Cintia tumbuh di lingkungan yang penuh luka—bukan cinta yang ia kenal, melainkan pukulan, hinaan, dan pengkhianatan. Sejak kecil, hidupnya adalah derita tanpa akhir, membuatnya membangun dinding kebencian yang tebal. Saat dewasa, satu hal yang menjadi tujuannya: balas dendam.
Dengan cermat, ia merancang kehancuran bagi mereka yang pernah menyakitinya. Namun, semakin dalam ia melangkah, semakin ia terseret dalam kobaran api yang ia nyalakan sendiri. Apakah balas dendam akan menjadi kemenangan yang ia dambakan, atau justru menjadi neraka yang menelannya hidup-hidup?
Ketika masa lalu kembali menghantui dan batas antara korban serta pelaku mulai kabur, Cintia dihadapkan pada pilihan: terus membakar atau memadamkan api sebelum semuanya terlambat.
Ikuti terus kisah Cintia...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maurahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
Bayangan di Balik Senyum (Bagian 2).
Cintia menatap layar ponselnya, napasnya tercekat. Foto dirinya saat menyelinap ke apartemen Luna terpampang jelas di layar.
Siapa yang mengambil foto ini? Dan yang lebih penting—siapa yang mengirimnya?
Jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, ia mencoba mengetik balasan ke nomor tak dikenal itu.
“Siapa kamu?”
Tidak ada jawaban.
Cintia menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. Oke, pikirnya. Ini bisa saja ancaman kosong. Bisa saja seseorang secara kebetulan melihatnya malam itu dan mencoba bermain-main dengannya.
Tapi perasaan di dalam dirinya berkata lain.
Seseorang tahu.
Dan seseorang sedang mempermainkannya.
Perang Dimulai
Keesokan harinya, Cintia bertemu dengan Luna seperti biasa. Dengan Luna yang selalu mampir ke tempat kerja Cintia, membicarakan hal-hal ringan. Tapi di dalam kepala Cintia, pikirannya terus berputar, mencoba menguraikan misteri pesan anonim itu.
Luna tiba-tiba menatapnya dengan ekspresi penuh perhatian. “Cintia, kamu kelihatan nggak enak badan. Kamu baik-baik saja?”
Cintia terkejut sejenak sebelum buru-buru memasang senyum. “Aku baik-baik saja. Cuma kurang tidur.”
Luna tersenyum kecil. “Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita sama aku, tahu?”
Ironis, pikir Cintia. Jika Luna tahu apa yang sebenarnya ia lakukan, gadis itu pasti tidak akan menawarkan bahunya untuk bersandar.
“Terima kasih, Luna.” Cintia menatapnya dengan penuh kepura-puraan. “Aku senang kita bisa berteman lagi.”
Namun, di balik senyumnya, pikirannya bekerja lebih keras dari sebelumnya.
Seseorang tahu tentangnya.
Dan jika ia tidak segera mencari tahu siapa orang itu, maka rencananya bisa berantakan.
......................
Misteri Pesan Anonim
Malam itu, Cintia memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam. Ia mencoba menelusuri nomor anonim yang mengirim pesan itu, tetapi tidak ada informasi yang bisa ditemukan. Nomor itu tampaknya diblokir atau menggunakan enkripsi yang sulit dilacak.
Frustasi, ia membuka laptopnya dan kembali meneliti tentang Darel.
Dari semua orang yang bisa saja mengirim pesan itu, kemungkinan besar Darel adalah orang yang paling punya alasan untuk mencampuri urusannya.
Tapi mengapa?
Saat ia tengah membaca artikel tentang perusahaan Darel, tiba-tiba ponselnya bergetar.
Pesan baru masuk.
“Berhenti mencari tahu. Ini peringatan terakhir.”
Cintia merasakan bulu kuduknya berdiri.
Seseorang benar-benar mengawasinya.
Dan kali ini, ancamannya terasa lebih nyata.
......................
Keesokan harinya, Cintia memutuskan untuk bermain lebih cerdas. Ia menemui Luna di sebuah restoran kecil yang sepi, jauh dari keramaian.
“Ada yang ingin aku tanyakan,” kata Cintia, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.
Luna menatapnya dengan bingung. “Apa?”
Cintia menatap mata Luna, mencari tanda-tanda kebohongan. “Kamu masih berhubungan sama Darel?”
Luna terdiam sejenak, lalu menghela napas. “Enggak. Kami sudah lama nggak bicara.”
“Jadi kamu nggak pernah menghubunginya lagi?”
Luna menggeleng. “Kenapa kamu tanya ini?”
Cintia berpura-pura tersenyum. “Nggak ada alasan khusus. Aku cuma penasaran.”
Tapi di dalam kepalanya, ia semakin curiga.
Jika bukan Luna yang berhubungan dengan Darel, lalu siapa?
Dan siapa yang cukup peduli untuk mengancamnya?
Cintia memutuskan untuk mengambil langkah berani.
Ia mengirim pesan ke nomor anonim itu.
“Aku tahu siapa kamu. Dan aku nggak takut.”
Beberapa menit berlalu tanpa jawaban.
Kemudian, ponselnya bergetar lagi.
“Yakin?”
Cintia menahan napas saat sebuah foto baru muncul di layar.
Foto dirinya—bukan di apartemen Luna, tapi di luar di kafe.
Kafe yang sama tempat ia dan Luna bertemu beberapa hari lalu.
Seseorang tidak hanya tahu tentang rencananya.
Seseorang mengikutinya.
Untuk pertama kalinya, Cintia merasa kehilangan kendali. Ia merasa seperti pion dalam permainan yang lebih besar dari yang ia bayangkan.
Ia mulai mempertanyakan semuanya.
Siapa yang sebenarnya mempermainkannya?
Dan apakah ia masih memiliki kesempatan untuk memenangkan permainan ini?
Saat ia menatap bayangannya sendiri di cermin kamar, ia menyadari sesuatu yang mengerikan.
Dalam keinginannya untuk menghancurkan Luna…
Mungkin, ia sendiri yang akan dihancurkan lebih dulu.
tetel semangat ya Cintia
jadi Mak yg merasa takut tauuu
ambil hikmah dari kejadian dlu. it yg membuat km bertahan smpe skg
sebenarnya Cintia mimpi mu adakah gambaran yg terjadi kelak,rasa luka yg membawa dendam dan rasa dendam yg akan membawa celaka
apa sakit thor
mampir juga ya di cerita aku