Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Saat aku berangkat ke sekolah bersama Carlo, diam diam aku memperhatikannya dan berpikir bagaimana caranya aku berpegangan tangan dengannya. Kuulurkan tanganku mendekati tangannya, tapi akhirnya aku hanya memegang tasnya. Begitu pula saat di bis menuju sekolah.
"Ka, mikirin apa sih? Dari tadi kaya ga fokus gitu loh, dengerin aku ngomong ga sih?", protes Carlo.
Aku hanya tersenyum, "Sampai nanti Lo", lalu kulambaikan tangan kepadanya.
Sepulang sekolah aku pulang duluan, sedangkan Carlo masih ada kegiatan di sekolah, tapi aku tau kalau nanti malam ia akan menjemputku pulang dari toko.
Hari ini pegawai baru sudah mulai bekerja, selama 3 hari ke depan tugasku hanyalah membantunya menyesuaikan diri.
Selama di toko, pikiranku hanya dipenuhi dengan Carlo. Bagaimana caranya? Apa yang harus kulakukan? Apa yang akan Carlo pikirkan?.
"Ah sudahlah, biar waktu saja yang menjawab dan memberiku kesempatan", kataku dalam hati.
Ternyata selama 3 hari kedepan aku belum berani juga menyatakan perasaanku.
Selama istirahat aku mendengarkan teman temanku membicarakan tentang rencana mereka menghabiskan weekend besok, aku jadi punya ide untuk mengajak jalan Carlo dengan alasan berterima kasih.
Sepulang sekolah saat berjalan dari halte bis ke rumah, aku memberanikan diri bertanya pada Carlo.
"Lo, apa hari Minggu kamu ada acara?".
"Mmm ga sih, kenapa? Mau ajak aku jalan ya?", ucapnya sambil tersenyum.
"Bercanda Ka, aku tau kamu pasti bertemu sama mama kan?".
"Mmm... iya, aku mau ajak jalan, selama ini kamu udah banyak bantu aku. Kemarin aku sudah terima gaji, aku mau mentraktir kamu".
"Hah...? Sungguh? Ya ampun mimpi apa aku semalam sampai bisa diajak jalan Malika", canda Carlo.
"Tumben kan, jadi kamu mau apa? Makan, nonton, atau kamu punya ide lain?".
"Hmm... apa ya? Kamu masak aja buat aku gimana? Kita makan siang bareng di rumah kamu aja?".
Aku menatapnya bingung lalu berkata,
"Jarang-jarang loh aku bisa traktir kamu Lo? Yakin ga mau jalan aja?".
"Ya, kamu kan kerja untuk... mmm maaf Ka", sesalnya, lalu ia melanjutkan,
"Aku sudah senang kamu mengajakku, lebih senang lagi bisa menghabiskan waktu bersama, jadi yang terlihat sederhana tapi berarti mewah untukku".
Aku tersenyum mendengarnya.
"Jadi kita makan siang dirumahmu hari Minggu?", tanya Carlo.
"Ya, ok".
"Yeayy...", Carlo berseru sambil tertawa kecil.
Sabtu siang saat aku sedang mengobrol bersama mama dan tante Mur, aku memberanikan diri lagi untuk minta izin tidak bertemu besok.
"Ma, tante, besok aku ga kesini dulu ya".
"Ada apa Ka?", tanya mama.
"Mmm... itu.... tadinya aku mau traktir Carlo sebagai ucapan terimakasih karena sudah menjemput setiap malam sepulang kerja kemarin, tapi dia malah minta dimasakin untuk makan di rumah aja".
Mama dan tante Mur tertawa mendengarku.
"Anakku sudah besar ya Mur", canda mama.
"Iya, kamu udah punya calon mantu", balas tante Mur sambil tertawa.
"Aku belum pacaran sama Carlo ma, tante", ucapku sambil tersenyum malu.
Minggu pagi aku sudah berkutat di dapur, memasak nasi, menggoreng ayam, tahu dan tempe, juga sayur asam. Setelah itu bergegas mandi.
"Malika...", Carlo memanggilku sambil mengetuk pintu depan.
"Masuk Lo".
