Sienna Saamiya Albinara gadis muda yang terpaksa menikahi Samudera Bagaskara lelaki dingin penuh misteri, karena sebuah alasan konyol.
Dera, yang mencurigainya menjebaknya dalam pernikahan tanpa cinta.
"Ditempat ini semua yang terjadi harus atas izinku!" - Samudera
"Jika bukan karena itu semua, aku takkan sudi terkurung bersamanya!" Binar.
Dulu aku mengagumimu, sekarang aku membenci perlakuanmu, namun putus asa ku menaruh harap padamu - Sienna Saamiya Albinara.
Aku terlalu marah hingga tak merasa telah begitu banyak cinta yang tumbuh untukmu - Samudera Bagaskara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cotton Candy Zue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 3 : Sakit
Binar merasakan hawa yang hangat pada tubuhnya, apa dirinya bangun kesiangan?
"Ah, tidak !" batinnya menjerit.
"Ini pasti sudah jam delapan pagi!" batinnya lagi tanpa ia membuka matanya dahulu.
Karena ia sudah merasakan tubuhnya menghangat sepertinya cuaca hari ini sangat cerah.
Pelan-pelan ia membuka mata, tapi yang ia temukan adalah lampu ruangan masih menyala ia mengintip awan dari celah jendela yang tertutup tirai, sepertinya gelap.
Matanya mencari jam dinding, "Apa?" kejutnya saat melihat jam masih menunjukkan pukul satu tengah malam.
"Aduhh..." ia meringis merasakan kepalanya yang terasa berdenyut nyeri dan pandangannya sedikit kabur saat ia mencoba duduk.
Apa dirinya sakit?
Ia meraba permukaan kulitnya yang terasa panas.
"Mulai besok kau tidak perlu melakukan pekerjaan rumah." suara dingin itu terdengar setelah suara pintu kamar yang tertutup.
Binar menatap bingung pada sosok lelaki di depannya yang kini mendekati dirinya.
"Kau kemari menjadi istriku, menantu atau pembantu ?" tukas Dera, baru saja ia kembali mencari tahu apa saja yang istrinya lakukan di rumah.
Sebab, dokter mengatakan bahwa Binar sakit karena terlalu lelah dan mungkin banyak tekanan.
Oke, untuk satu itu Dera merasa bersalah, sedikit. Hanya sedikit !
"Maksudmu?"
"Sudahlah, aku tidak mau kau menyusahkan aku karena sakitmu itu, jadi hentikan melakukan pekerjaan rumah ini." tegas Dera.
"Tapi aku-
"Aku tidak suka di bantah." tegas Dera lagi, ia mulai menaiki tempat tidur mereka berdua bersiap untuk tidur.
"Tunggu dulu aku mau-
"Segala sesuatu yang kau lakukan harus atas izinku!" tegas Dera dengan nada dingin dan datarnya.
Huh ... padahal ia hanya ingin mengatakan satu hal.
Memangnya ia harus apa di rumah ini, diam saja sangat membosankan ia bahkan tak punya teman.
Ayla baik tapi gadis itu sibuk dengan sekolahnya, Rayna jangan di tanya.
Ibu mertuanya cukup sibuk juga, semua orang di rumah ini semuanya sangat sibuk.
Hanya dia yang tidak bisa melakukan apapun karena tidak berhak jika bukan atas izin suaminya.
"Dengarkan aku." ia berusaha bicara pada Dera, padahal ia tau itu mengganggu waktu istirahat suaminya.
"Aku bosan di rumah ini, aku tidak bisa melakukan apapun, aku hanya keluar jika kau izinkan, aku bingung harus apa saat aku bosan." curahnya bebas tanpa takut akan kemarahan Dera yang sudah mulai jengah.
Dera bahkan hanya diam tidak menjawab.
"Tuan muda aku, biarkan aku melakukan -
Dera dengan kesal mengambil posisi duduknya, "Apa?! Kalau kau mau menjadi pembantu kenapa menyerahkan dirimu sebagai istriku ,hah?!" bentak Dera kesal.
"Kau mau menyiksa dirimu sendiri sehingga orang-orang yang melihatmu akan berpikir bahwa Samudera telah menyiksa istrinya ?!"
"Tidak!"
"Kalau begitu diam dan nikmati rasanya menjadi istri yang tak pernah aku inginkan !"
ketus Dera, ia berniat kembali membaringkan tubuhnya.
Namun, "Apa salahku?!" tanya Binar tiba-tiba.
