Emily Gabriella Putri seorang gadis cantik berumur 25 th terpaksa harus bersandiwara menggantikan saudari kembarnya Emilia Karmila menjadi tahanan seorang mafia,karena telah melukai adik seorang mafia berkuasa bernama Albert wheeler.
Emily akan berusaha kuat untuk melindungi keluarganya.
Dan bagaimana perasaan Emily ketika mengetahui jika seseorang yang ia cintai adalah seseorang yang telah membuat ia merasa terpuruk selama 5 tahun lama nya.
“Tidak mungkin..laki-laki itu tidak mungkin Albert”gumam Emily dalam hati
Penasaran?
Yuk mampir
Selamat berhalu ria!!!!!!!!
Selamat berhalu ria
MOHON MAAF UNTUK KETIDAKNYAMANAN KALIAN DALAM MEMBACA CERITA INI. KARYAKU YANG INI MASIH DALAM PROSES REVISI PERBAB, GUNA MENYEMPURNAKAN TATA BAHASA MAUPUN TANDA BACANYA YANG MASIH SANGAT BERANTAKAN. BAGI KAIAN YANG SUDAH MEMBACA, MOHON MAAF JIKA TERGANGGU DENGAN NOTIF UPDATENYA. JIKA BERKENAN, KALIAN BISA MEMBACA ULANG.
TERIMA KASIH UNTUK PENGERTIANNYA
HAPPY READING🫶🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oming32, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Malam hari pun tiba, semua orang di kediaman Wijaya nampak bersedih karena akan melepas Emily pergi. Setelah kejadian tadi, Emily memilih mengurung diri didalam kamarnya, sembari menyiapkan diri untuk ikut bersama pamannya malam ini.
Semua terasa berat baginya, terlebih harus meninggalkan kedua orang tuanya dan tinggal di tempat orang yang sama sekali tidak ia kenal. Atau mungkin saja, malam ini adalah hari terakhirnya di dunia. Bisa saja sang mafia membunuhnya karena kesalahan sang kakak. Semua bisa saja terjadi bukan, pikir Emily.
Semua kenangan manis bersama kedua orang tua nya tiba-tiba terlintas. Hingga membuat pipi yang sudah teroles make up itu, kembali dibasahi oleh air mata. Bisa Emily bayangkan bagaimana orang tua nya tanpa dirinya dan bagaimana dia tanpa orang tuanya.
“Emily?” panggil jesica dari balik pintu sambil mengetuk pintu kamar putrinya. Sontak Emily menyadarkan diri dari lamunannya, serta mengapus sisa air mata di permukaan pipinya.
“Iya ibu?” sahut Emily sambil mengusapkan bedak ke wajahnya. Ia tidak ingin terlihat rapuh di depan orang tuanya.
“Apakah paman Justin sudah tiba?” tanya Emily sembari membukakan pintu untuk sang ibu. Terlihat ceria, seperti biasa. Seolah-olah tidak akan ada hal buruk yang terjadi.
“Emily maafkan ibu nak.” tangis sang ibu kembali pecah, tat kala melihat sang anak begitu tegar didepannya.
“Hey bu kenapa menangis? i’m oke!” Emily peluk dan usap lembut punggung sang ibu. Sebisa mungkin untuk membendung air matanya agar tidak jatuh dan terlihat oleh ibunya.
“Emily ayo turun nak, kita makan malam terlebih dahulu” ajak ayah Wijaya yang baru saja tiba dan melihat kedua bidadarinya sedang rapuh. Sengaja tidak ia hampiri keduanya, karena itu akan menambah kesedihan Emily. Sebagai seorang kepala keluarga, Wijaya berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di depan kedua bidadarinya.
Mengangguk patuh, Emily ajak sang ibu untuk bergegas turun, menuju meja makan “Ayo bu, aku sudah sangat lapar”
Jesica menghapus sisa air matanya, tersenyum hangat ke arah Emily “Ayo, ibu memasak makanan kesukaanmu malam ini” gemetar bibir Jesica. Mengapa rasanya seperti akan berpisah dan tidak bertemu lagi.
Emily tersenyum semakin lebar, diraihnya tangan sang ibu dan mengajaknya untuk berjalan saling beriringan. Setiap langkah, terasa begitu berat untuk keduanya. Terlebih ketika melihat sang iblis yang telah hadir kembali, ke istana mereka.
“Wah, keponakan paman terlihat sangat cantik malam ini” puji Justin ketika melihat keponakannya turun dari atas bersama kedua orang tuanya.
