NovelToon NovelToon
Affair With CEO

Affair With CEO

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / patahhati / Selingkuh / Cinta Terlarang / Penyesalan Suami
Popularitas:3.4M
Nilai: 4.7
Nama Author: Mei-Yin

Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.

Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.

Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.

Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.

Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.

Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku bukan patung!

“Kamu kok nggak istirahat?”

Kirana yang terfokus dengan laptop terkejut, secepat kilat dia berdiri dan menunduk saat menyadari pria yang menjadi atasannya sudah berdiri di dekat meja kerjanya.

“Saya bawa bekal, Pak,” sahutnya pelan.

“Oh, ya sudah.” Pria itu mengangguk dan segera berlalu setelah mendapatkan jawaban darinya.

Matanya melirik jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas lebih sedikit. Segera dia menutup berkas yang masih belum selesai, setelah itu tangannya mengambil bekal yang disiapkan Wina tadi.

Kirana berjalan menuju pantry dan berniat makan siang di sana.

“Loh, Bu Sumini.” Sedikit terkejut karena wanita paruh baya tersebut duduk sendirian terlihat letih.

“Enggak makan siang, Bu?” tanyanya sambil mengambil segelas air dingin dan langsung diangsurkan ke arahnya.

“Makasih, Bu. Ini mau makan siang. Saya bawa bekal,” jawab Kirana pelan, matanya mengamati ekspresi Sumini yang tersenyum.

Kirana membuka bekal yang disiapkan. Isinya nasi putih, tumis telur sosis dengan lauk ayam goreng dan dua kerupuk udang favoritnya.

“Bu Sumini, ayuk makan siang sama saya. Ini makan siang saya lumayan banyak,” ajaknya yang mendapat gelengan dari wanita paruh baya tersebut.

“Ibu makan saja. Saya nggak lapar, Bu Kirana.”

Namun Kirana memaksa. Dia mengambil piring dan membagi makan siangnya. Setelah itu dia meletakkannya di depan Sumini.

“Udah, temani saya makan. Nggak ada temennya nggak enak, Bu.”

Wanita paruh baya tersebut berkaca-kaca dan mengangguk.

Mereka berdua makan siang dengan banyak obrolan. Dari yang didengar, suami Sumini sedang dirawat di rumah sakit karena gagal ginjal, sementara kedua anaknya tak tahu ada di mana.

Kirana mengangguk mengerti. Dia harus bersyukur karena di luar sana masih banyak orang yang kehidupannya tak beruntung.

Dia sedikit menebak bahwa wanita paruh baya ini sedikit menghemat uang karena harus membiayai pengobatan suaminya.

Setelah makan siang Sumini segera membereskan meja pantry.

“Makasih makan siangnya, Bu.”

Kirana mengangguk. “Besok bawa bekal lagi, Bu. Temani saya makan siang ya,” ucapnya.

“Jangan, Bu.” Sumini menolak sungkan.

“Pokoknya besok Bu Sumini harus temani saya. Titik!” Setelah mengatakan itu Kirana segera kembali ke meja kerjanya.

Baru duduk lima menit, dia mendengar suara denting lift segera menoleh. Atasannya itu berjalan dengan langkah tegap dan lebar, tanpa menyapa dia melewati mejanya begitu saja.

Kenapa dia baru menyadari bahwa atasannya itu ..., tampan sekali.

Segera kepalanya menggeleng guna mengenyahkan pikirannya yang mulai melantur tak karuan.

Pukul tiga sore Kirana sudah selesai dengan berkas dari divisi pemasaran. Dia berjalan menuju ruangan atasannya dan mengetuk pintu.

“Pak, berkas pemasaran ini menurut saya sudah sesuai. Saya menambahkan sedikit ide yang sudah dicatat, mungkin bisa jadi pertimbangan.”

“Kamu pernah jadi direktur pemasaran, kan?” tanya pria itu.

“Benar, Pak.”

“Sebelum akhirnya menjadi manager?”

“Iya. Itu hanya beberapa bulan saja, Pak. Pengalaman saya belum banyak.”

Kirana keluar lagi dengan berkas yang berbeda. Baru sehari dia sudah diberikan banyak pekerjaan dalam sekali waktu. Benar-benar luar biasa.

Mungkin ini yang dinamakan ritme cepat. Dia harus bisa mengimbangi pekerjaan yang ada. Mungkin dia memang masih harus menyesuaikan diri.

Kirana terlalu fokus dengan apa yang dikerjakan sampai tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Andai Sumini tidak datang mungkin dia tidak akan tahu.

Menutup berkas, mematikan laptop dan merapikan meja kerjanya sebelum pamit pada atasan.

Sebelum bekerja dia sudah diinfokan oleh Riyadi bahwa sang atasan akan pulang lebih akhir setiap harinya. Jadi dia boleh pulang jika waktu kerja sudah usai. Namun rasanya tidak etis jika dia tiba-tiba pulang begitu saja di awal dia bekerja.

“Pak Ken, ada yang dibutuhkan lagi? Jika tidak saya akan pulang.”

