NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:48.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Aku beranjak mendekatinya. Ingin membantu berdiri dan masuk ke dalam rumah. Arumi menatapku sejenak, mungkin ragu.

"Kamu kuat berdiri sendiri ?" tanyaku. Maksudku, kalau dia bisa melakukannya sendiri, aku akan mundur dan tak jadi membantunya. Aku tau, Arumi tidak mau bersentuhan denganku, meskipun kami halal.

"Badanku lemes," jawabnya. Tangan kanannya memegangi kepala.

"Aku bantu. Nggak apa-apa ya, aku pegangi?" Aku meminta izin. Arumi pun mengangguk.

Dengan gerakan perlahan, aku membantun berdiri, dan menggandengnya masuk menuju kamar. Setelah itu, aku mengarahkannya ke kamar mandi.

"Aku tunggu di luar. Maksudku di luar kamar. Jadi, kamu nggak perlu takut berganti pakaiannya."

Aku keluar kamar, duduk di sofa ruang tengah. Mengisi kekosongan waktu, kunyalakan televisi. Melihat tayangan berita, mengganti ke channel lainnya. Menyelonjorkan kaki ke sofa, berbaring dengan kepala bertumpu pada kedua tangan. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba bayangan wajah Arumi berkelebat di ingatan. Lalu, otak kupaksa menghadirkan kembali potongan-potongan ingatan menjadi sebuah hayalan.

Bayangan saat aku membagi nafas padanya bertahan lekat di mata. Saat aku menyentuh bibirnya, membagi nafas layaknya seperti orang yang sedang berciuman, hingga beberapa berulang-ulang.

"Aaargh! Sialan, sialan, sialan!"

Aku bangkit seketika. Bayangan itu benar-benar merusak otakku. Rasanya begitu nyata dan masih terasa sampai saat ini.

Arumi yang kupikir burik dan berwajah kusam, nyatanya malah sebaliknya.Kulit pipinya putih, tak ada sedikitpun bekas jerawat, alisnya rapi alami tanpa dipoles dan bulu matanya juga lentik. Bibirnya tipis, merah alami tanpa lipstik

"Sadar Aris ... kenapa kamu jadi menilai diri Arumi? Bukannya kamu tidak menyukainya?"

Aku seperti orang gila yang berbincang seorang diri. Pipi kutepuk, agar segera sadar bahwa Arumi dan segala penampakan seluruh wajah yang baru saja kulihat bukanlah sesuatu yang istimewa.

Arumi tetaplah gadis bercadar yang jauh dari tipe wanita impianku.

"Mas...."

Arumi memanggil dari depan pintu kamar. Dia sudah mengganti pakaian yang sebelumnya berwarna navy, sekarang bewarna abu-abu.

"Kenapa? Kamu butuh bantuan?" tanyaku bangkit dan mendekatinya.

"Kepalaku sakit. Bisa minta tolong belikan obat ke apotek?" pintanya.

"Kita ke klinik saja. Sekalian periksa apakah kepalamu terbentur saat jatuh ke kolam tadi."

"Nggak usah, Mas. Kalau terbentur pasti ada bekas memar. Ini nggak ada kok."

"Kamu yakin?"

"Ya. Aku sudah memeriksa seluruh badanku."

"Baiklah. Selain obat, mau pesan apalagi?" Aku menawarkan.

"Cuma obat saja."

"Baiklah."

Aku harus bergegas pergi. Arumi terlihat membutuhkan obat itu dengan segera. Kebetulan letak apotek tidak terlalu jauh, sehingga aku bisa pergi dengan mengendarai sepeda motor milik Arumi.

Arumi berkendara motor ketika mengunjungi toko kuenya. Dia memindahkan bisnis kuenya ke kota ini, setelah menikah denganku.

Tidak sampai memakan waktu lima menit, akupun telah sampai dan memarkirkan motor di depan sebuah apotek. Seorang apoteker yang mengenakan pakaian syar'i dan bercadar menyambutku serta menanyakan tujuanku. Segera kupesan obat sakit kepala, lalu menunggunya.

Memandang apoteker yang sedang memilihkan obat, sekilas bayangan wajah Arumi melintas kembali. Wajahnya yang basah itu ....

Mas, obatnya."

Aku tersentak, kaget dengan teguran si apoteker.

"Ya, Mbak."

Aku menerima bungkusan obat. Setelah melakukan pembayaran, obat di tangan segera kubawa pulang.

Ada apa denganku? Kenapa wajah Arumi tak mau pergi dari pelupuk mata? Padahal dia bukan tipe wanita idamanku.

