My Teacher My Husband

My Teacher My Husband

Part 01

Gelembung permen karet itu kembali keluar dari bibir kecil tipis gadis berusia 17 tahun ini. Memainkan gelembung karet menjadi salah satu hobinya dalam menunggu, terutama saat diperjalanan pulang kelas sore hari ini. Kemacetan jalanan menjadi sumber banyak orang menghabiskan waktu lama di perjalanan. Banyak orang yang sudah tak sabar ingin cepat kembali ke rumah, melihat keluarga kecil. Namun, tidak untuk gadis ini, kembali ke rumah dengan cepat bukanlah hal yang ia nanti-nantikan.

Ia mengecek kembali jam di ponselnya. Jam menunjukkan pukul 16.30.

“Kau lebih cepat 10 menit dari biasanya, Ros”

Roselana. Tak bisa disebut biasa wanita ini dikehidupannya. Dia wanita yang telah menjaganya sejak kecil. Ia pengawal setia yang akan melindungi dan menuruti semua permintaannya. Perjanjian turun temurun yang dilakukan keluarga pihak ayahnya dengan keluarga Roselana menjadikannya sebagai pelindung yang aman.

Setiap anggota keluarga Rose telah didik dengan baik, dari segi bela diri, memasak, akademik, bahasa atau pun lainnya hingga setiap perempuan dari mereka dapat mengerjakan perkerjaan laki-laki pada umumnya.

Tanpa banyak bicara, sigap bertindak menjadi sikap mereka. Menjaga majikan dimanapun, kapapun dan dalam keadaan apapun, mereka harus mendahulukan majikan mereka. Namun, baginya Rose bukanlah seorang pengawal, melainkan keluarganya dan lebih dari itu.

“Jalanan tidak macet seperti biasanya, Nona.”

Gadis berseragam SMA ini menghela nafas. “Ku harap kau memperlambat laju mobil. Aku tak ingin bertemu dua manusia itu.”

“Baik, Nona.”

Menghindari pertemuan dengan orangtua adalah hal yang selalu dirinya lakukan. Ia tak suka jika mereka bertemu atau pun berkumpul. Bukan gelak tawa atau senyum ramah yang akan terdengar, melainkan teriakan atau pun benda pecah.

Suasana hatinya sore ini sedikit memburuk, nilai ulangan bahasa inggris menjadi masalah. Dirinya selalu unggul dalam mata pelajaran lainnya, namun tidak untuk bahasa inggris. Padahal ketika dibangku SMP nilai bahasa inggrisnya selalu tinggi. Ia menyadari satu faktor menurunnya nilai tersebut, yakni guru.

Permen karet di dalam mulutnya sudah tak bisa lagi untuk dimainkan. Ia mencari bungkus permen tersebut. Seakan sudah hafal perilaku majikannya, Rose segera menyodorkan bungkus permen karet.

“Terimakasih.” ucapnya lembut lalu mengeluarkan gumpalan permen karet itu.

“Kenapa berhenti?”

“Maaf, Nona. Kita sudah sampai.”

Ia melihat ke depan. Benar saja, mereka sudah memasuki garasi rumah. Ia pun segera turun dengan pintu mobil yang dibukakan oleh pelayan rumah.

Pelayan itu membuka mulutnya, seakan-akan ragu mengatakan sesuatu.

“Ada apa?”

“Tuan dam Nyonya ada dirumah, Nona.” lapornya yang terlihat menunduk takut.

Sekuat apapun dirinya menghindar, jika masih satu rumah, ia akan tetap bertemu dengan kedua manusia yang menurutnya banyak masalah tersebut. Belum sepenuhnya memasuki rumah, aroma kekacauan sudah terhirup dari pintu depan.

‘PRINGG!!!’

Vas bunga kembali pecah untuk yang ke tujuh kali dalam sebulan terakhir. Ia hanya bisa melihat miris vas bunga indah berukirkan bunga yang sama dengan nama dirinya. Ia juga miris melihat para pelayan yang akan selalu siap mengganti vas-vas rusak tersebut setiap pertemuan dua manusia itu terjadi.

Kedatangannya pun bukan menjadi solusi atas kekacuan yang terjadi, memilih untuk tak datang adalah pilihan yang tepat. Namun, kali ini ia sudah muak. Rumah yang katanya seperti surga tak pernah ia dapati, baginya rumah besar mewah ini adalah neraka dunia.

“Bisakah kalian jangan memecahkan vas-vas ku?” ucapnya dingin melihat para pelayan yang segera membereskan kekacuan.

Kehadiran dirinya seakan angin berlalu. Adu mulut terus berlanjut. Ia muak. Padahal dua manusia yang sedang bertengkar ini berusia lebih tua darinya, namun kalimat yang keluar seperti anak kecil yang berebut permen di pinggir jalan.

Ia mengatur nafas, berusaha agar emosi juga tak ikut.

“Wanita jalang!”

Kalimat yang ia benci akhirnya terdengar, kesabarannya diujung tanduk. “DIAM!!!!!”

Kulit putih bersih di wajahnya yang selalu berbinar kini menunjukkan rona merah, bukan karena malu melainkan amarah meledak.

“Azzalea?”

Ia memperhatikan kedua manusia itu. “Bisakah kalian diam? Hah?!”

“Azzalea sayang, sejak kapan kembali?” tanya wanita yang sudah berkepala 3 tersebut padanya dengan raut wajah seakan baik-baik saja.

Ia mendengus kesal. Pertanyaan macam apa itu. Kedua manusia ini sedang menampakkan wajah seakan tak terjadi apa pun sebelumnya.

Ia mengatur nafas kembali. “Baiklah. Jika kalian masih menganggapku anak, maka kita selesaikan hari ini.”

“Aku muak dengan kebohongan ini. Aku muak kita pura-pura baik-baik saja. Dan aku muak pura-pura buta akan kejadian yang selalu aku lihat.”

Ia sudah terlalu lama menahan hal ini hingga harus mengungkapkannya sekarang. Ia tak mau menahannya lagi, baginya cukup. Ia butuh pencerahan dalam hidupnya.

Ia menatap yakin keduanya. “Pa, Ma. Mari kita tak saling mengenal.”

Tanpa pembiacaraan lebih lanjut, tanpa memberikan kesempatan apa pun yang akan menjadikan semuanya semakin kacau, ia pergi. Benar. Pergi dari rumah mewah berisikan puluhan pelayan dan fasilitas terbaik akan tetapi baginya itu adalah neraka dunia yang menyiksanya sejak kecil. Namun, ia pergi bukan tanpa persiapan. Ia telah menyiapkan rencana ini sejak dulu. Sejak rasa muak itu mulai muncul.

“Azzalea!! Kembali!!”

Ia keluar rumah seakan tuli, tak ingin mendengar namanya kembali disebut di rumah itu. Ia hanya ingin menemukan kebebasan, rasa aman dan rasa tenang terutama kebahagian. Ia yakin dirinya dapat menemukan kebahagian diluar sana walau tanpa kasih sayang orangtua atau tanpa utuhnya sebuah keluarga.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!