“Oke, pulang saja. Jam kerja sudah usai. Lain kali nggak perlu bilang, jika ada lembur akan diinfokan sebelumnya.”

“Baik, Pak. Saya permisi.” Kirana segera bergegas pulang setelah memastikan meja kerjanya rapi.

Pria itu tersenyum samar. Matanya menoleh pada tumpukan berkas yang seharian ini dikerjakan oleh Kirana.

Harus diakui bahwa sekretaris barunya itu lumayan pintar dan cerdas. Pekerjaannya rapi juga cepat.

“Kamu tidak berubah, Kira. Jika bukan dengan paras, kamu bisa memikat dengan kecerdasan yang dimiliki.” Bibirnya menyunggingkan senyum misterius.

Kebetulan saat mobilnya baru keluar dari area kantor, Kirana bertemu Sumini lagi yang sepertinya sedang menunggu angkutan.

Dia menepikan mobil dan meminta wanita paruh baya tersebut untuk naik. Awalnya ditolak seperti sebelumnya, tetapi dia memaksa karena arah rumah sakit memang searah.

“Enggak apa-apa, Bu. Ini searah kok,” ucapnya. “Rumah ibu di mana?”

“Saya ngontrak di Sekar putih, Bu.”

Kirana mengangguk mengerti. “Kalau ibu mau berangkatnya bisa bareng. Nanti aku tunggu di depan gang Sekar putih.”

“Jangan Bu. Saya berangkatnya pagi. Jam kerja saya dimulai pukul tujuh,” sahutnya memberitahu.

Selisih satu jam karena pukul delapan kantor sudah buka.

Tanpa terasa mobil yang dikendarai sudah sampai di pelataran rumah sakit. Setelah menurunkan Sumini, CRV putih itu kembali melesat pergi.

...✿✿✿...

“Bapak tadi pulang. Nyari ibu dan sedikit marah-marah, apalagi saat aku bilang nggak tahu.”

Baru masuk ke rumah, dia sudah diberikan laporan oleh Wina.

“Ngapain dia pulang?” tanyanya heran.

Wina terkekeh pelan. “Kan Bu Kirana istrinya. Wajar dong suami nyari istri.”

Enggak wajar soalnya dia sudah punya istri lagi. Jadi kalau dia pulang setelah sekian lama, itu pasti ada yang dicari, batinnya.

Kirana tak menjawab, dia masuk ke kamar dan segera membersihkan diri. Waktu masih menunjukkan pukul lima, perjalanan pulang yang ditempuh hampir satu jam karena tadi harus antre hanya untuk isi bensin.

Setelah mandi, dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Meluruskan punggungnya yang mulai lelah dan mata yang sedikit mengantuk.

Semuanya masih butuh proses, Kirana masih belum terbiasa kembali bekerja setelah beberapa tahun menjadi ibu rumah tangga.

Tak lama kedua anaknya masuk ke kamar dan mengajaknya makan malam.

“Mama lelah?” tanya Rina perhatian.

“Sedikit. Kalian udah kerjakan tugas?”

“Udah, Mama.”

“Aku lapar, Ma,” rengek Lina dengan manja.

Segera dia mengajak keduanya keluar dan makan malam bersama. Baru saja satu suap masuk ke dalam mulutnya, kehadiran sosok pria yang masih berstatus suaminya membuat napsu makannya menguap begitu saja.

“Papa pulang!” ucapnya dengan wajah tanpa rasa bersalah.

Aku tidak peduli.

“Papa rindu kalian.” Zidan menghampiri kedua anaknya dan memberikan kecupan di kepala mereka.

Jika rindu, kamu tidak akan meninggalkan mereka.

“Kami juga rindu, Papa,” sahut keduanya serempak.

“Mama lelah. Kalian lanjutkan makan dengan Mbak Wina ya.” Tanpa menunggu jawaban, dia segera pergi dari meja makan.

Zidan tidak melarangnya, pria itu hanya menatapnya tanpa kata. Ada sorot kemarahan yang coba ditahan.

Brak!

Kirana menghempaskan pintu kamar dengan keras dan tubuhnya melorot di lantai.

Entah mengapa ... melihat kedatangan Zidan sama sekali tak membuatnya tertarik, justru semakin besar sakit hati yang dirasakan.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka dan tertutup. Dia jelas tahu siapa yang masuk, hanya ada satu orang yang ingin sekali dihindari—untuk saat ini.

“Kirana, aku perlu bicara!” Zidan mendekat dan berjongkok di depannya.

Kirana masih tak bergeming, dia masih menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya yang menekuk.

“Kirana!” bentak Zidan yang mulai emosi karena diabaikan.

Mendengar suara sang suami yang meninggikan suara, membentak bahkan tak segan memaksanya untuk mendongak membuat mau tak mau dia menatap wajah sang suami.

“Apalagi?” tanyanya datar, tak ada senyuman di wajahnya.

“Kita bicarakan ini dengan kepala dingin. Jangan seperti ini, Kira.”

Enak sekali kamu ngomong kayak gitu. Kau pikir istri mana yang masih bisa tenang di saat tahu suaminya nikah lagi. Stupid!