Ayo, dong, Aris! Sadar. Kamu bisa mengusir bayangannya.

Gara-gara selalu terbayang wajah Arumi, aku hampir saja salah membawa motor orang. Untung segera tersadar ketika kunci motor yang kumasukkan tidak bisa masuk dengan sempurna.

Sialan! Aku jadi bahan tertawaan orang-orang di parkiran.

Sampai di rumah, aku bergegas mengambil segelas air putih dan membawanya ke kamar, tempat Arumi beristirahat.

"Rum, minum obatnya, gih ," ucapku memberi perintah.

Arumi yang memang sedang menungguku, bergerak bangun dan langsung meraih obat yang kuberikan. Aku memalingkan badan supaya dia bebas meminum obat.

Aku melangkah mendekati koper, lalu menariknya ke pinggir dinding supaya tidak menghalangi jalan.

"Mas Aris mau pulang?" tanyanya melihatku menarik koper.

"Nggak. Malam ini aku menginap di sini. Kamu kan lagi sakit. Kalau butuh apa-apa, bagaimana?"

"Aku bakal enakan setelah minum obat. Mas nggak usah khawatir. Pulanglah kalau mau pulang."

Nggak usah khawatir, katanya?

Apa aku terlihat begitu mengkhawatirkannya?

Apa jelas sekali rasa cemas ini hingga terbaca oleh Arumi?

"Aku akan menginap di sini. Tenang saja, Rum. Aku tidak akan menuntut apa-apa darimu. Kamu istirahat saja, biar cepat pulih."

Anggap saja keputusan untuk tetap tinggal bersamanya malam ini adalah demi menebus rasa bersalah pada mama karena tidak menjaganya dengan menyayangi Arumi. Kalau tau menantu kesayangannya tenggelam sampai sedemikian parah, mama pasti sangat kecewa padaku.

"Maafkan aku, Mas. Lain kali, aku tidak akan merepotkan Mas Aris."

"Jangan dipikirkan. Yang penting kamu sehat dulu. Kenapa tadi kamu bisa masuk ke kolam renang?"

"Aku kepleset saat mau membuang sampah ke belakang

"Kamu nggak bisa berenang?"

Arumi menggeleng, lalu tertunduk.

"Maaf," jawabnya seperti menyesalkan sesuatu.

"Kenapa minta maaf berulang kali? Bukan salahmu juga kan? Mungkin sudah saatnya kolam itu dibersihkan. Sudah berlumut sepertinya. Aku akan cari pembantu supaya bisa membantumu mengerjakan pekerjaan rumah .”

Selama ini Arumi menolak ketika kutawarkan seorang pembantu. Minimal bisa menemaninya menemani dia rumah ini. Sedangkan pembantuku lama meminta izin berhenti. Tetapi kehadiranku di rumahmu sudah cukup menyusahkan. Mas sampai harus pergi dari rumah ini, padahal Mas pemiliknya."

"Jangan berpikir kearah situ. Keputusanku tinggal di apartemen bukan karena aku merasa terganggu. Tapi justru aku merasa bahwa kamu butuh privasi."

"Itulah masalahnya."

Arumi tak meneruskan ucapannya, membuatku penasaran saja.

"Kenapa?" tanyaku.

"Aku akan membuka penutup wajah ini supaya kita tidak ada privasi ," jawabnya.

"Nggak perlu. Nanti saja kalau kita sudah sama-sama siap."

Percakapan terhenti oleh suara azan magrib. Aku beranjak keluar kamar, memberikan kesempatan untuk Arumi melaksanakan kewajibannya.

"Mas nggak sholat?" tegurnya saat aku akan melangkah ke luar kamar.

"Kamu saja dulu. Aku belakangan."

"Kita bisa sholat berjamaah kok, Mas. Mas Aris jadi imamnya," ucapnya memberi ide.

Aku berbalik, menatapnya dengan ragu.

"Ah, iya. Tapi kapan-kapan saja," jawabku.

Arumi mengangguk sebagai tanggapan. Dia menurunkan kedua kaki secara bersamaan, lalu melangkah ke kamar mandi.

Sulit untuk menciptakan momen kebersamaan untuk dua orang yang berbeda prinsip. Secara umum saja aku dan Arumi banyak sekali perbedaan. Rasanya memang berjalan beriringan

membangun rumah tangga seperti kebanyakan pasangan adalah hal tersulit kami. Bahkan untuk menjadikan dia makmum saja, aku merasa tidak cukup berani berdiri di depannya.

****************

1
Abdullah Ar-Roja'iy
Luar biasa
Merah Mawar
Ok cukup bagus
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!