NovelToon NovelToon
ARUNA

ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bund FF

Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.

Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.

Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.

Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.

Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

alasan

Aruna sudah cukup lelah berlari. Entah dimana dia sekarang. Tapi rasanya sudah cukup aman untuk mengurangi kecepatan.

Dan langkah gontainya membawa Aruna mendudukkan diri diatas kursi di pinggir jalan yang biasanya digunakan para pemuda untuk nongkrong, atau para ojol yang sedang menunggu orderan.

Gadis itu sudah menangis, setelah cukup lama air mata tak pernah lagi turun dari pipinya. Maka malam ini Aruna harus menangis lagi.

Pandangan orang terlihat sinis mendapati Aruna yang nampak terlalu seksi.

"Takdir macam apa ini, Tuhan?" lirih suara Aruna keluar sambil memandangi langit malam.

"Sampai aku sangsi kalau kau benar ada tapi membiarkan ciptaan mu ingin menghancurkan sesamanya" ujar Aruna yang sangat kecewa pada takdir hidup.

"Bahkan dia adalah ibuku sendiri, Tuhan" kini Aruna berteriak. Lalu kembali duduk sambil menengadahkan kepalanya. Terpejam dan membiarkan lelehan air matanya turun di sela kelopak mata.

Tapi Tuhan maha baik, hujan turun mengguyur bumi demi menyembunyikan air mata Aruna yang turun padahal tak diinginkan oleh pemiliknya.

Sudah cukup larut malam ini untuk gadis seperti Aruna menyusuri jalanan sendirian. Tapi Aruna harus melakukan itu karena harus berlari dari manusia jahat semacam ibunya dan juga Kim.

Untung saja tadi ibunya sempat meminjamkan tas selempang kecil untuk menaruh dompet dan hapenya. Jadi, Aruna tak akan bingung untuk mencari angkutan jika ingin pulang setelah dirasa cukup tenang.

Masih mendongak dan terisak sambil memejamkan mata, Aruna tak merasakan tetesan air menuruni wajahnya karena ternyata ada sebuah payung yang menaunginya dari tetesan hujan.

Saat mata Aruna dipaksa terbuka, sebuah wajah tampan sedang tersenyum ke arahnya.

"Nggak baik hujan-hujanan malam begini" cukup terkejut karena Tyo yang memayunginya, Aruna tertunduk malu sambil memegangi pahanya yang terekspos nyata.

"Ayo ikut gue" kata Tyo sambil menarik tangan Aruna meski tanpa persetujuan.

Masih tak mengenakan alas kaki, Aruna mengekor pada Tyo yang mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Mobil Lo basah, kak" kata Aruna masih tertunduk.

"Biarin. Nanti kering sendiri" jawab Tyo yang masih belum mau menghidupkan mesin mobilnya.

"Ngapain hujan-hujanan?" tanya Tyo lirih, tahu jika tadi Aruna sedang menangis dibawah guyuran air hujan.

Make up di wajah Aruna sudah tak berbentuk lagi. Maskara hitam itu meleleh terkena air hujan dan membuat kulit bawah mata Aruna nampak menghitam.

Pertanyaan itu tak terjawab, malah membuat Aruna semakin terisak. Sedih untuk sekedar berucap jika ibu kandungnya bahkan berniat menjebaknya dan berusaha merusak masa depannya.

"Sttt, kok malah nangis sih?" tanya Tyo, sungguh tak tega melihat Aruna yang biasanya sekeras baja sekarang nampak manja.

Menangis dengan balutan busana yang sangat terbuka.

"Sudah, jangan nangis ya" kata Tyo yang kini menarik Aruna untuk di dekap.

Pria itu tahu jika wanita yang sedang rapuh hanya butuh pelukan untuk menguatkan diri. Dan Tyo sedang berusaha membuat Aruna kembali menjadi kuat.

Aruna bergeming, merasakan pelukan hangat tanpa niat jahat memang sangat berbeda rasanya.

Selama hidup, baru kali ini Aruna merasakan hangatnya sebuah pelukan. Marni pun tak pernah memeluknya erat, hanya singkat lalu segera melepaskan dan meminta Aruna untuk berhenti menangis saat dia kecil dulu lantas membujuk dengan banyak hal, kadang makanan, kadang juga mainan.

Dan malam ini, sebuah pelukan hangat Aruna rasakan dalam titik terlemah dalam hidupnya. Sungguh besar cobaan hidup yang dia rasakan. Tapi sudah hampir tujuh belas tahun hidup di dunia belum pernah Aruna merasakan nikmatnya menjalani hidup dengan tenang.

"Sudah dong, jangan nangis terus" ucap Tyo dengan sabar, masih dalam dekapannya, tangan Tyo ikut membelai rambut pendek Aruna dengan sayang.

