NovelToon NovelToon
Mantan Prajurit

Mantan Prajurit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Identitas Tersembunyi / Romansa
Popularitas:123.5k
Nilai: 4.8
Nama Author: Eka Magisna

“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”

Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fragmen 3

Sudah memakan setidaknya empat jam dari awal dia memulai, kuas bercat digoreskan dengan sangat hati-hati. Gun benar-benar tidak ingin mengecewakan Tuan Presiden, lukisan Suzi Kim harus semirip mungkin dengan aslinya. Tidak masalah seberapa lama dia akan menghabiskan waktu.

Tanpa bersuara, langkah kaki Paman Jang makin mendekat. Tatapan tidak beralih dari lukisan yang sedang dikerjakan Gun. "Kau benar-benar luar biasa, Nak,” pujinya.

"Uhh, Paman. Sejak kapan kau di sana?" tanya Gun, sekilas menoleh ke belakang di mana Paman Jang berdiri.

"Baru saja," jawab Jang, pandangannya tetap pada lukisan. "Kau hanya baru menyelesaikan bagian wajah dan rambutnya, tapi aku sudah sekagum ini."

Disikapi Gun dengan senyuman. "Ini bahkan belum kusempurnakan, Paman."

Paman Jang menggeleng, tak bisa berkata-kata.

Tidak terdengar obrolan lagi setelahnya, suasana disergap keheningan dan Paman Jang resmi jadi penonton.

Tiga jam sudah berlalu. Bagian tubuh Suzi Kim dan gaun birunya sudah sempurna dalam lukisan.

Waktu menunjuk angka jam sepuluh malam.

"Sebaiknya istirahat dulu, Nak. Kau bisa teruskan setelah lelahmu hilang." Paman Jang melihat jemari Gun mulai melemah mengatur kuas, tak akan baik hasilnya jika memaksa.

"Kau benar, Paman. Sepertinya aku butuh merebah beberapa saat." Gun mengambil kesempatan itu.

"Itu lebih baik," kata Paman Jang. "Gunakan sofa di sana untuk melenturkan otot-ototmu."

"Baik, Paman."

Sofa itu ada di pojok berdekatan dengan jendela yang mengarah ke view halaman belakang yang indahnya luar biasa.

Paman Jang berlalu pergi untuk memberi ruang dan waktu.

Dimanfaatkan Gun untuk beristirahat. Dari ujung jemari sampai lengan bagian atas, dia merasakan pegal lumayan kuat. Tidur sejenak mungkin akan mengembalikan energi yang sudah lemah.

*

*

"Lapor! Gerbang utama berhasil mereka terobos!" Seorang lelaki kurus memberitahu dengan nada panik. Kepalanya menoleh berulang-ulang ke belakang, cemas tak main-main.

Yang dikabari sontak kelabakan. "TAHAN MEREKA SEMUA! JANGAN SAMPAI BERHASIL MENEMBUS KE DALAM!" Dia mengomando anak buahnya dengan suara keras.

Semua berhambur ke bagian halaman untuk membantu teman-teman mereka yang sudah terjun lebih dulu ke kegaduhan.

Puluhan pria datang dengan senjata tajam menyerbu rumah presiden. Tidak ada waktu untuk bermain tebak-tebakan siapa dalang di balik penyerangan ini.

Pasukan pengamanan yang ditugaskan di kawasan itu mendadak bekerja keras tanpa pemberitahuan. Sebisa mungkin mereka harus menghalau para penjahat sebelum membahayakan seisi rumah.

Di ruangan lukisnya, Gun tidak sadar jika dia sudah tidur lebih dari dua jam.

Sepasang bola matanya terbuka sontak langsung melotot. Signal dalam kepala bekerja cepat, suara-suara tak biasa ditangkap pendengarannya. Bukan suara Paman Jang atau para pelayan yang membangunkan, jelas berbeda dan Gun tak akan menerka sampai ke sana. Dia bangun lalu melongok melalui jendela, pemandangan di bawah sana mengejutkannya.

Banyak pria tengah terlibat dalam perkelahian.

"Apa mereka sedang berlatih?" tanya Gun pada dirinya, sedikit merasa aneh. Dia berpendapat, “Setidaknya carilah tempat dan waktu yang tepat jika untuk berlatih.”

Namun detik selanjutnya, pasang matanya menyipit tajam, memerhatikan seorang pria yang baru saja terkapar dengan tusukan di bagian bahu menyusul darah yang merembas di sekitarnya. Cukup menyentak kesadaran Gun, walaupun jarak dari lantai empat ke lantai dasar lumayan tinggi, dia bisa memastikan kebenaran penglihatannya.

"Tidak, tidak ada latihan apa pun di sana." Mata Gun nyalak melebar, menyadari sesuatu lebih serius dari pada itu. Dia melanting dari tempatnya, penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya di bawah sana.

Tidak terpikir melalui lift seperti tadi siang bersama Paman Jang, dia menuruni tangga dengan langkah rusuh.

Menjejaki lantai kedua, Gun tiba-tiba merasa ada di dunia peri. Perabotan yang tertata semua bertema wanita. Tapi itu bukan yang dia tuju, harus segera mencari tangga untuk turun ke lantai satu.

Sayang, selalu ada godaan di tengah rasa terburu-buru.

Gun memasuki sebuah ruangan luas yang bukan sejenis kamar. Suara musik disetel nyaring. Tapi bukan itu yang membuat langkah kakinya jadi terganggu.

Dua orang nampak kelabakan dengan kemunculannya. Menghalangi tubuh setengah polos mereka menggunakan bantal sofa dengan cepat dan sebisa-bisa.

"Siapa kau?!" Pria dari pasangan itu bertanya, pasang badan dan siap melawan jika diperlukan.