“Bicara apa lagi, Mas? Kamu ninggalin aku dan anak-anak tanpa kabar berita. Kamu yang memulai semuanya!”

“Aku terpaksa!” bentak Zidan keras.

Kirana hanya mengusap dadanya pelan karena Zidan terus membentak.

“Kamu mau bicara dengan kepala dingin, oke ayo lakukan. Tapi kamu sendiri sedari tadi terus membentak dan meninggikan suara. Kamu pikir siapa aku ini?!”

Terdengar suara helaan napas kasar. Zidan ikut terduduk di lantai, meluruskan kakinya dan diam selama beberapa saat.

“Aku hanya sedang memberimu waktu. Aku tahu ini nggak mudah, tapi inilah kenyataan dan kamu harus terima.”

“Semudah itu kamu ngomongnya Mas?” Kirana menatap Zidan dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kenapa kamu lakuin ini ke aku?”

“Ucapan ibu emang benar. Aku butuh anak laki-laki yang nggak akan ninggalin orang tuanya meskipun kelak mereka menikah. Berbeda dengan anak perempuan yang pasti akan pergi mengikuti suaminya.”

“Hanya karena itu?” tanya Kirana dengan miris.

“Apa pun yang aku lakukan, kamu tetep istriku dan nggak akan ada yang berubah. Aku mencintaimu,” ucap Zidan penuh penekanan.

Terdengar egois sekali.

“Seseorang yang mencintai tak akan pernah menyakiti. Apa pun alasannya kamu bersalah, kamu yang memulainya.”

“Aku salah karena menikah diam-diam. Oke aku akui. Tapi salahmu juga karena tidak bisa memberiku anak laki-laki. Andai kamu bisa, ibu nggak akan paksa aku buat nikah lagi.”

“Jadi semua ini salahku?” Kirana mendesah frustrasi. Dia korban tetapi dijadikan tersangka karena semua kesalahan dilimpahkan padanya.

“Semua ini berawal darimu,” sahut Zidan tanpa perasaan.

“Kenapa harus aku yang disalahkan? Cara pandang kamu dan ibumu yang perlu diperbarui. Anak laki-laki atau perempuan akan tetap pergi setelah mereka menikah. Karena mereka punya tanggung jawab lain untuk keluarganya. Masalah mereka akan ingat atau enggak dengan orang tua, itulah gunanya kita membekali anak-anak dengan ilmu pengetahuan dan agama.”

“Kamu hanya harus berdamai dengan keadaan. Semuanya akan baik-baik saja dan tak akan terjadi masalah jika kamu menerima dan diam. Kamu akan tetap menjadi istri pertamaku.”

Kirana tertawa miris. Dia yang terlalu berekspresi berlebihan atau memang pria ini yang tidak punya hati.

“Kenapa kamu nggak pilih dia saja dan ceraikan aku yang nggak berguna ini, Mas.”

“Jangan katakan kata cerai. Sampai kapan pun kita akan tetap bersama, Kira. Aku mencintaimu dan aku yakin kamu juga sangat mencintaiku.”

Zidan mengusap pipi Kirana lembut. Segera bangkit dan berniat keluar dari kamar, tetapi ucapan sang istri menghentikan langkahnya.

“Aku bukan patung yang nggak punya hati, Zidan Pranadipa!”

Pria itu menoleh dan menatapnya. “Justru karena kamu punya hati kamu pasti bisa memahami apa yang diinginkan ibuku, Kira.”

“Jika aku dipaksa memahami kemauan ibumu, siapa yang akan peduli denganku?”

“Aku peduli padamu asal kamu bisa menerima semua yang telah terjadi.”

Brak!

Zidan membanting pintu dengan keras, meninggalkan Kirana lagi dengan luka baru yang begitu perih.

“Dasar egois!”

To Be Continue ....

1
Li Tho
Luar biasa
Bunda
izin baca Thor 🙏🏻
setiawati
Luar biasa
Santy
Cinta pertama ank ayahny
Dia akn tersakiti bla sang ayah ny mengabaikan
Anisa Sudarwanto
baca ceritanya tegang campur aduk thorrr tpi keren hbs dehhh
Rifa Endro
happy ending
Rifa Endro
semoga
Rifa Endro
Andrean
Rifa Endro
ada berita apa lagi sekarang. By the way Zidan kemana ya
Rifa Endro
salah paham itu
Rifa Endro
OMG !!! 🙊😳
Rifa Endro
bangkai yg disimpan serapat mungkin pasti akan tercium juga. see
Rifa Endro
nah kan ? emang lima pria bartard itu yg melakukannya . di tambah om hanin juga. serta mungkin tuan Rajendra. jadi tambah rasa penasaran ku
Rifa Endro
surprise ! kalau nggak Rajendra ya Kendrick
Rifa Endro
tu kan bener ? ada yg sembunyikan Ken.
Rifa Endro
who's that ?
Rifa Endro
apa om Hanin tahu Ken berada di mana ?
Deasy Dahlan
si pelakor.... luna...
Deasy Dahlan
siapa dia..?
Rifa Endro
11.12
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!