“Terima kasih paman atas pujiannya” balas Emily sambil tersenyum sinis. Muak rasanya melihat wajah sang paman.
Mereka berempat telah berkumpul di satu meja yang sama. Duduk saling berhadapan, lengkap dengan hidangan makan yang cukup mewah. Penuh perhatian, Wijaya letakkan beberapa menu masakan, yang menjadi favorite putrinya. Dadanya sesak, mengingat apa yang akan terjadi setelah moment ini.
“Cepatlah habiskan makananmu karena tuan Albert tidak suka menunggu!” perintah Justin yang langsung mendapat tatapan tajam dari Wijaya dan jesica.
“Berhenti mengancam putriku, Justin!” Wijaya dibuat kesal dengan sikap kakak iparnya yang benar-benar seperti iblis.
Suasana makan malam kali ini terasa berbeda. Meja makan ini biasanya dihiasi dengan suka cita dan kehangatan. Malam ini, seperti ada awan hitam serta badai, yang berhasil menghancurkan segelanya.
“Jika sudah, paman akan menunggumu dimobil. Jangan terlalu lama karena ini sudah waktunya.” Justin bangkit dari duduknya. Tidak ia sentuh barang sedikit pun makanan yang dihidangkan oleh sang adik. Sebab tujuannya datang kemari untuk menjemput sang keponakan, bukan makan malam bersama keluarga.
Mau tidak mau, mereka menghentikan acara makan malamnya. Waktu terlampau cepat berputar, hingga rasanya sangat sulit untuk melepas satu sama lain.
“Ayah, ibu, Emily pamit. Tolong jaga diri kalian baik-baik. Aku tidak mau salah satu dari kalian sakit. Tidak perlu mengkhawatirkan keadaanku disana. Semuanya akan baik-baik saja, karena aku wanita kuat. Percayalah.” Emily mengucapkan kata perpisahannya dengan mimik wajah setegar mungkin, meski nyatanya tengah menahan tangis sekuat tenaga.
Tanpa aba-aba, kedua orang tua nya datang dan menghamburkan pelukan. Begitu erat dan sakit, menangislah Wijaya dan Jesica dipelukan sang anak sambil menangis sejadi-jadinya.
Bagaimana bisa putrinya berusaha meyakinkan mereka kalau dia akan baik-baik saja, sedangkan putrinya saja tidak tahu, apa yang akan ia hadapi disana. Membayangkannya saja, membuat Wijaya takut. Takut jika anaknya akan disiksa, karena dia tahu betul siapa itu Albert wheeler. Atau bahkan, Wijaya tak akan pernah bertemu dengan putri kesayangannya itu.
“Baiklah aku akan berangkat ayah, ibu. Kasian paman, harus menunggu lama di dalam mobil. Aku,-aku sangat mencintai kalian lebih dari apapun” ucap Emily, lantas mencium kedua orang tuanya secara bergantian.
“Kami juga sangat mencintai mu nak. Kami akan selalu berdoa agar bidadari kecil kami selalu dilindungi.” kata Wijaya sambil mencium puncak kepala sang putri. Perasaan bersalah terus berkecamuk, benar-benar ia gagal dalam hal menjaga sang buah hati.
Dan akhirnya, keluarga Wijaya melepas sang putri kesayangan dengan perasaan hancur berderai air mata. Runtuh sudah kerajaan yang telah mereka bangun dengan kehangatan dan suka cita, selama ini.
Diantarkannya oleh Wijaya dan juga Jesica, putri kesayangan mereka hingga di ambang pintu mobil. Bahkan ketika Emily telah masuk ke dalam sana, Jesica masih belum melepas tangan putri kecilnya.
“Ibu, Emily pasti akan datang dan menjenguk ibu suatu hari nanti. Tolong bersabarlah sampai hari itu tiba” ujar Emily, semakin membuat sang ibu menangis histeris. Dengan terpaksa, Emily lepas genggaman tangan sang ibu. Menutup kaca mobil cepat, sebab tak sanggup lagi membendung kesedihannya.
Seolah tak peduli, Justin lirik sang keponakan melalui spion “Kau sudah siap Emily?”
“Sudah paman.” singkat Emily
“Baiklah kita berangkat. Paman harap kau tersenyum ketika bertemu tuan Albert” perintah Justin yang dijawab anggukan kepala oleh Emily.
Mobil sedan hitam milik Justin melaju kencang meninggalkan istana Wijaya. Menyisakan luka dalam bagi raja dan ratu, yang ditinggalkan oleh putri mereka.
Bersambung...