Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Perjodohan
“Jadi siapa yang mau dinikahkan?” tanya Sadiyah tak sabar dengan jawaban yang akan diberikan Darmawan.
"Amang mau cerita dulu alasan dari janji perjodohan antara aki dan sahabatnya. Dengarkan baik-baik dengan kepala dingin dan hati yang tenang," ucap Darmawan.
"Iya, Mang. Iyan dengarkan."
“Pak Musa dan Aki bersahabat sejak mereka masih muda. Beliau cerita kalau Aki Idi banyak membantu beliau saat beliau mulai merintis usahanya. Aki yang memberikan modal, Aki juga yang banyak mendukung beliau sampai akhirnya menggapai kesuksesan,” ungkap Darmawan.
Darmawan menarik dan menghembuskan napas dengan karena merasakan beban berat yang ada di pundaknya.
“Pak Musa memiliki cucu laki-laki yang sudah cukup usia untuk menikah. Beliau meminta kepada Bi Ita selaku wali kamu untuk menikahkan kamu dengan cucu laki-lakinya, Neng.” Darmawan mengungkapkan beban berat itu pada Sadiyah.
Seketika suasana menjadi hening.
“Ini gak salah, Mang?” tanya Sadiyah setelah beberapa saat terdiam mencoba mencerna kata demi kata yang terlontar dari mulut Darmawan.
“Pak Musa menjelaskan bahwa karena kesalahannya lah rencana menikahkan anak laki-lakinya dengan Bibi kamu batal dan rencana menikahkan anak perempuannya dengan ayah kamu gagal juga karena masing-masing dari kami memang sudah memiliki pilihan masing-masing. Oleh karena itu, Pak Musa tidak ingin lagi gagal dalam menunaikan janji pada Aki. Pak Musa tidak ingin lagi terlambat untuk meminang menantu.” Darmawan mencoba untuk menjelaskan sejelas mungkin maksud Pak Musa melamarkan Sadiyah untuk cucu laki-lakinya.
“Amang dan Bibi bisa menolaknya, kan?” tanya Sadiyah yang sedikit kesal karena menahan emosi yang tidak tahu emosi macam apa yang mucul, apakah marah, kecewa, atau malu.
“Bi Ita sudah mencoba menanyakannya pada Pak Musa tentang perjodohan ini. Bibi juga menyadari kalau sudah bukan zamannya memaksa anak-anak sekarang untuk menikah bukan dengan pilihannya, tapi Pak Musa memohon kepada kami untuk menerimanya. Pak Musa tidak mau mengingkari janji yang sudah dibuat beliau dan Aki kamu dulu. Beliau tidak mau mengulangi kesalahannya dalam menikahkan generasi kedua mereka, makanya beliau bersikeras untuk menjodohkan kalian, para cucu-cucunya.” Rostita ikut memberikan penjelasan kepada Sadiyah.
“Tapi kan Bi,” Sadiyah tidak bisa meneruskan kalimatnya karena bingung dengan apa yang akan dikatakannya.
“Rencananya siang ini mereka akan datang berkunjung,” ucap Rostita tiba-tiba.
“Kenapa mendadak sekali sih Bi? Iyah kan belum menyiapkan diri. Hati dan kepala Iyah masih syok mendengar kabar ini. Baru saja Bibi bilang kalau Iyah mau dilamar, eh ini dilamarnya hari ini juga. Iyah belum mempersiapkan hati dan diri Iyah, Bi.” Sadiyah mulai merajuk pada Bibinya. Walaupun Sadiyah merasa bahwa perjodohan ini adalah hal yang aneh tapi mau tidak mau Sadiyah harus menerimanya karena rasa sayangnya pada keluarga. Sadiyah tidak ingin dicap jadi anak durhaka jika tidak menuruti keinginan kakek dan mungkin juga ayahnya.
“Bi Ita juga merasa ini terlalu cepat, baru saja minggu yang lalu Pak Musa menemui Bibi. Dua hari yang lalu beliau menelepon bahwa hari ini akan datang untuk melamar kamu, Neng,” sahut Rostita.
“Maafkan Bibi ya Neng.” Rostita memeluk erat Sadiyah.
Sadiyah hanya sanggup mengangguk dan balas memeluk Rostita. Saat ini, Sadiyah sangat merindukan pelukan ibunya. Wulan, ibunya selalu memeluk dirinya jika dirinya merasa sedih. Sadiyah juga merindukan Nandang, ayahnya, yang selalu membela dan melidunginya dalam situasi apapun. Walaupun sepuluh tahun telah berlalu sejak kedua orangtuanya meninggal, tapi Sadiyah masih mengingat dan merasakan kehangatan yang selalu Wulan dan Nandang berikan.
**************
to be continued...
semangat