"Aku cuma, membantu keluarga kalian." ungkapnya lirih, ini pertama kalinya ia berani berkata-kata pada suaminya.
Dera mendekatkan wajahnya pada Binar, ia mencengkram rahang perempuan itu.
"Membantu katamu?"
Binar hanya mengangguk lemah.
Mata tajam Dera serasa menusuk hatinya, saat itu juga.
Dera tahu, bahwa Binar hanya di serahkan untuk supaya keluarganya tidak menanggung malu.
Tapi rasa sakit hatinya, amarahnya masih belum padam.
Dera mengendurkan cengkeramannya pada rahang Sienna.
"Aku ingin hidup normal!" ungkap Sienna lagi.
Dera mendelik tajam mendengar kalimat yang terucap dari mulut Binar.
"Sekarang kau berani melawan ya?"
"Apa kau sudah siap untuk hukuman yang lebih menyakitkan lagi?"
"Yang menyakitimu Sierra bukan aku, terus kenapa harus aku yang menanggung pembalasanmu!" ungkapnya cukup menantang, pelan-pelan air mata Binar mengalir ke pipinya.
Dera bangkit dari ranjangnya,ia mengalihkan pandangannya dari Binar.
"Aku masih berbaik hati karena keadaanmu sekarang, jika tidak -
"Apa?! Kau mau membunuhku?" tantang Binar lantang meski kepalanya masih sangat nyeri ia berusaha untuk tetap fokus pada perdebatan yang terjadi sekarang.
Ia berniat mengikuti suaminya, ia sudah bergerak menuruni ranjang, namun Dera sudah lebih dulu meninggalkan dirinya sendiri di kamar mereka dengan suara debuman pintu yang cukup keras.
Binar tak tahan baru dua minggu tapi dirinya sudah lelah.
Selama itu juga, ia tertekan oleh keadaan di rumah besar ini.
Tertekan oleh sikap suaminya juga.
Ia ketakutan.
Ia yang awalnya bebas, selalu ceria setiap harinya sekarang berubah drastis keadaannya.
Ia bahkan tidak bisa bertemu dengan teman - temannya.
Tidak di bolehkan berkerja, karena apa kata orang-orang jika ia bekerja sedangkan suaminya adalah pengusaha kaya.
...****************...
Pagi harinya seluruh keluarga seperti biasa berkumpul untuk sarapan bersama di meja makan.
Tapi hari ini tanpa Binara.
Dera menuruni tangga, melaju menuju dimana keluarganya berkumpul pagi ini.
"Istrimu sudah baik - baik saja? Apa yang terjadi, kenapa bisa tiba-tiba jatuh sakit?" tanya Anna saat Dera baru saja duduk di kursinya.
"Dia hanya lelah." jawab Dera singkat.
"Aku kira dia akan hamil." ucap Anna sembarangan.
Dera hanya menatap sang ibu tanpa berkata apapun.
"Makan, jangan ada yang bicara !" titah Tuan Bagaskara yang mengerti situasi.
Ayla yang baru saja ingin bicara berdecak kesal karena tidak mendapatkan kesempatan.
Dera meninggalkan meja makan tanpa menyentuh makanannya, membuat semua anggota keluarga tercengang.
"Mama sih!" sesal Rayna.
"Kamu pikir, Dera sudi menyentuh istrinya?" ujar Bagaskara dengan dingin.
"Kenapa enggak sih, menantuku cantik malah lebih cantik dari kakaknya yang tidak tau diri itu !" Anna rasanya kesal saat ingat hari dimana Sierra meninggalkan anaknya begitu saja dan baginya Sienna adalah malaikat penolong saat itu yang menyelamatkan reputasi keluarganya.
...****************...
Suasana hati seorang Dera masih belum baik hingga pagi ini.
Pikirannya terpaku pada Sienna yang sepertinya mulai berani.
"Bram, terus himbau bawahanmu untuk mengawasi perempuan itu!" titahnya kepada Bram yang sedang bertindak sebagai supirnya hari ini.
"Satu lagi, pastikan perempuan itu tidak melakukan pekerjaan apapun yang akan membuatnya terlalu lelah."
Apa ini bentuk perhatiannya pada istrinya?
Tentu bukan!
Ini hanya bentuk kemanusiaan semata.
Dera bukan orang jahat yang menyiksa orang lain seperti itu.
Dera hanya ingin menghukum Sienna secara batin bukan fisik.
...****************...
