NovelToon NovelToon
Possessive Leader

Possessive Leader

Status: tamat
Genre:Komedi / Tamat / Perjodohan / Cintamanis / Kehidupan di Kantor
Popularitas:20.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Net Profit

📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂

Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.


"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."

"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.

"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07 09

Pagi jalanan bisa dikatakan ramai lancar, tapi karena Jesi naik kendaraan umum membuatnya harus bersabar. Angkot yang dinaikinya berjalan sangat lambat ditambah dengan sering berhenti kala ada penumpang yang naik. Jesi sudah mulai merasa gerah begitu angkot mulai penuh dengan penumpang, dirinya yang biasa duduk duduk nyaman di kursi belakang mobil pribadi mendadak harus merasakan berdesakan.

"Masuk bu masih bisa. Neng cantik yang rambutnya panjang bisa geser dikit. Masih bisa masuk satu orang lagi di sana." Ujar si supir seraya menengok ke belakang dan memberi intruksi pada Jesi.

Bagi Jesi ini sudah sangat-sangat sempit masih ditambah satu orang lagi, tak berbicara apa pun Jesi menuruti kata si supir dan bergeser hingga ia benar-benar mentok di ujung.

Jesi merasa lega meskipun sangat desak-desakan seperti tapi setidaknya angkot yang ia tumpangi akhirnya melaju lebih kencang dari pada sebelumnya.

"Oh jadi tadi jalannya lelet sambil nunggu penumpang kali yah. Udah penuh sekarang jadi rada cepet jalannya." Batin Jesi.

Kian jauh angkot melaju Jesi makin tak hapal dengan jalur yang dilalui, biasanya ia ke kampus tak melewati jalan ini. Tapi ia tetap tenang dan berfikir mungkin kendaraan umum memiliki jalur berbeda dengan jalan yang biasa ia lalui.

Namun beberapa menit kemudian Jesi menyadari jika angkot yang ia tumpangi semakin menjauh dari tujuannya.

"Stop stop mang! Kok kesini sih?" Teriaknya dari belakang.

"Iya emang lewat sini neng biasanya juga. Neng nya mau ke mana?"

"Universitas persada. Puter balik mang, salah ini jalannya. Lewat selatan lebih cepat." Ujar Jesi dengan polosnya meminta angkot yang ia tumpangi untuk menuruti instruksi darinya.

"Mana bisa angkot puter balik neng. Neng nya yang salah naik, harusnya naik angkot kosong tujuh kalo mau kesana. Kalo angkot ini mah ke terminal dulu." Balas si supir.

"Waduh. Wasalam bisa telat ini gue." Gerutu Jesi.

"Emang ini bukan angkot kosong tujuh yah?" Tanyanya lagi.

"Ini mah kosong sembilan, neng." Timpal ibu-ibu yang duduk di sebelah.

"Astaga ini gara-gara mba kasir indoapril nih gue jadi ngasal naik angkot nggak liat nomernya dulu." Gerutunya.

Buru-buru Jesi keluar kemudian menyerahkan selembar uang pada supir.

"Kembaliannya ambil aja." Ucapnya yang langsung berjalan cepat mencari tumpangan, beruntung tak jauh dari sana ada pangkalan ojeg.

"Universitas persada nggak pake lama Mang!" Ucap Jesi seraya menerima helm dari tukang ojeg dan memakainya .

"Ya ampun sumpah ini hari apes banget sih." Batin Jesi, dia berulang kali melihat jam tangan.

"Lima menit lagi. Lebih cepat mang!"

Begitu tiba di kampus Jesi segera melepas helm.

"Berapa mang?" Tanya Jesi, ini kali pertama ia naik ojeg. Soal tarif sudah tentu ia tak tau sama sekali.

"Ini aja deh mang. Kalo kurang ikhlasin aja yah, lagi nggak ada uang saya." Jesi memberikan dua lembar uang lima puluh ribuan kemudian beranjak pergi dengan buru-buru.

