Ini kisah Alexa Hutama, seorang anak haram yang selalu mendapat tatapan kebencian dari keluarga ayahnya, Anggara Hutama. Tidak sampai di situ, kisah cinta Alexa pun tidak pernah mulus. Dihianati kekasih dan adiknya sendiri. Membuat Alexa yang penurut dan pendiam menjadi sosok berani dan liar. Apalagi setelah pertemuanya dengan seorang CEO dingin dan arrogant. Pria dewasa yang hanya ingin tubuhnya. Apa Alexa akan tetap bertahan? Pada hati yang selalu membuatnya sakit? Atau justru membuat Austin menyesali sikap acuhnya selama ini, begitu Alexa memutuskan hilang dari dunia ini dengan cara bunuh diri. Menceburkan diri dari kapal pesiar ketika hari pernikahannya. Cekidot. Baca juga novel Sept yang lain;
Rahim Bayaran
Menikahi Majikan
Dea I Love you
Istri Gelap Presdir
Suamiku Pria Tulen
Follow juga IG Sept yaa... yuk kenalan sama penulisnya.
Instagram ; Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
Wanita Pilihan CEO 3
Oleh Sept
Rate 18+
Hubungan tanpa kejujuran dan sikap terbuka, rawan akan gagal di tengah jalan. Selama ada yang ditutupi dan disembunyikan, hubungan itu akan berjalan dengan tak sehat. Sepertinya jalinan asmara antara Alexa dan Austin.
Malam ini Alexa memilih tidak menahan Austin untuk pergi. Wanita itu hanya pasrah pada keadaan, tidak mau berjuang dan mengatakan apa yang ia rasa. Alexa tersenyum masam di balik punggung sang kekasih, ada getir dalam senyum yang dipaksakan tersebut. Sepertinya, ia tidak bisa menahan pria itu malam ini. Gengsi gadis itu mengalahkan inginnya, alhasil ia pun harus kalah, atau lebih tepatnya memang mengalah.
Sesaat kemudian, Alexa pun melepas pelukannya, lalu berjalan mundur. Ia melangkah menuju lemari pakaian, berniat untuk berganti baju tidur, kemudian turun ke lantai untuk menyiapkan sepatu Austin dengan perhatian dan menunggunya mengganti sendal.
Austin tahu wanita ini lagi-lagi sedang pura-pura patuh, Alexa selalu saja memperlihatkan wajah patuh padanya yang malah membuatnya menjadi marah, Alexa tidak akan mengatakan sepatah katapun untuk memintanya tinggal, keinginannya untuk bermalam juga hilang semua.
"Aku nggak pulang malam ini," ucap Austin sembari memakai sepatu.
Alexa juga mengiyakan saja. Ia memasang senyum palsunya lagi saat melepas kepergian Austin. Tak disangka, pria itu menutup pintu cukup kencang.
Bruakkk
Terdengar suara pintu vila dibanting cukup keras, Austin pergi. Kini hanya ada dirinya dan bibi di vila itu. Beberapa saat kemudian, bi Wati datang. Ia mengantarkan sup dan bubur, meminta pada Alexa untuk memakannya.
"Non, ini buburnya." Bi Wati memperhatikan Alexa yang diam saja.
"Taruh di sana saja, Bi!" Wanita itu menunjuk ke arah meja. Seolah tidak mau memakan makanan itu.
Selera makannya sudah hilang beberapa saat lalu.
"Tapi, Non ... kata Tuan Austin ..." Bibi terus saja memaksa agar Alexa mau makan.
"Tuan nggak ada di sini! Bawa pergi!" sentak Alexa dengan kasar.
Bi Wati agak aneh dengan amukan Alexa, sejak sebulan lalu Alexa dibawa tinggal di sini oleh tuan mudanya, Alexa selalu saja tersenyum, cantik, dan punya temperament yang cukup ramah dan baik.
"Ba ... baik Non," Bibi pun buru-buru pergi. Tidak mau kena amuk oleh Alexa lagi.
Melihat bibi pergi, Alexa menghela napas dengan kesal. Alexa lalu kembali ke kamarnya, masih ada aroma badan Austin di bantal dan kain sprai, baru saja menidurinya, pria itu langsung pergi setelah menerima telepon dari orang lain. Alexa marah, tapi pandai mengatakannya.
Tiba-tiba ia teringat masalah kompetisi desain, dan si Austin masih belum menyelesaikan untuknya. Wajah kecewa Alexa makin tergambar sempurna.
Dengan frustasi, Alexa meremas kain seprai yang ia duduki. Ia ingin marah. Namun, tidak berdaya. Alexa sungguh tidak senang malam ini, pikirannya kalut, dia pun mengeluarkan lagi botol alkohol terbaik milik Austin dari dalam lemari, lalu menghabiskannya sambil duduk di balkon, dia menghadap langit dan memarahi serta memaki Austin, pria brengsek ... Austin jahat dan Austin yang dingin.