"Baju Lo basah, kak" kata Aruna terbata, masih dengan air mata yang mengucur deras, hingga isakan itu terdengar sulit untuk keluar dari mulutnya.

"It's ok. Nggak apa-apa. Lo tenang ya, sudah jangan nangis lagi" kata Tyo yang masih betah memeluk Aruna karena gadis itupun masih nyaman untuk meletakkan dagunya di bahu Tyo meski harus naik turun karena isakan terus keluar dengan sendirinya.

Lima belas menit berlalu, Aruna cukup tenang untuk duduk tegap. Tyo menjulurkan tisu agar Aruna menyeka air matanya.

"Maaf sudah bikin mobil Lo kotor. Besok gue cuciin deh" kata Aruna masih terbata.

"Sudah, biarin gue cuci sendiri" kata Tyo, heran saja malah memikirkan mobil.

Tyo mengambil jaket di jok belakang, lantas meletakkan di paha Aruna karena gadis itu nampak tak nyaman dengan baju yang dia kenakan.

"Terimakasih, kak" ujar Aruna lagi.

"Sudah mau cerita?" tanya Tyo.

"Salah gue apa sih kak?" tanya Aruna.

"Maksudnya?" Tyo balik bertanya karena tak paham.

"Sebenarnya kenapa Tuhan mentakdirkan gue hidup di dunia jika cuma diperlakukan semena-mena sama ibu kandung gue sendiri?" tanya Aruna lebih kepada diri sendiri.

Dan Tyo tak akan bersuara, dia yakin jika Aruna hanya butuh teman untuk mendengarkan keluh kesahnya, bahkan dia tak perlu sebuah saran.

"Lebih baik gue dilahirkan sebagai anak yatim piatu saja daripada harus terus hidup dibawah ancaman seseorang yang mengaku sebagai ibu".

"Sosok yang seharusnya melindungi itu bahkan ingin menjerumuskan, ingin merusak masa depan".

"Gue sudah nggak kuat untuk berbohong dan bersikap sok kuat. Gue cuma anak miskin yang tak punya tujuan hidup. Gue cuma ingin segera pergi dari dunia ini, kak" tangis Aruna terdengar lagi, sungguh Tyo tak menyangka jika garis hidup sekeras itu untuk menggambarkan kehidupan Aruna.

Jadi kediamannya dalam bersikap selama ini hanyalah tameng agar orang lain tak tahu jika hatinya serapuh ini.

"Tolong beritahu caranya supaya gue bisa pergi dari dunia ini, kak" Aruna menyeka air matanya, menatap nanar pada Tyo yang tak tahu harus berbuat apa.

"Kasih gue satu alasan saja sebagai pegangan agar tetap mau meneruskan hidup ini, kak. Kasih gue satu alasan saja kenapa gue harus bertahan padahal takdir sudah membuat gue seperti kehabisan nafas meski tidak sedang tenggelam" kata Aruna sambil menggoyangkan lengan Tyo.

Tentu Tyo tak tahu alasan apa yang akan membuat Aruna yakin dengan hidupnya. Yang dia tahu tentang Aruna hanyalah anak miskin dengan ibu sebagai pekerja malam dan tinggal di kontrakan. Alasan apa yang bisa diutarakan agar gadis ini tetap mau bertahan?

Tyo jadi harus memutar otaknya kali ini.

"Jika kebaikan tidak bisa membuat Lo yakin dengan dunia ini, mungkin dendam bisa membuat Lo yakin jika ada orang yang harus diberi perhitungan suatu saat nanti, saat dimana Lo punya kuasa untuk membuat mereka bertekuk lutut di hadapan Lo, Aruna. Dan menyesali betapa bodohnya mereka karena membuang Lo seperti sampah" Tyo tak tahu harus memupuk rasa percaya diri Aruna dari sisi yang mana.

Jika memang harus menyulut api di dalam diri Aruna sebagai tanda adanya kehidupan, Tyo berharap suatu saat nanti dia bisa memadamkan api itu dan merubah pandangan Aruna agar tak terlalu menyalahkan takdir.

Untuk saat ini, biarlah api itu menyala agar Aruna mau terus menapaki Titian takdir yang entah akan membawanya kemana. Tapi yang pasti, Tyo berjanji pada dirinya sendiri untuk mau mendampingi teman barunya ini agar tak lagi merasa sepi.

"Ya, Lo benar kak" ucap Aruna sambil menyeka lagi air matanya.

"Mereka harus tahu dengan siapa mereka berurusan. Dan gue pastikan, nanti di masa depan kalau mereka akan menuai dari apa yang sudah mereka tanam" janji Aruna malam ini.

Disaksikan gemericik hujan, dibawah naungan mendung yang menggelantung, Aruna berjanji untuk membuat perhitungan dengan orang tuanya. Terutama dengan pria busuk yang sejak kecil tak mau mengakuinya sebagai anak.

1
Azizah Hazli
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!