"Neng tunggu... Tunggu.." teriak tukang ojeg yang hendak mengembalikan uang pembayaran Jesi yang terlalu banyak, tapi Jesi hanya melambaikan tangan tanpa menoleh ia takut ongkos ojegnya kurang dan si mang ojeg hendak meminta kekurangannya, dia sudah tak punya uang, tinggal lima puluh ribu itu pun mau dipake ongkos pulang.

Dengan nafas yang masih tersengal karena setengah maraton dari depan fakultas hingga kelas membuat keringatnya bercucuran, poninya saja sampai basah oleh keringat dan jadi menempel di kening.

"Maaf pak saya telat." Ucapnya begitu masuk dan sudah ada dosen di kelas.

Beruntung karena ini pertama kalinya dia datang terlambat, dosen memberi kesempatan dan membiarkan Jesi mengikuti kuliahnya.

Begitu pelajaran berakhir Jesi merebahkan kepalanya di meja beralaskan buku paket tebal yang ia bawa. Hari ini terasa begitu melelahkan, rasanya ingin tidur saja.

Tuk..tuk...

Ketukan di mejanya membuat Jesi dengan malas mengangkat kepala.

"Kak Zidan." Buru-buru Jesi merapikan penampilannya.

"Tumben Kakak ke kelas aku?"

"Didatengin bilang tumben. Nggak di datengin nyariin!" Saut Raya, sahabat Jesi yang duduk di belakangnya.

"Makan siang bareng yuk. Kangen, tadi malem kan kita nggak jadi nonton." Ajak Zidan.

"Sekalian jalan yuk. Udah lama juga kita nggak jalan-jalan. Shopping gitu biar fresh ini otak, ngitung mulu pusing." Raya memberi saran.

Ketiganya memang sering pergi bersama, hampir tujuh puluh persen setiap kencan pun sahabatnya selalu ikut dan Jesi bersyukur karena Zidan tak pernah keberatan akan hal itu.

"Shopping yah? Hm..." Jesi tak tau harus bagaimana mau menolak tak enak tapi jika ia ikut tak ada dana.

"Ayolah." Ajak Zidan yang sudah menarik tangannya, kalo sudah seperti ini Jesi sudah tak berdaya untuk menolak.

Selesai makan siang ketiganya mendatangi butik langganan tempat mereka biasa belanja. Pegawai butik pun sampai hafal padanya karena hampir tiap minggu mereka selalu datang.

"Jes, bagus nggak?" Raya menempelkan mini dress floral di tubuhnya.

Jesi hanya mengangguk sambil mengacungkan jempol menanggapinya. Dia duduk di sofa tunggu bersama Zidan.

"Nggak mau belanja?" Tanya Zidan, dan Jesi menggeleng lemah. Bukannya tak mau, lebih tepatnya saat ini ia bingung karena mau belanja pun uangnya tak ada.

"Jes, lo nggak milih? Banyak banget yang baru loh. Lucu-lucu." Raya datang dengan setumpuk baju di tangan kanannya.

"Nggak." Jawab Jesi lesu.

"Tumben banget. Yakin nggak mau belanja? Ntar nggak bisa tidur lo liat baju lucu-lucu nggak di beli." Ledek Raya.

"Kalo gitu gue belanja nih, tapi lo bayarin yah?" Ucap Jesi semangat, selama ini kan ia sering membayar belanjaan Raya, jadi nggak apa-apa lah kalo sekali-kali dia minta dibayarin.

"Lah kok gue?"

"Gue nggak pegang uang. Semua kartu di blokir sama ayah, tadi ke kampus aja naik angkot." Ucap Jesi jujur.

"Kok nggak bilang sama kakak, sayang? Kan bisa kakak jemput berangkatnya." Ujar Zidan seraya mengusap pundaknya, merasa kasihan pada kekasih cantiknya yang mendadak berwajah murung.

