Awalnya aku percaya kalau cinta akan hadir ketika laki laki dan wanita terbiasa bersama. Namun, itu semua ternyata hanya khayalan yang kubaca dari novel novel romantis yang memenuhi kamar tidurku.
Nyatanya, bertetangga bahkan satu sekolah hingga kuliah, tidak membuatnya merasakan jatuh cinta sedikit saja padaku.
"Aku pergi karena aku yakin sudah ada seseorang untuk menjagamu selamanya," ucap Kimberly.
"Sebaiknya kita berdua tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin Viera terluka dan menderita karena melihatmu."
Secara bersamaan, Kimberly harus meninggalkan cinta dan kehilangan persahabatan. Namun, demi kebahagiaan mereka, yang adalah tanpa dirinya, ia akan melakukannya.
"Tak ada yang tersisa bagiku di sini, selamat tinggal."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TENANGLAH
"Maaf," ucap seorang gadis yang kemudian mengambil ponselnya yang terjatuh karena bertabrakan dengan William.
"Tidak apa, akulah yang seharusnya minta maaf," ucap William.
Gadis itu menengadahkan wajahnya. William yang melihatnya seperti tersihir hingga ia tak mengedipkan matanya memandang gadis itu.
"Anda tidak apa apa, Tuan?"
"Kenalkan, namaku William," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
"Maaf Tuan William, aku tidak sengaja, aku sedang terburu buru."
"Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan, aku ini bukan majikanmu. Siapa namamu?" tanya William.
"Aku Viera. Maaf, aku harus pergi sekarang," ucap Viera hendak pergi meninggalkan William.
"Aku antar, kamu mau kemana?"
"Tidak perlu. Aku tak mau merepotkanmu,"
William meraih tangan Viera, "aku tidak merasa direpotkan. Ayo!"
Viera akhirnya mengikuti William menuju mobil miliknya. William membukakan pintu mobil di kursi sebelah kemudi. Kemudian ia memutar dan duduk di bagian kemudi.
William mendekati Viera hingga wajah mereka begitu dekat, "Maaf, aku mau memasangkan ini," William menarik seatbelt dan mengencangkannya. William tersenyum karena melihat wajah Viera yang memerah.
"Kamu mau kemana, hmm?"
"Antarkan aku ke rumah sakit Internasional."
"Apa kamu sedang sakit?" tanya William.
"Tidak, bukan aku. Tapi Mamaku," Viera menundukkan kepalanya menahan tangis.
Tanpa sadar, William meraih tangan Viera dan menggenggamnya, "Tenanglah, Mamamu pasti akan baik baik saja."
Di perjalanan, tak ada pembicaraan sama sekali antara William dan Viera. William fokus menyetir, sementara Viera membuang pandangan ke luar jendela. Namun, sesekali William menoleh ke arah Viera.
"Kita sudah sampai," ucap William.
Viera berterima kasih pada William, lalu turun dari mobil itu. Ia berlari memasuki rumah sakit. William tersenyum melihatnya, kemudian pergi meninggalkan rumah sakit Internasional.
*****
Kimberly berbaring di atas tempat tidurnya, sambil membaca novel cinta romantis yang menjadi genre kesukaannya.
Bahkan, ia memiliki lemari sendiri yang khusus untuk menyimpan semua koleksi buku bukunya.
"Ya ampun, ayo donk kejar! Tuh cewe tulus loh, masih sukanya sama yang punya udang dibalik bakwan," Kimberly mengomentari setiap cerita yang ia baca. Kadang ia tertawa sendiri, bahkan ia pernah menangis semalaman hingga matanya sembab keesokan harinya dan menjadi bahan tertawaan bagi William.
Halaman demi halaman ia baca, sambil berguling ke kiri dan ke kanan. Pintu kamarnya tiba tiba terbuka,
"Sayang, kamu belum tidur?"
"Belum mi, aku masih mau nyelesein 1 buku ini dulu."
"Apa tidak bisa besok? Ini sudah malam dan besok kamu harus sekolah. Bukankah sebentar lagi ujian?"
"Baiklah mi, aku tidur. Papi mana?" tanya Kimberly.
"Papi kamu hari ini ada shift malam, jadi baru kembali besok pagi. Apa kamu ingin berbicara dengan Papi?"
"Iya. Aku masih bingung mau kuliah jurusan apa," ucap Kimberly merengut.
"Pilihlah apa yang sesuai dengan keinginan hatimu. Jika kamu memilih jurusan yang kamu suka, bukankah kamu akan senang mempelajarinya," ucap Megan.
Kimberly memeluk Megan dengan erat, "Terima kasih, Mi. Aku kira Papi dan Mami akan memaksaku untuk kuliah kedokteran, dan menjadi dokter seperti Papi."
"Apa kami pernah memaksa kakakmu untuk kuliah kedokteran? Tidak kan. Kami akan membebaskan kamu dan juga kakakmu, selama kalian bisa bertanggung jawab akan pilihan kalian," jelas Megan.
"Baiklah, Mi. Sepertinya aku tahu apa yang akan aku pilih," Kimberly memamerkan deretan giginya.
"Kalau begitu sekarang kamu tidur, okay?" Megan merapikan selimut Kimberly, kemudoan bangkit dan mematikan lampu kamar.
"Good Night, sayang."
"Good Night, mi."