Warning.!! Area khusus dewasa.!
Bukan tempat untuk mencari nilai kehidupan positif. Novel ini di buat hanya untuk hiburan semata.
Tidak suka = SKIP
Pesona Al Vano Mahesa mampu membuat banyak wanita tergila - gila padanya. Duda beranak 1 yang baru berusia 30 tahun itu selalu menjadi pusat perhatian di perusahaan miliknya. Banyak karyawan yang berlomba lomba untuk mendapatkan hati anak Vano, dengan tujuan menarik perhatian Vano agar bisa di jadikan ibu sambung untuk anak semata wayangnya.
Sayangnya rasa cinta Vano yang begitu besar pada mendiang istrinya, membuat Vano menutup hati dan tidak lagi tertarik untuk mencintai wanita lain.
anak.?
Namun,,,, kejadian malam itu yang membuatnya tidur dengan sorang wanita, tanpa sengaja mampu membuat anak semata wayangnya begitu menyukai wanita itu, bahkan meminta Vano untuk menjadikan wanita itu sebagai ibunya.
Lalu apa yang akan Vano lakukan.?
Bertahan pada perasaannya, atau mengabulkan permintaan sang anak.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Celina duduk di sisi ranjang. Pagi itu dia bangun lebih awal dari biasanya. Padahal tadi malam tidak bisa tidur nyenyak karna memikirkan hubungannya dengan Vano yang akan berakhir.
Pagi ini adalah hari ke 14 setelah mereka menjalani kencan gila yang sebenarnya saling menguntungkan. Namun karna menggunakan perasaan selama kencan bersama Vano, hal itu justru menciptakan masalah tersendiri bagi Celina.
Karna terus memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Vano hingga akhirnya harus perang batin.
Tidak mudah rasanya kalau harus melepaskan Vano begitu saja. Walaupun sikap Vano terlalu sombong dan ketus, juga memandang rendah dirinya.
"Aku selalu bodoh dalam hal perasaan." Celina bergumam. Dia mengulas senyum miris untuk dirinya sendiri yang mudah jatuh cinta. Tidak peduli siapa orang itu dan apa statusnya, karna tidak bisa mengontrol perasaan.
Cinta membuat Celina menutup mata dan telinga. Tidak peduli sekalipun laki - laki yang dia cintai sudah beristri. Dan setelah dikecewakan, kini dia kembali mencintai laki - laki yang sebenernya telah menganggap rendah dirinya. Tapi lagi - lagi Celina menutup mata dan telinga. Rasa untuk memiliki Vano terlalu besar hingga tertanam dalam hati dan pikirannya.
Dering ponsel mengakhiri lamunan Celina. Tangannya langsung mengulur untuk mengambil ponsel di atas meja. Seulas senyum tercetak di bibirnya.
Pucuk di cinta, Vano pun tiba. Itu kata - kata yang muncul di benak Celina saat melihat Vano yang menelponnya.
Celina sampai lupa kalau saat ini baru pukul 5 pagi, tidak berfikir jauh untuk apa Vano menelponnya sepagi itu.
"Ya Hallo,,,,
"Buka pintunya.! Aku diluar." Vano langsung memotong ucapan Celina dengan suara yang terdengar berbeda dari biasanya. Celina menyakini penyebab suara parau itu karna Vano dalam pengaruh alkohol.
Tanpa berfikir panjang, Celina mematikan ponselnya dan bergegas keluar untuk membukakan pintu.
"Lama sekali,," Vano menyelonong masuk dengan langkah gontai. Bau alkohol langsung menyeruak di indera penciumannya. Vano benar - benar mabuk sesuai dugaan Celina.
Setelah menutup pintu dan menguncinya, Celina menghampiri Vano yang sudah berbaring di sofa.
"Kak Vano ke club sampai sepagi ini.?" Tanya Celina begitu mendekat.
"Hmm,,," Hanya deheman singkat yang keluar dari mulut Vano. Dia memejamkan mata sejak merebahkan diri di sofa.
"Tidur saja, aku buatkan teh hangat dulu." Ucapan Celina hanya menjadi pengiring tidur bagi Vano, karna dia sudah terlelap.
Selain mabuk, rasa kantuk juga memperparah kondisi Vano hingga membuatnya setengah tak sadar.
Celina membawa secangkir teh hangat ke ruang tamu. Vano terlihat semakin pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari jarak dekat. Celina berjongkok di sisi sofa setelah meletakan cangkir di atas meja. Dia menatap lekat wajah tampan Vano. Dalam keadaan tidur pulas seperti itu, sama sekali tidak terlihat sisi menyebalkan dalam dirinya. Wajahnya justru menunjukan sikap yang lembut dan penuh cinta. Celina sampai tidak habis pikir, kenapa Vano bisa bersikap dingin dan sombong. Tidak sesuai dengan wajahnya.
"Kenapa harus kamu,," Gumam Celina lirih. Dadanya terasa sesak dengan mata yang berkaca - kaca. Celina seakan menyesali perasaannya yang berhenti pada Vano. Laki - laki yang sudah pasti sulit untuk di gapai karna jelas - jelas menunjukan ketidak sukaannya terhadap masa lalu Celina.
Vano menggeliat, membuat Celina langsung berdiri dan sedikit menjauh. Lagi - lagi dia harus terluka karna perasaan cinta yang dia ciptakan sendiri. Meski sebenarnya kita tidak bisa memilih kepada siapa perasaan cinta itu akan berlabuh.
