NovelToon NovelToon
My Teacher My Husband

My Teacher My Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Beda Usia
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: Kaikia

Azzalea menyukai gurunya, Pak Dimas. Namun, pria itu menolaknya, bagaimana bisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaikia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 03

Part 03. (1rb)

“Mba, sekalian punya gadis ini”.

Hampir saja ia melompat kegirangan saat mendengar sang guru ikut menunjuk belanjaan yang ia bawa.

“Pak, ini belanjaan saya banyak sekali.” ucapnya yang merasa segan tapi senang.

“Gapapa, kalo kamu mau tambah, ambil lagi aja.”

Ia tentu menggeleng. “Ngak, Pak. Ini aja cukup.”

Pak Dimas mengangguk. Sang kasir pun ikut mengitung belanjaan miliknya. Wanita yang tadi datang menghampiri sudah keluar terlebih dahulu.

Azzalea ragu-ragu ingin membuka pembicaraan namun Pak Dimas mendahului tindakannya.

“Kamu sekolah dimana sekarang?”

“Di Prima High School, Pak.”

Mata Azzalea tak henti melihat harga belanja. Seingatnya ia mengambil terlalu banyak makanan. Ia rasa citra diri sebagai gadis rakus sangat tergambarkan dari apa yang ia beli tersebut.

“Totalnya Rp549.500”

Ia menelan ludah mendengar harga belanjanya. Jika dibayar dengan uang sendiri, ia takkan mempermasalahkan hal tersebut, namun ini dibayarin oleh sang guru yang sudah lama tak bertemu, bukankah akan memberi kesan buruk.

“Pakai ini aja, Kak.”

Ia dan Pak Dimas sama-sama mengeluarkan kartu debit. “Belanjaan saya terlalu banyak, Pak. Saya segan.”

“Gapapa, Azza. Anggap hadiah juara lomba kamu dulu.”

Sang kasir mau tak mau mengambil kartu debit milik Pak Dimas. Azzalea merasa senang bahwa Pak Dimas masih ingat dengan janji yang pernah diucapkan tersebut. Padahal ia dulu sangat menanti hadiah dari sang guru, namun dikarenakan dirinya yang tiba-tiba sakit cacar tidak dapat masuk sekolah. Seminggu setelah sembuh, ia hanya bisa mendapati kabar bahwa Pak Dimas telah dipindahtugaskan.

“Kamu udah sembuh dari alergi kacang?” tanya Pak Dimas seraya membukakan pintu mini market.

Ia bingung, selama di SMP tak banyak yang mengetahui bahwa dirinya mengidap alergi kacang. Cukup aneh jika Pak Dimas mengetahui hal tersebut.

“Saya pernah dengar, di hari pertama mengajar, ada siswi yang dibawa ke rumah sakit akibat alergi kacang. Ternyata itu kamu.”

Ia mengerti dan sedikit malu, mengingat kesan pertama yang tidak begitu baik. “Masih sama, Pak.”

“Lalu, kenapa banyak sekali beli cokelat?”

Ia teringat, akibat kesal pada wanita tadi membuatnya tidak menyadari hal apa yang ia masukkan, namun tidak memungkinkan baginya menjelaskan situasi tadi.

“Oh.. Buat dibagi sama anak-anak komplek, Pak.” elaknya.

Pak Dimas mengangguk mengerti. Belum puas rasanya berbincang dengan sang guru, ia harus menerima perpisahan dengan pria itu. Wanita tadi sudah memanggil gurunya dari dalam mobil.

“Kalau begitu, saya pamit dulu, Azza.”

“Hati-hati, Pak.”

Ia melambaikan tangan melihat kepergian sang guru. Sebuah keberuntungan yang tidak dapat diungkapkan bagaimana bahagianya hati Azzalea. Tentu saja ia sangat berharap bisa bertemu kembali dengan sang guru.

Ia pun kembali memasuki mobil. Barang belanjaan telah diletakkan Rose ke dalam mobil.

“Ros, bantu aku membagikan cokelat itu nanti.”

“Baik, Nona.”

Ia memijat pelipisnya yang sedikit keram.

“Apa itu Pak Dimas, Nona?”

Ia menghela nafas. “Iya. Beliau masih mengenaliku. Aku hampir mati malu mengingat masa SMP”.

Rose tersenyum tipis seraya memasang safety beltnya. Ia masih mengingat jelas bagaimana majikannya itu bersedih selama 3 hari 3 malam akibat penolakan yang didapati. Ketika itu ia juga susah payah memberi dukungan agar Azzalea kembali bangkit dari keterpurukan karena hal tersebut menjadi cinta pertama.

“Nona, bagaimana dengan guru les yang Nona minta?”

“Apa kau sudah menemukannya?”

“Sudah, Nona.”

Ia diam sejenak. Entah mengapa ia tidak tertarik lagi dengan guru les bahasa inggris yang ingin ia pilih, malah dihatinya berharap bahwa Pak Dimas bisa mengajarkan les untuknya. Namun, nasi telah menjadi bubur, hai itu takkan mungkin.

“Akan ku pikirkan lagi nanti.”

“Baik, Nona.”

***

Sore ini, Azzalea memiliki janji dengan anak tetangga yang masih duduk di bangku dasar untuk mentraktir anak kecil itu es krim, balasan karena anak itu telah menemukan Koko, kura-kura peliharaannya.

Ia dan bocah laki-laki itu duduk di bangku depan mini market seraya memandangi suasana komplek mereka di sore hari. Banyak para penghuni yang berlari ringan atau sekedar keliling komplek.

“Kak, kakak nggak takut tinggal sendirian?”

“Apa yang perlu ditakuti?”