Binar membuka matanya mendengar pergerakan di dalam kamarnya.
Dua pelayan datang menghidangkan sarapan untuknya.
"Nona, sarapan sudah siap dan tentu saja obatnya."
"Tapi tidak perlu seperti ini." ujar Binar tak enak.
"Ini perintah langsung dari tuan muda, kami harus menjaga anda selama anda sakit." ucap pelayan tersebut lalu menunduk tanda pamit.
Hatinya menghangat, ternyata masih ada sedikit kebaikan pada sosok Samudera untuknya.
Apa sih?!
Buru-buru ia menggelengkan kepalanya menolak pikirannya tadi.
Dera melakukan itu hanya agar nama baiknya tetap bersih!
Bukan karena peduli padanya.
Binar bahkan masih ingat bagaimana semalam ia mendebat Dera.
Setelah selesai dengan sarapannya ia ingin mandi, namun rasanya masih dingin jika ia menyentuh air.
Ia mengurungkan niatnya untuk mandi, ia hanya membasuh tubuhnya dengan air hangat.
Lalu mengganti pakaiannya dengan dress rumahan sederhana yang ia padukan dengan sweater rajut cokelat kesayangannya.
Ia keluar dari kamarnya, mendapati seisi rumah yang amat sepi.
Binar menghembuskan napasnya berat.
Ia berpikir memang apa yang ia lakukan, palingan ia hanya membantu memasak di dapur dan menyiapkan makanan di meja baginya itu tidak melelahkan.
Tapi karena dokter mengatakan bahwa Binar kelelahan, Dera langsung melarang dirinya melakukan itu semua.
"Mbak!" panggilnya pada Lia, tukang masak di rumah ini.
Segera, Lia menghampiri Sienna.
"Aku ingin -
"Saya mohon jangan, Nona. Saya takut kena marah tuan muda." potong Lia, sebelum Sienna mengutarakan keinginannya.
"Aku belum selesai bicara, mbak." sahutnya kesal.
"Aku masih sedikit pusing, aku mau minum yang hangat dan makanan yang pedas, bisa?"
Lia lega mendengar perintah istri tuannya itu, ia sudah takut sekali jika Sienna memaksa untuk membantunya lalu ia kembali di marahi seperti semalam.
"Baik. Nona mau makan apa?"
"Aku mau teh hangat tanpa gula, juga makanan apa saja yang penting pedas."
"Maaf, nona tidak bisa." ujar wanita paruh baya yang ia kenali adalah kepala pelayan rumah ini.
"Apa? Kenapa?" apa sekarang dirinya di larang makan juga ?
"Tuan muda berpesan agar semua yang anda makan baik untuk memulihkan kesehatan anda, anda di larang makan pedas."
Astaga...
Sejak kapan laki-laki itu perduli, hah?!
Kebiasaan Binar sejak dulu jika demamnya tidak turun juga biasanya ia akan makan makanan yang pedas dan panas, contohnya bakso dengan kuah yang pedas.
Ah rasanya rindu sekali dengan makanan itu.
"Kalau begitu aku butuh berkeringat aku ingin jalan-jalan di taman." putusnya lalu berbalik untuk berjalan keluar rumah.
"Maaf nona, tidak di izinkan itu akan melelahkan."
"Kau yakin, tuan muda berpesan seperti itu padamu? Tapi aku tidak!" bentak Sienna pada kepala pelayannya.
Dera mana mungkin peduli, kesengsaraan dirinya adalah tujuan utama lelaki itu.
Ia berjalan dengan cepat keluar rumah, ia bahkan sudah mendekati pintu pagar rumah yang tinggi itu.
Namun, semakin dekat dengan pintu keluar, pagar rumah itu justru di tutup oleh penjaga.
"Apa-apaan?!" teriaknya kesal.
"Sebaiknya, nona segera kembali masuk kami takut terjadi sesuatu nanti, tuan muda akan marah." pinta seorang pelayan yang mengejarnya.
"Aku tidak selemah itu!" bentaknya, lalu meninggalkan tempatnya sekarang dan menuju halaman belakang, memandangi bunga-bunga yang mekar dengan indah.
Ia memang sakit tapi ia tidak betah jika terus berada di dalam kamar seharian.
...****************...
Sementara, Dera yang mengetahui setiap gerak istrinya di rumah hanya tersenyum miring.
"Dia tidak main-main, ia benar-benar mulai menunjukkan keberaniannya."
"Al-bi-nara, kau mulai menarik. Sangat menarik."