"Nggak mau ngerepotin kakak." Balas Jesi dengan manja.

"Kamu emang Jesi kesayangannya kakak." Zidan mengelus rambut panjang Jesi dengan melas.

"Jiwa jomblo gue teraniaya liat kalian kayak gitu. Gue bayar dulu dah." Ucap Raya yang kemudian berlalu ke meja kasir.

"Sini gue bantuin bawa." Jesi beranjak dan mengambil sebagian baju dari tangan Raya dan membawanya ke kasir.

Begitulah Jesi, hanya melihat temannya sedikit kerepotan pun tak tega. Dia berjalan beriringan dengan Raya. Dari tempat duduknya Zidan menatapnya sambil menahan senyum.

Keluar dari butik, keduanya berpisah. Raya memilih pulang lebih dulu.

"Gue jalan duluan." Pamit Raya.

"Kakak anterin kamu pulang." Ujar Zidan. Jesi mengangguk dan masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan tak banyak yang mereka bicarakan. Bahkan Jesi merasa masih sangat canggung jika hanya berdua dengan Zidan. Hubungan mereka yang baru terjalin selama dua bulan ditambah jarangnya menghabiskan waktu bersama membuat Jesi yang baru pertama kali pacaran itu mati gaya.

"Kak, aku turun disini aja." Ucap Jesi saat mereka tiba di depan pintu masuk perumahan elit tempat dirinya tinggal.

"Kakak anterin sampe rumah."

"Nggak usah sampe sini aja, kak." Jesi sudah melepas sabuk pengaman dan hendak turun tapi pegangan tangan Zidan di lengannya membuat dia menoleh. Terlihat Zidan yang tersenyum penuh pesona padanya, wajah tampan itu kian mendekat hingga Jesi bisa merasakan hembusan nafas Zidan diwajahnya.

"Aku turun sekarang, kak. Takut ibu khawatir, udah sore belum sampe rumah." Elak Jesi ketika bibir mereka hampir menempel. Dengan cepat Jesi membuka pintu dan berjalan setengah berlari memasuki komplek perumahan.

Dari kaca mobilnya Zidan hanya menghembuskan nafas kasar karena keinginannya hanya untuk sekedar mencium Jesi tak pernah berhasil.

Getaran ponsel di sakunya membuat Zidan seketika mengalihkan perhatian.

"Halo.... Iya sayang. Aku cuma nganterin dia sampe pintu komplek doang kok." Jawabnya.

1
Markonah Salim
aku jd ilfeel klo gni ah. gk jd terharu krn kasus nikah. ini hl sakral kok jd mainan. tau sekolah jas jus
destiana
Luar biasa
Khairul Azam
itu nanti si rama di rumah gak makan 🤣🤣🤣
Khairul Azam
didunia nyata mumet, baca novel ini jd menghibur ketawa aja 🤭🤭
Khairul Azam
itu bapaknya jas jus yg mau ditemuin 🤣🤣🤣
irma hidayat
zydan nya juga nyuruh aborsi biarkan dulu nginap diprodeo
irma hidayat
good ayah burhan
irma hidayat
makanya hidup tuh jangan jahat Dina,raya yg dituai psti sesuai perbuatan
Khairul Azam
aku lagi maskeran, baca ini langsungvretak maskerku 🤣🤣🤣
irma hidayat
hamil kayanya jasjus
Khairul Azam
itu emang disengaja jes sama ayah km, 😅😅😅
irma hidayat
ayo Jes upload aja buku nikahnya biar mereka shok
Khairul Azam
udah bener bapaknya membatasi uang jajan anaknya, anaknya dimanfaatin
endang nastusil
Luar biasa
Reni Reni
Kecewa
Reni Reni
Buruk
Jennifer Jatam
Luar biasa
Jennifer Jatam
Biasa
irma hidayat
Shok jasjus saat tau calon suaminya
irma hidayat
bikin hati jadi nano nano puny asisten kaya jasjus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!