Ia balik bertanya seraya menjilati es krim rasa kiwi kesukaannya. Menurutnya, tak ada yang menakutkan selain orangtua yang setiap hari bertengkar.

“Misalnya, hantu”.

Ia tersenyum pada bocah dengan lesung pipi yang akan terlihat setiap anak itu menarik sudut bibirnya, baik berbicara atau pun mengunyah makanan.

“Hantu itu ngga nyeremin.”

“Masa, sih? Di film-film yang aku lihat, mereka menakutkan.”

“Yah, memang mereka menakutkan, tapi mereka ngga akan nyakitin kita. Lebih baik ditakuti hantu daripada disakiti orang tersayang.” jelasnya.

Ia dapat merasakan kebingungan dari bocah yang ia ajak bicara ini, hal tersebut dapat terlihat dari dahi yang berkerut bak kain yang belum disetrika.

“Aku memang kurang mengerti ucapan kakak, tapi aku yakin kakak nyaman hidup sendiri.”

Ia mengelus pucuk kepala sang bocah. Es krim bocah itu sudah habis dilahap. Bocah itu bangkit dan mengambil Koko yang tenang dalam rumah kaca.

“Kak, kalo kakak sibuk karena belajar, Koko tinggal aja di rumah ku.”

“Baik. Terserah kamu.”

“Ayo, balik, Kak. Kata mama, aku harus giat belajar biar namanya dipanggil pas pengumaman juara, kayak kakak.” ungkap bocah tersebut seraya mengulurkan tangannya agar dapat bergandengan dengan Azzalea.

Hal yang membuat dirinya terkenal di lingkungan perumahan ialah prestasi yang ia dapatkan. Banyak para orangtua disana yang tidak segan meminta dirinya mengajar anak-anak mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar, salah satunya Sakuya.

“Ayo!”

Ia meraih tangan mungil tersebut. Mereka berjalan santai. Bocah laki-laki ini banyak bicara. Mereka berjalan seperti layaknya kakak adik. Awal bertemu, terbesit dalam hatinya ingin memiliki seorang adik laki-laki namun hal tersebut tentu mustahil. Ibundanya sendiri tak ingin memiliki anak lagi, kehadirannya saja sudah membuat ibunya itu hampir gila.

Rumahnya dan rumah bocah tersebut hanya berjarak 2 rumah. Padahal jika berjalan dari mini market, rumah anak kecil itu yang akan didapati, namun anak itu ingin mengantar dirinya lebih dahulu.

“Kata Papa, laki-laki harus menjaga perempuan. Jadi, aku antar kakak dulu, biar kakak aman sampai rumah.”

Ucapan yang tidak mungkin dilanturkan oleh bocah kecil seperti itu, jikalau tidak didik dengan baik oleh keluarganya. Ia sangat bangga pada kedua orangtua anak ini yang dapat mendidik dengan baik bocah tersebut. Kedua orangtua anak ini juga sangat baik padanya.

“Kak, sepertinya kakak punya tetangga baru.”

Terlihat beberapa mobil pengangkut barang terparkir di depan rumah kosong sebelah rumah Azzalea. Ia bersyukur akhirnya rumah itu dapat dihuni. Ia dan Sakuya diam melihat para tukang mengangkat barang-barang.

Azzalea malah fokus pada buku-buku yang banyak. Penglihatannya masih jelas, ia dapat melihat judul buku-buku tersebut.

“Tampaknya, tetangga baru ini pandai bahasa inggris.” batinnya.

Terbesit ide dalam pikirannya, ia harus dekat dengan tetangga barunya ini. Pasti ada keuntungan yang bisa ia dapati.

“Kak!”

Ia mengalihkan perhatiannya. “Iya?”

“Aku pamit dulu.”

Sakuya akhirnya pamit dan pergi kembali ke rumah, begitu juga dengan dirinya, masih banyak tugas sekolah yang harus ia kerjakan mengingat dirinya yang berada di tahun kedua sekolah menengah akhir.

***

Akhir pekan adalah waktu yang paling Azzalea sukai, karena di hari itu ia bisa bersantai di rumah dengan nyaman. Memakai masker kecantikan menjadi pilihannya sore ini setelah pulang dari belanja bulanan bersama Rose.

Masker lumpur hijau menjadi pilihannya kali ini. Azzalea langsung memakainnya setelah memilih-milih dari puluhan masker kecantikan di lemari dingin khusus skin care-nya.

Ia pun sudah menyiapkan beberapa cemilan dan daftar tontonan seraya menanti masker itu bekerja di kulitnya.

“Nona, saya keluar dulu, ada yang terlupa untuk dibeli.”

Hanya dengan anggukan ia menjawab ucapan Rose karena masih asyik dengan hal yang ia tonton. Di akhir pekan juga menjadi kebiasaan barunya setelah tinggal di komplek ini untuk menyiram beberapa tanaman di depan rumah. Hal ini diminta oleh Rose agar ia dapat menghirup udara yang baik. Di tengah tontonan yang mengasyikkan, ia teringat tugasnya. Mau tak mau ia pun harus mengerjakannya dengan masker wajah yang masih menempel di wajah.

Sesekali ia bersiul menikmati kegiatan sorenya, tanpa takut para tetangga melihat dirinya yang memakai masker hijau tersebut. Setelah menyirami tanaman yang ada, ia sekilas melihat kotak paket yang berada dekat pagar rumah.

“Paket sepatuku, hari ini datang?” batinnya bertanya.

Ia pun mengecek kotak paket tersebut dan menemukan hal yang ia pesan. Tentu seutas senyum bahagia terukir.

“Azzalea?”

***

1
Kia Kai
/Coffee//Cake/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!