Meski Carlo sudah sering main ke rumah sejak kami kecil, tetapi karena sekarang aku tinggal sendiri, pintu dan jendela rumah selalu kubiarkan terbuka lebar.
"Wow kamu bisa masak ini semua Ka, keren".
"Ayam aku beli yang tinggal goreng, sayur asam juga pakai bumbu jadi Lo. Ayo makan".
"Makasih ya Ka udah masak untuk aku".
Carlo lalu mengambil piring dan menyendok nasi, kemudian memberikannya untukku.
"Apa kurang nasinya Ka?".
"Untuk kamu aja, aku ambil sendiri", aku mendorong piring itu ke arah Carlo yang duduk di hadapanku.
Tapi ia meletakkannya lagi di mejaku, kemudian mengambil piring lagi untuknya sendiri.
Kemudian kami mulai melahap makanan di meja makan.
"Gimana Lo, seengganya kemakan kan ya?", tanyaku ragu.
"Yah apapun yang dimasak sama calon pacar pasti enaklah", canda Carlo sambil tersenyum.
Kemudian kami saling bertatapan dan dia tertawa kecil lalu melanjutkan makan.
"Aku mau jadi pacarmu", ucapku sambil melihat piring di depanku.
"Uhuk... uhuk...", Carlo tersedak makanan, ia segera minum yang memang sudah tersedia di meja.
Kemudian aku berlari ke dapur mengambil tempat minum untuk mengisi ulang gelas Carlo. Ia masih terbatuk batuk karena tersedak, kutepuk punggungnya pelan.
Batuknya mulai mereda, kemudian ia memberi tanda dengan tangannya, dan aku kembali duduk di kursiku.
Tidak lama Carlo pindah duduk di sampingku.
"Apa kamu mau jadi pacarku Ka?".
"Ya", jawabku singkat.
Kemudian Carlo memelukku dan aku membalasnya, tidak lama aku melepaskan pelukanku.
"Ayo lanjut makan Lo".
Carlo tersenyum dan kembali ke kursinya.
"Jadi kita mau ngapain setelah makan nanti?", tanya Carlo.
Aku mengangkat kedua bahuku, "Terserah kamu aja".
"Nonton? Akhir-akhir ini kamu nonton apa Ka?".
"Aku jarang buka Netflix Lo, paling cuma Youtube aja".
Kami melanjutkan makan kami, kemudian aku mengangkat piring-piring kosong di meja.
"Kamu kan udah masak, sekarang aku yang cuci piring", Carlo mengambil tumpukan piring ditanganku dan membawanya ke dapur.
"Makasih Lo".
Aku membereskan meja kemudian berdiri di dekat Carlo menunggunya mencuci piring. Selesainya ia mencuci piring, ia menggenggam tanganku dan mengajakku duduk di ruang tengah. Tangan kirinya memegang remote mencari cari film menarik di Netflix sedangkan tangan kanannya tetap menggenggam tanganku.
Kuangkat tangan kami dan berkata,
"Apa ga kagok Lo? Ini mau sampai kapan?".
"Hehehe... sampai aku mau pulang nanti", jawabnya sambil tersenyum.
"Nonton apa ya Ka? Film romantis? Kan kita baru jadian".
"Terserahlah", jawabku pasrah.
"Bercanda Ka hehehe...".
"Kita nonton film tentang tsunami aja ya Ka, kemarin aku lihat trailernya sepertinya bagus Ka".
"La Palma", ucapku membaca judul filmnya.
Selama kami menonton, Carlo tetap tidak melepas tanganku.
Hari sudah menjelang sore saat film selesai.
"Udah sore Lo, pulang sana".
"Kok tega sih baru juga jadian, aku udah diusir gini".
Aku tersenyum mendengarnya, "Ya ga enak aku sama papa mama kamu, kelamaan main di rumah aku".
"Sebentar lagi aja Ka, belum gelap juga".
"Ga ah, ga enak aku".
"Ya udah deh, tapi peluk dulu ya", ucap Carlo sambil merentangkan tangannya.
Aku mendekat dan memeluknya, kemudian Carlo berkata,
"Terima kasih sudah mau menerimaku Malika".