"Pria brengsek!" maki Alexa dengan keras. Matanya menatap kosong pada langit gelap.
Mulai mabuk, botol alkohol terlepas dari tangannya, jatuh di atas batu dan menjadi berkeping-keping. Seperti itulah gambaran hati Alexa malam ini, hancur tak berbentuk. Cukup lama ia di luar sana, menikmati rasa sepi yang dingin. Angin malam di musim hujan sangat dingin menusuk, Alexa mabuk hingga tertidur di balkon dalam balutan baju tidur.
Dalam tidurnya, ia masih mengalami hal buruk. Bayangan keluarga yang menatap tak suka dan menganggap ia sebagai aib yang pantas dihilangkan, membuat tidurnya terlihat gelisah.
Dahinya dipenuhi bulir keringat, mimpi buruk yang sama dan berulang. Alexa mengalami banyak hal buruk, baik di dunia nyata maupun dalam mimpinya yang semu itu.
Pagi hari, cahaya lembut matahari pagi menerpa kulit halus Alexa. Terasa hangat saat cahaya itu menyentuh kulitnya. Gadis itu mengerjap, dilihatnya matahari yang sudah mulai meninggi. Suara cuitan burung menambah suasana tenang di vila itu. Namun, semua jadi terusik ketika terdengar suara ketukan pintu.
Tok tok tok
Alexa menoleh pada pintu kamarnya, ia tidak menyangka akan tertidur di balkon.
"Ish!" ia meringis ketika tidak sengaja kakinya menyentuh serpihan botol alkohol yang pecah semalam. Dengan tertatih, Alexa berjalan menuju pintu.
Klek
Alexa membuka pintu kamarnya.
"Non, sarapan sudah siap."
Bibi Wati mengamati mata sembab Alexa, ia rasa gadis itu habis menangis semalaman.
"Aku nggak lapar, Bi!"
Klek
Alexa langsung menutup pintu kembali, setelah itu ia berjalan ke arah ranjang. Merebahkan tubuhnya, tidak peduli pada telapak kakinya yang terus mengeluarkan darah karena terkena serpihan kaca.
Ia memilih memejamkan mata, melupakan riak sendu yang mengusik sejak semalam. Kepalanya juga terasa masih pusing, ia memutuskan untuk tidur saja. Berharap ketika membuka mata, Austin sudah ada di sisinya.
Beberapa saat kemudian.
Terlihat Austin menatap marah pada Bi Wati.
"Apa saja yang Bibi lakukan di vila ini?" cibir Austin yang sudah kembali. Ia marah setelah melihat kondisi Alexa.
"Aku tidak apa-apa," Alexa menarik kakinya, ketika Austin mencoba memeriksanya sendiri. Ia tidak suka Austin memarahi bibi karena semua salahnya.
Di atas kain seprai itu terdapat noda darah dari kaki Alexa yang sempat berdarah saat pagi tadi. Namun, karena dikuasai oleh rasa mabuk, Alexa tak begitu merasakannya. Ia memilih tidur sampai sore menjelang. Rasa sakit itu tidak terasa, karena hatinya jauh lebih sakit.
Begitu Austin datang, pria itu sangat marah dan diliputi rasa cemas. Darah dari mana itu? Ketika menyadari ada pecahan botol alkohol di balkon kamarnya, Austin memejamkan mata menahan amarah. Ia mendesis kesal, susah sekali mengerti seorang gadis seperti Alexa.
"Aku bilang kamu nggak bisa minum!" ujar Austin ketika mereka hanya berdua di dalam kamar.
"Aku nggak sengaja menginjaknya." Alexa bersikeras ia tidak apa-apa.
"Kamu mulai tidak mematui ucapanku." Austin mencengkram kedua bahu Alexa. Bukan masalah luka itu, tapi tentang Alexa yang terus menyetuh alkohol. Gadis itu boleh minum, tapi harus bersamanya.
"Semalam aku nggak bisa tidur," Alexa mencari alasan agar pria itu amarahnya mereda.
"Apapun alasannya, aku sangat tidak menyukainya. Awas saja kalau kau kembali melangar. Kamu tahu? Hukuman apa yang pantas didapatkan oleh orang yang berkali-kali melangar aturan dariku?"
Alexa beringsut, ia menelan ludah dengan kasar. Tatapan mata itu, membuat dadanya naik turun. Austin menyeringai bagai srigala lapar. Apa mereka akan berakhir di atas ranjang kembali?
"Semalam aku tidak bisa tidur!" Alexa mundur saat Austin melangkah ke arahnya.
Austin semakin dekat, dan Alexa sudah tidak bisa lagi bergerak, ketika pria itu sudah mengunci seluruh ruang geraknya. Bersambung.
tapi dulu dia jahat juga.....rasain aja ....