Tak kalah cepat Gun memalingkan wajah. “Bukan apa-apa. Aku salah masuk ruangan. Silakan kalian teruskan,” jawabnya seraya berbalik badan lalu melambaikan tangan dalam posisi membelakangi, kemudian pergi. "Sial!" rutuknya, meninggalkan tempat itu sembari bersungut-sungut. "Bisa-bisanya mereka bercinta di saat semua orang bertaruh nyawa."

Ternyata tangga itu ada di pojok menempel dengan dinding paling tepi dari bangunan, Gun menemukannya dan turun ke lantai satu.

Sampai di sebuah ruangan, dia mendapati pemandangan yang mengerikan. Seorang wanita berpakaian pelayan tergeletak di bawah lantai dalam keadaan bersimbah darah.

Gun ingat, wanita itu adalah yang tadi mengantarkannya makanan dan minuman ke ruang lukis. Sesaat kakinya limbung, mengingat bagaimana pelayan paruh baya itu menyemangatinya dengan senyum sangat mengembang.

"SELAMAT MENEMPUH AJALMU, PAK TUA!"

Teriakan anarkis tersebut menarik dan menyentak perhatian Gun dari irama melow. Dia kembali ke mode sadar dalam sekejap, langsung melanting ke arah ruangan yang berada di sayap kiri.

Dan ....

"AAAARRRGGGHH!"

Teriak kesakitan melengking membelah langit.

Paman Jang terkejut setengah mati, bola matanya melotot lebar. Pria yang baru saja hampir menghabisinya sudah lebih dulu ambruk dengan luka serius di kepala bagian depan. Wajah Paman Jang bahkan terkena cipratan darah.

"Gun!"

Orang tadi dikepruk Gun menggunakan vas bunga yang terbuat dari guci lumayan besar, dia ambil dari sebuah meja.

"Anda baik-baik saja, Paman?"

Paman Jang ingin mengangguki pertanyaan Gun, tapi isi kepala dan mulutnya mendadak beku, tidak bisa berkata. Seumur hidupnya selain di dalam film, tidak sekali pun dia pernah melihat apalagi mengalami kekerasan yang mengerikan seperti yang baru saja terjadi di hadapannya.

Sebenarnya Gun ingin mendengar jawaban Paman Jang, tapi sesuatu membuatnya tak bisa menunggu.

Satu orang pria bersenjata api datang dari arah tangga lantai dasar. Dengan seringai, pria itu mengarahkan laras panjangnya ke arah Gun, berpikir semua akan selesai dalam sekejap, termasuk Paman Jang yang semakin mengkhawatirkan sisa umurnya.

Tiga detik digunakan Gun untuk berpikir, mengedarkan bola mata untuk mencari sebuah benda. Sampai kemudian dia menemukan sesuatu di bawah kaki.

Dan ....

Hanya dengan sebilah pecahan guci, Gun membuat senjata itu terlempar dari tangan pemegangnya.

Pria itu tentu terkejut. Tendangan kecil yang mengacaukan.

Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan saling mendekat, lalu mulai bergelut dengan tangan tak bersenjata. Adu jotos berlangsung cepat. Gun menunjukkan sisi lain dalam dirinya. Selain pandai melukis, dia juga hebat dalam kelahi. Paman Jang tidak menyangka sampai ke sana.

Setelah berhasil menumbangkan satu lawannya, lainnya datang dengan jumlah tak hanya tiga.

Rumah presiden kini persis sarang penyamun.

1
Khairul Imran
Luar biasa
Neng Saripah
jangan jampe gun ada main sama tuh perempuan
ⱮαLєƒι¢єηт: 𝙷𝚎𝚑𝚎.. 𝙴𝚗𝚝𝚊𝚑, 𝙺𝚊𝚔
total 1 replies
Ahmad Abid
surprise lagi/Shhh/
ⱮαLєƒι¢єηт: 𝙺𝚎 𝚍𝚎𝚙𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚊𝚍𝚊 𝚜𝚞𝚙𝚛𝚎𝚜2 𝚕𝚊𝚒𝚗, 𝙺𝚊𝚔/Hey/
total 1 replies
AbhiAgam Al Kautsar
owh ya
ⱮαLєƒι¢єηт: 𝙸𝚢𝚊, 𝙺𝚊𝚔/Grin/
total 1 replies
Anonymous
Lanjut
ⱮαLєƒι¢єηт: 𝚂𝚒𝚊𝚙, 𝙺𝚊𝚔.
𝚜𝚝𝚊𝚢𝚝𝚞𝚗𝚎𝚍/Smile/
total 1 replies
Sutikno 23
Suzi kangen ama Gun
Sutikno 23
berbuat jinah orang lain yang kena putri presiden
Sutikno 23
tetua mujong didatangi oleh Gun
Sutikno 23
siapa yang diintip ya gan
Sutikno 23
Gun kaget masalahnya Suzi tahu
Sutikno 23
mentri masih disiksa ama Gun
Sutikno 23
cerita bagus lanjut ya Thor semangat lagi untuk menulis lebih bagus lagi
ⱮαLєƒι¢єηт: Terima kasih ulasan dan bintangnya, Kakak😊
Semoga tidak ada kendala dan aku tetap konsisten.❤️
total 1 replies
Sutikno 23
mau siksa musuh besarnya
Sutikno 23
Suzi diajak kemarkas ama Gun
Sutikno 23
ayo berjuang untuk lepas dari masalah
Sutikno 23
semua pengawal lagi telusuri kejadian
Sutikno 23
wah akan dituduh yang tidak-tidak repot lagi
Sutikno 23
bangun udah ada sarapan enak
Sutikno 23
ya akhirnya selamat juga bantu Suzi
Sutikno 23
Gun selamat kan Zusi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!