dari tanggung jawabmu, lihatlah anakmu sudah lahir ke dunia ini tapi dirimu tidak ada di sampingku ketika aku membutuhkanmu," ungkap Shafina dengan menggebu-gebu, karena sedari sebulan dulu dirinya sudah menahan rasa unek-uneknya itu.
"Shafina, bukannya aku sudah bilang jangan pernah menemui ku dulu, sebelum aku yang menemui dirimu," sahut pria itu dengan putus asa dia tidak tahu harus menerangkan seperti apa situasinya saat ini.
"Aku datang ke sini karena memang kamu sengaja menghindar dan tidak memberiku kabar, Mas!" bentak Shafina yang memang sudah tidak tahan lagi menahan amarahnya.
"Bukannya aku sudah bilang, untuk kali ini aku memang begitu banyak masalah, aku pasti akan tanggung jawab dengan anak kita itu, tapi tolong beri aku waktu," pinta pria itu.
"Aku tidak menyangka di saat anak ini sudah lahir kamu masih saja berkelit seperti itu, sebenarnya apa yang telah kau sembunyikan dari aku!" gertak Shafina.
"Aku tidak bisa menceritakan itu sekarang, dan untuk kali ini, maaf Shafina aku masih belum bisa untuk menikahi mu," terang Seno.
"Anak ini perlu identitas dari ayah kandungnya, kamu dulu sudah berjanji, untuk menikahi ku sebelum anak ini lahir ke dunia, dan sekarang bayimu ini sudah lahir, tapi tanggapanmu masih seperti dulu, aku sudah lelah Mas, dengan semua ini, kalau pun kamu tidak ingin bertanggungjawab lebih baik dari dulu kamu ngomong saja, biar aku tidak berharap dengan laki-laki pecundang seperti dirimu ini, kamu benar-benar berengsek Mas!" teriak Shafina sehingga menimbulkan rasa kesal terhadap wanita paruh baya yang sedari tadi sudah mendengar pembicaraan mereka di balik pintu.
"Siapa yang kau sebut berengsek tadi hah siapa!" teriak wanita paruh baya itu yang tidak terima anaknya di sebut berengsek.
"Ma, sudah Ma, jangan seperti ini," cegah Seno terhadap ibunya.
"Biar Mama kasih tahu wanita kampung ini, enak saja menginginkan pertanggungjawaban dari kamu, memangnya dirimu itu siapa, apa pantas wanita miskin sepertimu bersanding dengan anak saya, hah apa pantas, kami satu keluarga sudah berembuk untuk mencarikan jodoh yang terbaik untuk anak kami, jadi maaf buanglah anganmu yang ketinggian itu, meskipun kau sudah menggunakan bayimu untuk menjerat anakku, tapi tetap saja kami tidak menerima kehadiran anak haram mu itu!" ketus mama Seno dengan menggebu-gebu.
Mendengar kata anak haram pria bertato itu langsung mengambil alih pembicaraan. "Anak haram, apa anak Ibu, lebih mulia, dengan wanita yang mempertahankan anak haramnya ini, perlu anda ketahui, wanita yang memilih untuk mempertahankan anak haramnya lebih mulia daripada pria yang lepas dari tanggungjawabnya, seperti anak Ibu itu, benar-benar sangat menjijikkan!" desis Adli.
"Dasar anak muda kurang ajar, siapa kamu beraninya berbicara seperti itu, asal kamu tahu apa yang saya bicarakan itu benar adanya, gadis ini memang kenyataannya tidak pantas bersanding dengan anakku," terangnya dengan begitu menyombongkan diri.
"Tapi anak Ibu ini, sudah merusak masa depan seorang gadis, seharusnya kalau memang Ibu becus mendidik anak laki-lakinya tidak akan terjadi kasus seperti ini, tolong ajarkan sama anak Ibu, habis berbuat harus berani bertanggungjawab, bukan malah menghindar dan mencarikan jodoh yang lebih dari gadis yang sudah di hancurkan masa depannya, ingat suatu saat karma pasti akan datang!" ancam Adli, sambil mengajak Shafina keluar dari rumah ini.
Catatan penulis
Selamat pagi kakak-kakak semoga suka ya dengan kelanjutan ceritanya. Selamat membaca❤️❤️❤️🙏🙏🙏
Adli dirimu orang baik
favorit
👍❤