"Kak,,!" Celina mengguncang lengan Vano.
"Minum dulu tehnya." Serunya lagi.
Vano membuka mata, dia sesaat menatap Celina. Kesadarannya mulai kembali setelah Celina membiarkan Vano tidur selama beberapa menit.
Vano merubah posisi dengan duduk bersender.
"Kenapa sampai sepagi ini, Naura pasti akan mencari." Ujar Celina sambil menyodorkan cangkir teh pada Vano.
Vano tidak menjawab, dia asik menyeruput teh hangat buatan Celina hingga habis tak tersisa.
"Dia tidak bangun sepagi ini." Ucapnya santai. Vano meletakan cangkir kosong di atas meja, membuka jaket dan melemparnya begitu saja di sofa depan.
"Bangunkan aku jam 6." Pintanya datar. Dia kembali merebahkan diri di sofa.
"Kak,," Tegur Celina sebelum Vano memejamkan mata.
"Apa lagi.?!" Vano menatap jengkel. Dia sangat mengantuk dan ingin istirahat namun Celina malah mengajaknya bicara.
"Ada tempat tidur, kenapa harus di sofa."
"Pindah ke kamar saja, kamar tamu baru aku bersihkan kemarin." Tuturnya. Celina langsung beranjak, dia kembali ke kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Vano. Tidak peduli Vano akan pindah ke kamar tamu atau memilih tetap tidur di sofa. Celina sudah terlanjur kecewa karna sudah mendapatkan bentakan dari Vano sepagi ini.
"Apa tidak ada laki - laki baik di dunia ini yang bisa aku cintai.?!!" Geram Celina. Dia menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Merasa kesal dengan dirinya sendiri karna tidak bisa memilih laki - laki yang tepat.
Celina naik ke atas ranjang. Pada akhirnya memutuskan untuk tidur kembali untuk menghilangkan rasa kesalnya terhadap Vano.
Baru saja memejamkan mata, Celina dibuat kaget dengan suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali.
Celina menatap bengong ke arah Vano yang berjalan mendekat.
"Lawanku ada diisini, kenapa aku harus tidur di kamar tamu." Ujar Vano dengan seringai mesum. Celina dibuat melotot. Vano memang gila, tidak tau situasi dan kondisi. Masih sempat berfikir untuk merengkuh kenimat*n meski kondisinya tidak memungkinkan.
"Jangan macam - macam kak, lebih baik kak Vano tidur dulu." Celina menolak walaupun Vano belum mengutarakan keinginannya secara jelas.
"Kamu menolakku.?" Tanya Vano dengan tatapan sinis.
"Bukannya ini hari terakhir kita untuk mengakhiri kencan.? Jadi aku harus menggunakan waktu sebaik mungkin." Vano mengulas senyum smirk.
Dia melepaskan kemeja lengan pendek yang melekat sempurna di tubuh atletisnya.
Celina menghela nafas, dia pasrah saja menuruti keinginan Vano.
Meski pergulatan panas ini membuat Celina tidak bisa berfikir dengan baik karna terus memikirkan ucapan Vano. Rupanya tidak ada harapan untuk melanjutkan hubungan dengan Vano. Dari ucapan Vano sudah sangat jelas kalau dia tidak punya niatan untuk terus berkencan dengan Celina.
Vano keluar dari kamar mandi setelah mandi. Dia sudah memakai baju yang di ambil dalam walk in closet. Baju yang sengaja dia tinggalkan beberapa lembar disana.
Celina mengikuti pergerakan Vano hanya dengan memutar bola matanya. Dia masih dalam posisi semula, tidur di atas ranjang berbalut selimut hingga sebatas dada.
Hubungan yang akan berakhir ini membuat Celina malas untuk beranjak meski sekedar membersihkan tubuhnya.
"Ini terakhir kali kita melakukan kontak fisik. Aku mengakhiri kencan saat ini juga." Ucapan datar Vano terdengar menyakitkan di hati Celina. Kalau dia tidak memikirkan harga diri, mungkin saat ini akan berlari ke arah Vano dan memohon padanya untuk tetap berkencan.
"Apartemen ini sepenuhnya menjadi milikmu, aku tidak akan mengusiknya sedikitpun." Vano menatap Celina dengan ekspresi datar. Dari sana saja sudah bisa dilihat kalau Vano tidak menggunakan perasaannya dalam menjalani hubungan singkat dengan Celina meski sudah berbagi ranjang.
"Kedapan, aku tidak mau mendengar kamu memberikan kabar tengah mengandung benihku." Ujar Vano tegas.
"Sejak awal aku sudah memperingatkanmu untuk mencegah kehamilan, jadi jangan pernah menuntut apapun dariku setelah ini."
Celina langsung terdiam. Dia sudah melupakan sesuatu beberapa hari yang lalu. Hari dimana dia tidak meminum pil penunda kehamilan selamat 2 hari berturut - turut.
Seketika jantung Celina berdetak kencang, dia takut suatu saat harus menerima kenyataan bahwa ada benih Vano yang tumbuh didalam rahimnya.
"Jangan khawatir, benihmu yang berharga itu pasti tidak akan mau singgah di rahimku." Sahut Celina tegas. Dia berusaha menutupi sakit hatinya atas ucapan Vano.
menginginkan yang lebih baik tapi sendirinya buruk . ngaca wooy 🙄
lagian celina kan kelakuannya doang yg buruk . hatinya mah melooooow 😂
Vano VS celine(rusak)